TRIBUNNEWSWIKI.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyampaikan terobosan kebijakan pendidikan yang disebutnya dengan istilah “Merdeka Belajar”.
Hal tersebut disampaikan Nadiem di depan para kepala dinas pendidikan dan kepala penjamin mutu pendidikan dari seluruh Indonesia, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Kebijakan “Merdeka Belajar” ini meliputi empat program pendidikan yang akan menjadi fokusnya yakni terkait Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Terkait kebijakan ini, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy nyatakan dukungannya terhdap program “Merdeka Belajar” yang diusung Nadiem Makarim.
“Pada prinsipnya saya sangat mendukung. Jadi ya tugas seorang menteri baru itu harus membenahi apa yang harus dibenahi dari sebelumnya, “ungkap Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan di depan para kepala dinas pendidikan dari seluruh Indonesia, Rabu (11/12/2019).
Muhadjir Effendy juga menyatakan sepakat dengan kebijakan ujian nasional (UN) ditiadakan.
"Bagi saya UN diubah enggak apa-apa. Sebab dulu itu kan adanya UN juga dari perubahan," ujar Muhadjir di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019) seperti dikuip Tribunnewswiki.com dari Kompas.com.
Muhadjir mengungkapkan, dalam prosesnya pelaksanaan UN memang mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu menyasar istilah maupun teknis pelaksanaannya.
Baca: Tanggapi Isu Penghapusan UN, Nadiem Makarim: Ujian Sistem Baru Tidak Berdasarkan Mata Pelajaran
Baca: Dituding Sebagai Germo, VP Garuda Indonesia ini Laporkan Akun Twitter @digeeembok
"Dulu kan namanya Ujian Penghabisan kalau Anda masih ingat ya. Kemudian jadi Ujian Negara, kemudian jadi apalagi itu. Lalu terakhir jadi UN, "tutur Muhadjir Effendy yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Muhadjir juga mengatakan jika UN dihapus dan diganti dengan sistem lain dengan nama yang lain pun dinilai Muhadjir tidak menjadi soal.
"Kalau namanya tetap juga tidak apa-apa. Sebab yang penting kan isinya," kata dia.
Muhadjir juga mengakui bahwa baru-baru ini pihaknya sudah mendiskusikan perihal masa depan pelaksanaan UN.
Salah satu hasil diskusinya yakni melaksanakan sistem pengganti UN di tengah-tengah jenjang pendidikan sekolah.
Menurut Muhadjir, rencana implementasi ujian kompetensi dasar pengganti UN di kelas 4, kelas 8 maupun kelas 11 baik untuk dilakukan.
"Karena selama ini kan yang menjadi evaluasi sistem UN adalah ketika hasilnya diumumkan, sekolah dan guru tidak bisa lagi memberikan treatment untuk siswa," kata Muhadjir Effendy.
“Maka kalau pengganti UN nanti dilaksanakan di tengah-tengah akan bagus, sebab bisa digunakan untuk perbaikan guru maupun sekolah,” kata Muhadjir Effendy.
Anies Baswedan enggan berikan komentar
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta enggan komentari kebijakan Nadiem Makarim terkait pengahapusan Ujian Nasional (UN).
"Saya menghormati Menteri Pendidikan dan sebagai mantan Menteri Pendidikan, saya tidak ikut mengomentari," kata Anies di Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (11/12/2019) seperti dilansir oleh Kompas.com.
Anies juga mengatakan alasannya menolak untuk berkomentar terkait kebijakan yang dibuat Mendikbud Nadiem.
"Saya tidak komentar soal kebijakan Menteri, karena saya ingin mengahargai etikanya ya begitu," ujar Anies.
Dikutip dari Kompas.com, wacana penghapusan UN ini juga pernah mencuat di masa jabatan Anies Baswedan sebagai Mendikbud di tahun 2015.
Saat itu, Anies menyatakan kementerian akan mengubah konsep UN.
Baca: Mengenal Merdeka Belajar, Program Pembelajaran Era Nadiem Makarim yang Hapuskan Ujian Nasional
Baca: Realisasikan Program Merdeka Belajar, Nadiem Makariem Ganti dan Hapus Ujian Nasional 2021 Mendatang
Sehingga, UN tidak lagi menjadi instrumen yang digunakan sebagai indikator kelulusan, tetapi justru menggunakan UN sebagai alat pembelajaran.
"Saat UN menjadi satu-satunya penentu kelulusan, banyak siswa yang distress dan penuh dengan tekanan. Hal itu akhirnya memicu terjadinya kecurangan-kecurangan, itulah yang ingin kami evaluasi," ucap Anies pada 23 Januari 2015 silam.
Namun wacana ini tidak terealisasi hingga Anies direshuffle oleh Presiden Joko Widodo di tahun 2016.
Rincian program “Merdeka Belajar”
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan empat program pembelajaran nasional yang disebutnya dengan istilah “Merdeka Belajar”.
Kebijakan “Merdeka Belajar” ini meliputi empat program pendidikan yang akan menjadi fokusnya yakni terkait Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Berikut ini penjelasan Nadiem terkait rincian empat program yang ditetapkannya:
Pertama, arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, pada tahun 2020 akan dilakukan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.
Baca: Peringati Hari Antikorupsi Menteri Erick Thohir Jadi Tukang Bakso dengan Wishnutama & Nadiem Makarim
Baca: Kerap Soroti Menteri Jokowi, Rocky Gerung Belum Kritik Nadiem Makarim, Ternyata Ini Alasannya
Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan, baik itu tugas kelompok, karya tulis, maupun sebagainya.
Kedua, mengenai UN, Nadiem menegaskan tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya.
"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," ujar Nadiem.
Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
Kemudian, hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
Ketiga, untuk penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen.
Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.
Tiga komponen inti RPP terdiri atas tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
Keempat, dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.
Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy, Kompas.com)