TRIBUNNEWSWIKI.COM - Media wisata asal Amerika Serikat, Fodor's Travel mencantumkan Bali dalam daftar pariwisata yang sebaiknya tak dikunjungi untuk tahun 2020.
Menurut Fodor's Travel, Bali tidak direkomendasikan untuk dikunjungi pada 2020 karena berkaitan dengan permasalahan lingkungan, yang selama ini memang menjadi problem lawas dan akut bagi kepariwisataan disana.
Berkaitan dengan rilis tersebut, sontak saja beragam tanggapan pun bermunculan.
Dikutip Tribunnewswiki.com dari Kompas.com, Kamis (21/11/2019), mulai dari Gubernur hingga perhimpunan wisata di Bali pun merespon hal tersebut dengan tanggapan yang beragam.
Baca: Istri Ilja Spasojevic Penyerang Bali United Meninggal Dunia, Persib Bandung Turut Berduka
Baca: Fakta di Balik Foto Viral Ahok Berseragam SPBU Pertamina, Ada Sarkasme Soal Hoaks
Tanggapan Gubernur Bali
"Sebenarnya Bali secara umum baik."
"Ada hal-hal (permasalahan) kecil iya," kata Koster di Denpasar, Kamis (21/11/2019) pagi, menanggapi polemik yang dimunculkan dari rilis Fodor's Travel.
Koster menambahkan, dalam waktu dekat akan mengumpulkan para pelaku pariwisata untuk mengidentifikasi sejumlah masalah yang ada.
Beberapa di antaranya adalah turis yang mulai mencuri, mabuk, berantem, kemudian melanggar seperti masuk ke tempat suci dan duduk di tempat yang tidak semestinya.
"Kemudian juga kenakalan dan kriminal lainnya saya kira harus dikelola dengan baik," katanya.
Menurut Koster pemberitaan Fodor's Travel adalah kampanye negatif dari pesaing Bali.
Karena, masih menurut Koster, kondisi Bali secara umum masih baik dengan bukti setiap tahun Bali selalu diputuskan oleh forum masyarakat dunia sebagai destinasi wisata terbaik.
Sedangkan Wakil Gubernur Bali, Cok Ace menilai, pemberitaan media asing yang menyebut Bali tak layak dikunjungi pada 2020 merupakan sesuatu yang berlebihan.
Menurutnya, hal tersebut tak elok untuk diungkapkan.
"Jadi apa yang diungkap kemarin di suatu majalah di Amerika tersebut terlalu berlebihan menurut saya," kata Cok Ace.
Baca: Alasan Media Asing Mengimbau Wisatawan untuk Tidak Datang ke Bali dan Pulau Komodo
Baca: Setelah Lumpuh Selama 26 tahun, Legenda Balap Wayne Rainey Kembali Mengaspal
Baca: 6 Fakta Warga Lombok Timur Tewas usai Berkelahi dengan Anggota Satlantas Karena Tak Terima Ditilang
Ia menyebut, selama ini Bali sudah sering sekali mendapat penghargaan di dunia internasional.
Bali juga tak berhenti untuk terus meningkatkan kualitas pariwisatanya.
Hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya aturan-aturan, salah satunya untuk pengendalian sampah plastik.
Namun, Cok Ace akan menjadikan pemberitaan tersebut sebagai bahan koreksi untuk pariwisata Bali.
Koreksi untuk bersama
Menurut Ketua Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Nuarta, ada hikmah positif dari pemberitaan Fodor's Travel.
Dari segi sampah, misalnya, diakui Nyoman selama ini Pemprov Bali sudah berusaha, namun perlu maksimal diterapkan, serta dukungan pihak lain, terutama masyarakat.
Ia mencontohkan soal gubernur Bali yang memerintahkan Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Badung utnuk menghentikan sementara pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, Bali.
Menurutnya, kebijakan tersebut bisa mendorong para pemerintah daerah setempat bertanggungjawab menyelesaikan persoalan masalah sampah dengan membuat TPA sendiri.
Di sisi lain, ia juga mendorong masyarakat untuk turut serta menangani masalah sampah.
"Masing-masing pihak harus punya kesadaran membiasakan diri memilah sampah.
"Jangan ada mindset, 'kan udah ada TPA'," katanya.
Pola pikir semacam itu akan membuat masyarakat tidak peduli dengan sampah, sehingga masalah ini disebut tidak akan selesai dengan baik.
Nyoman mengapresiasi sikap masyarakat setelah larangan plastik sekali pakai di Bali.
Menurutnya, kehadiran aturan itu kian buat masyarakat sadar, terlihat dari cara belanja yang tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai.
Sementara itu untuk kemacetan, Nyoman juga berharap agar masyarakat menggunakan transportasi massal, sehingga bisa mengurangi persoalan tersebut.
Ia juga mengingatkan, jika pariwisata ingin tetap jadi 'lokomotif', maka perlu bebenah.
Apalagi, kini persaingan kian ketat, terutama dari destinasi di Indonesia.
Bali, lanjut Nyoman, menjadi pintu masuk turis yang ingin ke beberapa daerah seperti Lombok dan Banyuwangi.
"Kompetisi bukan persoalan regional, tapi internal Indonesia," katanya.
Baca: Kasus Prostitusi Finalis Putri Pariwisata, PA Berstatus Pelajar, Polisi Periksa Besaran Transaksi
Baca: Terlihat Bergandengan Tangan di Taman Bermain, Halsey dan Evan Peters Dikabarkan Berkencan
Baca: Seteru 2 Negara Komunis: Cina Ingatkan Tak Usah Ributkan Laut Cina Selatan, Vietnam Pilih Opsi Hukum
Namun, sebagai masyarakat Bali, Nyoman mengaku tidak terlalu khawatir dari pemberitaan Fodor's Travel, karena Bali sudah menjadi destinasi dunia.
Sementara itu, dikutip dari Tribunnews.com, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Pariwisata (PHRI) Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mengaku cukup prihatin dengan pemberitaan Fodor's Travel.
"Saya prihatin wacana seperti ini akan kian menjerumuskan Bali, apalagi belakangan ranking Bali tidak menjadi nomor satu di dunia," imbuhnya.
Solusi jangka pendek, PHRI Bali dan seluruh kabupaten/kota akan berkoordinasi dengan pemerintah dan stakeholder terkait.
"Saya juga rencana ketemu dengan Konjen Amerika ihwal ini, dalam waktu dekat."
"Sehingga bisa mendapatkan solusi meredam isu seperti ini,” tegasnya.
Rilis Fodor's Travel tentang Bali
Media wisata asal Amerika Serikat, Fodor's Travel, merilis daftar destinasi untuk dikunjungi dan lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020.
Menariknya, dalam daftar destinasi yang lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020 atau No List, Fodor's Travel mencantumkan Bali sebagai salah satu destinasi dalam daftar tersebut.
"Bali, pulau yang paling banyak dikunjungi di Indonesia telah menderita efek pariwisata massal dalam beberapa tahun terakhir, sampai pemerintah menarik pajak turis untuk membantu memerangi efek (pariwisata massal) terhadap lingkungan," dikutip dari situs Fodors.com.
Fodor's Travel menyebutkan, Bali pada 2017 dideklarasikan sebagai kawasan darurat sampah lantaran terlalu banyak sampah plastik di pantai dan perairan.
"Badan Lingkungan Hidup Bali mencatat bahwa pulau itu menghasilkan 3.800 ton sampah setiap hari, dengan hanya 60 persen berakhir di tempat pembuangan sampah."
"Sebuah pengamatan yang jelas bagi siapa pun yang mengunjungi pulau itu," tulis Fodor's Travel.
Baca: Kasus First Travel, MA Putuskan Aset Disita Negara, Korban Tak Terima Diminta Iklas dan Ajukan PK
Baca: Kamu Seorang Traveler? Tips Dapatkan Tiket Pesawat Murah Berikut Patut Dicoba!
Baca: 6 Fakta Sosok Krisjiana Baharudin, Suami Sah Siti Badriah yang Punya Hobi Traveling
Hal lain yang menjadi fokus Fodor's Travel adalah kelangkaan air bersih di Bali karena pembangunan vila dan lapangan golf yang berdampak pada petani lokal.
Juga perilaku turis yang tidak senonoh, terutama di kawasan suci pusat peribadatan, membuat pihak berwenang di Bali berupaya membuat peraturan dan pedoman.
"Wisatawan yang mengunjungi situs-situs keagamaan dengan mengenakan pakaian renang, memanjat situs-situs suci, dan umumnya tidak menghormati adat dan norma budaya," tulis Fodor's Travel.
Hanya himbauan, bukan larangan
Seberapa jauh pemerintah dan komunitas lokal berupaya menjaga destinasinya, menurut Fodor's Travel, patut diperhatikan oleh setiap turis.
Hal tersebut juga dinilai lebih penting ketimbang menandai daftar impian petualangan.
Namun demikian, Fodor's Travel menulis bahwa keputusan diserahkan kepada pembaca karena pembaca yang merencanakan perjalanan sendiri.
"Oleh karena itu, yang ditampilkan dalam No List bukan daftar terlarang."
"Sebaliknya, ini adalah janji ketika kita benar-benar membahas tujuan yang disebutkan di sini, di tempat yang menakjubkan, kita akan berwisata dengan bertanggung jawab," tulis Fodor's Travel.
Di Indonesia, wisata lain yang masuk daftar tak untuk dikunjungi pada 2020 adalah Pulau Komodo.
Jika Bali terkait isu lingkungan, menurut Fodor's Travel pajak wisata di Pulau Komodo terlalu rendah.
Selain itu, wisata di beberapa negara selain Indonesia juga tak lepas dari pembahasan Fodor's Travel.
Destinasi terebut seperti Angkor Wat di Kamboja, Hanoi Train Street atau jalur kereta di Hanoi, Vietnam, Barcelona di Spanyol, dan Big Sur di California.
No List atau daftar destinasi yang lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi dari Fodor's Travel berfokus pada isu lingkungan, etika, dan terkadang politik.
Angkor Wat merupakan Candi Hindu yang berada di Provinsi Siem Reap, Kamboja. (Tribunnews)
"Untuk tahun ini, seperti yang kami lakukan tiap tahun, kami fokus pada destinasi dan isu yang membuat kita beristirahat sejenak."
"Masalah-masalah yang mendasarinya adalah masalah-masalah yang akan kita hadapi satu dekade mendatang," tulis Fodor's Travel.
Di bagian akhir dituliskan bahwa keputusan diserahkan kepada pembaca karena pembaca yang merencanakan perjalanan sendiri.
Baca: 5 Zodiak Paling Hobi Traveling dan Menjelajah Tempat Baru, Kamu Termasuk?
Baca: Tak Dibutuhkan Lagi oleh Los Blancos, Gareth Bale Dapat Tawaran 1 Juta Poundsterling per Minggu
Baca: Daftar Lengkap UMK 2020 di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Kota Surabaya Masih yang Tertinggi
"Oleh karena itu, yang ditampilkan dalam No List bukan daftar terlarang."
"Sebaliknya, ini adalah janji ketika kita benar-benar membahas tujuan yang disebutkan di sini, di tempat yang menakjubkan, kita akan berwisata dengan bertanggung jawab," tulis Fodor's Travel.
Fodor's Travel adalah media wisata yang berawal dari buku panduan wisata dengan cikal bakal pada 1936 di London, Inggris.
Pada 1949, buku panduan wisata modern Fodor's diproduksi di Perancis.
Kemudian, pada 1996 situs resmi Fodor's Travel dibuat.
Selanjutnya, pada 2016 situs ini diakuisisi oleh perusahaan internet di California, Amerika Serikat.
(Tribunnewswiki.com/Kompas.com/Haris/Kahfi Dirga)