TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pada 22 Desember setiap tahunnya di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu.
Pada tanggal tersebut digunakan sebagai salah satu kesempatan terbaik untuk mengungkap rasa cinta kasih kepada sang Ibu.
Meskipun kita merayakannya setiap tahun, tidak semua orang mengetahui asal-usul Hari Ibu.
Hari Ibu diresmikan menjadi Hari Nasional pada tanggal 16 Desember 1959.
Baca: Di Momen Hari Ibu 2019, Seorang Anak Dipertemukan kembali dengan Ibu Kandung Usai Berpisah 30 Tahun
Baca: Pilihan Kado Spesial untuk Ibu yang Bisa Diberikan di Hari Ibu, Tak Perlu Rogoh Kocek
Peresmian Hari Ibu sesuai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden no. 316 tahun 1959 oleh Presiden Soekarno.
Dalam keputusan tersebut, Hari Ibu dikategorikan sebagai Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Diawali dengan Kongres Perempuan I
Dilansir dari Kompas.com Hari Ibu diawali dengan Kongres Perempuan I yang dilaksanakan pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta.
Kongres Perempuan I bertempat di Dalem Joyodipuran, Jalan Kintelan 129 Yogyakarta.
Kongres Perempuan I diprakarsai oleh Ny. Sukonto (Wanita Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Wanita Tamansiswa), dan Nn. Sujatin (Puteri Indonesia).
Kongres Perempuan I merupakan buah dari semangat pemuda-pemudi yang muncul setelah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Kongres Perempuan I dilaksanakan selama tiga hari hingga 25 Desember 1928.
Kongres dihadiri oleh 600 orang yang mewakili 30 organisasi perempuan Indonesia pada masa tersebut.
Organisasi perempuan yang hadir dalam Kongres Perempuan I diantaranya:
- Budi Oetomo,
- Aisyah,
- Poetri Indonesia,
- Wanita Katolik,
- Wanita Moeljo, dan
- Sarekat Islam,
- Jong Islamieten Bond,
- PNI,
- Wanita Taman Siswa, dan lain sebagainya.
Kongres Perempuan I dilaksanakan dengan tujuan membahas isu sebagai berikut:
Baca: Rayakan Hari Ibu, Berikut 4 Rekomendasi Film Korea Bertema Pengorbanan Ibu
Baca: 22 Desember 2019, Berikut Kumpulan Ucapan Hari Ibu dalam Bahasa Inggris dan Indonesia
- pendidikan perempuan,
- perkawinan usia dini,
- kawin paksa,
- permaduan,
- perceraian secara sewenang-wenang,
- peran perempuan dalam pembangunan bangsa,
- perdagangan anak dan perempuan, dan
- perbaikan gizi bagi perempuan, ibu dan anak.
Rincian isu yang dibahas tersebut menunjukkan Kongres Perempuan I tidak hanya memperjuangkan perempuan yang telah menjadi istri.
Namun juga memperjuangkan perempuan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai dirinya sendiri.
Dilansir oleh Intisari.grid.id, kongres dihadiri oleh para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Mereka berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan.
Hasil Kongres Perempuan I, kaum perempuan sepakat untuk membuat sebuah organisasi bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI) untuk memperjuangkan cita-cita mereka.
Dikutip dari situs Kowani.or.id, mereka juga sepakat untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan.
Kongres Perempuan I juga memutuskan pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan).
Selain itu juga disulkan adanya peraturan yang memberikan tunjangan pada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia.
Pada tahun 1929, PPPI berubah nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).
Kongres Perempuan II
Selanjutnya Kongres Perempuan Indonesia II dilakukan di Jakarta pada tahun 1935.
Kongres tersebut menghasilkan pembentukan Badan Kongres Perempuan Indonesia.
Kongres juga menetapkan fungsi perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berkewajiban menumbuhkan rasa kebangsaan.
Baca: Jelang Hari Ibu 22 Desember, Ini Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu, Cocok untuk Kiriman Ucapan
Baca: 17 AGUSTUS - Seri Sejarah Nasional: Kongres Perempuan Indonesia
Kongres Perempuan III
Dikutip dari Tribunnewswiki.com, Kongres Perempuan Indonesia III diadakan di Bandung dan diketuai oleh Ny. Emma Puradiredja pada 1938.
Pada Kongres Perempuan III, isu yang dibahas adalah tentang partisipasi perempuan dalam politik, khususunya mengenai hak pilih.
Pada kongres tersebut pula dihasilkan pernyataan bahwa 22 Desember diusulkan menjadi Hari Ibu yang akhirnya secara resmi ditetapkan pada 1959.
Setelah penetapan tersebut itulah setiap tahunnya, masyarakat merayakan Hari Ibu sebagai Hari Nasional.
Selain itu Kongres Perempuan III juga menghasilkan keputusan untuk membangun Komisi Perkawinan.
Komisi tersebut dibangun untuk merancang peraturan perkawinan yang seadil-adilnya tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.
Kongres Perempuan IV
Kongres Perempuan Indonesia IV diselenggarakan pada Juli 1941di Semarang dan diketuai oleh Ny. Soenarjo Mangunpuspito.
Berikut adalah hasil Kongres Perempuan Indonesia IV:
- Menyetujui aksi Gabungan Politik Indonesia yang menyerukan Indonesia Berparlemen.
- Mufakat dengan adanya milisi Indonesia.
- Menuntut agar perempuan selain dipilih dlama Dewan Kota juga memiliki hak pilih.
- Menyetujui diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam sekolah menengah dan tinggi.
- Dibentuk: Badan Pekerja Pemberantasan Buta Huruf, Badan Penyelidik Masalah Tenaga Kerja Perempuan, Badan Pekerja Masalah Perkawinan Hukum Islam, Badan Pekerja Memperbaiki Ekonomi Perempuan Indonesia.
- Pada waktu tersebut Badan Kongres Perempuan Indonesia mengubah nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
(TRIBUNNEWSWIKI/Magi, KOMPAS/Vina Fadhrotul Mukaromah, INTISARI/Mentari DP)