TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sebuah festival sastra mengenai queer diselenggarakan untuk pertama kalinya di ibukota India, New Delhi.
Festival ini diselenggarakan setelah pada September 2018 status homoseksual dilegalkan di India.
Mengutip dari VOA pada Jumat (13/12/2019), setelah dilegalkan homoseksual, muncul kesadaran bahwa menciptakan ruang yang aman dan bebas bagi masyarakat tidak akan mudah.
Pasalnya, sebelum dilegalkannya LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer), selama 157 tahun India sudah mengalami larangan tentang LGBTQ yang telah memaksa banyak orang untuk hidup dalam bayang-bayang.
Itulah sebabnya, akhirnya diselenggarakan sebuah festival literasi mengenai queer di New Delhi.
Queer sendiri diartikan sebagai istilah bagi minoritas seksual yang bukan heteroseksual, heteronormatif, atau biner gender.
Dari festival yang diberi nama "Rainbow Lit" ini, konsultan pemasaran, Bhuwan Kathuria dan aktivis gay lainnya berharap dapat menciptakan jembatan antara berbagai indentitas di masyarakat.
Baca: Sumbang Populasi LGBT Terbesar Indonesia, Gubernur Sumatra Barat: Tidak Ada Toleransi bagi Mereka
"Festival seperti ini membantu kita menemukan titik temu dan juga berbicara tentang tantangan yang ada di depan kita," katanya.
Direktur Festival Sharif Rangnekar mengatakan, festival itu diadakan karena dia menemukan bahwa queer dan sastra tidak mendapat perhatian yang cukup dalam festival sastra yang diadakan di India.
"Kami berbicara tentang keberadaan dan koeksistensi, karena di luar sana banyak yang telah lupa bagaimana cara bergaul," ungkapnya.
Menurut Sharif, penerimaan keragaman tetap merupakan tugas yang berat meskipun persepsi sosial sudah berubah.
Namun dia tetap optimis bahwa fokus pada seni dan sastra mengenai queer bisa mewujudkan cita-cita tersebut.
"Ini memang tidak bisa diwujudkan dalam satu malam saja. Akan butuh waktu panjang untuk mencapai ke arah situ. Tetapi kita harus tetap mulai dari suatu tempat," ujarnya.
Walaupun ada literatur tentang queer di India, ekspresi kreatif masyarakat mengenai isu ini baru mulai melonjak tahun lalu melalui seni pertunjukan, film, maupun buku.
Lonjakan ekspresi ini sebagian besar berasal dari rasa aman yang baru dirasakan masyarakat setelah dilegalkannya homoseksualitas di India.
Devdutt Pattanaik, seorang penulis dan ahli mitologi di India mengatakan bahwa ia menemukan perspektif baru dalam tulisan-tulisan terbaru.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah:12 Desember 1911 – Ibu Kota India (British Raj) Pindah dari Calcutta ke Delhi
"Dulu ada orang-orang yang menulis tentang itu (LGBTQ) namun dengan sudut pandang yang tertekan. Tapi sekarang sudah layaknya bagian dari mendongeng dan sudah menjadi mainstream," ungkapnya.
Di antara mereka yang telah menulis buku baru-baru ini adalah Nemat Sadat, seorang jurnalis dan aktivis Afghanistan yang berbasis di Amerika Serikat yang menerbitkan debut bukunya "The Carpet Weaver".
Buku ini bercerita tentang perjuangan seorang pria gay Afghanistan di India.
Dalam bukunya, dia menuliskan bahwa dengan homoseksualitas menghadapi larangan di negara-negara islam di Asia Selatan, India dapat menjadi pembawa obor bagi masyarakat di wilayah tersebut.