TRIBUNNEWSWIKI.COM - Indonesia sudah lama terkenal sebagai salah satu negara penghasil sampah terbanyak di dunia.
Dari banyak jenis sampah yang dihasilkan, terdapat sampah elektronik atau electronic waste (e-waste).
Tanpa disadari masyarakat kita telah akrab dengan e-waste dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Namun, belum banyak dari kita yang menyadari bahaya dari pengelolaan yang sembarangan terhadap e-waste.
Dikutip Tribunnewswiki.com dari Kompas.com Rabu (20/11/2019), Rafa Jafar, penggiat lingkungan muda yang juga inisiator dropzone E-Waste RJ, mengemukakan bahwa semua benda yang terbuat dari bahan elektronik bisa dikatakan sebagai e-waste jika sudah tidak dapat digunakan lagi.
Baca: Pria Ini jadi Pemulung karena Kapalnya Lenyap, Kini Kaya Mendadak Temukan Benda Ini di Tempat Sampah
Baca: Tes Kepribadian - Ungkap Kerakter dari Caramu Mengurangi Sampah Plastik, Bawa Tumbler atau Mug?
Baca: Pimpin Bersih-bersih Sampah Sisa Demo, Awkarin Menolak Difoto dan Selfie
Antara lain kabel, remote, tv, kulkas, telepon, baterai, kipas angin, AC, piano atau gitar listrik, saklar listrik, dispenser, blender, microwave, komputer, wifi, pengering rambut, dan lain sebagainya.
Namun, benda-benda elektronik tersebut pada dasarnya memiliki komponen atau Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang dampak atau bahayanya jarang diketahui oleh masyarakat.
"Kita sebenarnya setiap hari berhubungan dengan e-waste, tapi kadang gak sadar apa bahayanya."
"Terutama dari zat B3 yang dampaknya tidak baik bagi kesehatan kita," kata remaja yang akrab disapa RJ ini di Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Karena berkecimpung dan menjadi pelopor sadar e-waste, RJ mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Ia pun membuat dropzone untuk e-waste di berbagai daerah.
Keprihatinan RJ berangkat dari sampah elektronik yang terbengkalai dan efek komponen-komponen beracun di dalamnya.
"Sekarang apalagi, banyak yang paling tidak punya handphone dua."
"Nah itu kalau ada yang rusak ya kalau enggak disimpan ya dibuang di sekitar kita."
"Tanpa kita tahu bahwa zat B3 di e-waste bekas HP atau baterai itu bahayanya ke kita juga," ujarnya.
Baca: Disertasi UIN Boleh Hubungan Seks Luar Nikah, MUI:Ini Musibah, Disangka Ilmiah Padahal Tempat Sampah
Baca: Bahaya Mengintai Jika Langsung Sikat Gigi Setelah Makan
Baca: VIRAL Video Pukul Sopir Ambulans karena Bunyi Sirene, Sempat Adu Mulut, Begini Kronologinya
Bahaya dari komponen B3
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DLHK Kota Jakarta, Rosa, mengatakan bahwa e-waste juga bisa berbahaya bagi lingkungan apabila tidak ditangani dengan benar.
"Banyak komponen peralatan elektronik yang mengandung bahan bahaya seperti logam berat," ujarnya.
Berikut beberapa komponen berbahaya yang patut diwaspadai:
- Merkuri dapat meracuni manusia dan merusak sistem saraf otak, serta bisa pula menyebabkan cacat bawaan.
- Timbal dapat mengganggu sistem peredaran darah, ginjal, perkembangan otak anak dan juga merusak sistem saraf. Bahkan di lingkungan, timbal juga dapat meracuni tanaman, hewan, dan mikroorganisme.
- Kromium dapat terserap ke dalam sel sehingga mengakibatkan berbagai efek racun, alergi, dan kerusakan DNA.
- Kadmium bisa merusak ginjal karena masuk ke tubuh melalui respirasi dan makanan.
- Polybrominated diphennylethers (PBDE). Sangat berkemungkinan merusak sistem endokrin dan mereduksi level hormon tiroksin pada hewan mamalia dan manusia, sehingga perkembangan tubuh menjadi terganggu.
- Polybrominated biphennyls (PBB). Manusia yang terpapar atau mengkonsumsi makanan yang mengandung PBDE berisiko 23 kali lebih tinggi terserang kanker pencernaan.
- Polivinil klorida (PVC). Dalam kondisi imun yang tidak baik serta ditambah dengan zat beracun lainnya, ini dapat menjadi pemicu berbagai kerusakan organ tubuh termasuk ginjal, syaraf, paru, kanker dan lain sebagainya.
Cara racun penyebaran racun B3
Masalah sampah elektronik atau E-Waste bisa membahayakan kesehatan manusia.
Ini karena pengaruh Bahan Beracun Berbahaya (B3) seperti timbal, merkuri, kromium, kadmium, PBDE, dan PBB.
Pengaruh B3 sampah elektronik atau barang elektronik tersebut akan terjadi jika dibuang sembarangan atau dikelola dengan cara yang salah.
Manager representatif kualitas lingkungan kesehatan keamanan TLI, Tjatur Prasetijoko, mengatakan bahwa limbah sampah terutama sampah elektronik memang memiliki potensi bahaya besar yang belum banyak disadari oleh masyarakat.
"Limbah beracun itu secara tidak sadar berdampingan dengan kita dalam keseharian. Meski tidak tampak, tapi limbah B3 itu bahaya pada kesehatan.
Makanya limbah B3 dari sampah elektronik itu perlu dikelola secara tepat, baik yang bisa didaur ulang ataupun yang harus dihilangkan dengan cara yang tepat," kata Tjatur dalam acara National Gathering oleh E-Waste RJ, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Baca: Pengakuan Perias TKW Taiwan yang Tipu Pacar TKI Korea: Bau Mulutnya Itu Lho Sampai Saya Minta Masker
Baca: Negaranya Sembuhkan AIDS & Kanker hingga Tak Ada Orang Cacat, Ini 7 Klaim Aneh Pemimpin Korea Utara
Baca: Miris! Cakupan Pengobatan HIV dan AIDS Indonesia Salah Satu yang Terburuk di Dunia
Mekanisme penyebaran racun Mekanisme yang yang terjadi ialah ketika sampah elektronik yang beracun tersebut dibuang sembarangan.
Maka akan terjadi kontaminasi tanah di mana e-waste itu dibuang, terhadap tanaman yang akan tumbuh dari tanah tersebut.
Setelah tanaman tumbuh dan menjadi sumber makanan bagi beberapa hewan termasuk pakan ternak sapi, racun akan menyebar di sapi tersebut.
Lalu tanpa sadar ketika manusia mengonsumsi sapi yang terkontaminasi itu, manusia juga terkena racunnya. Lebih berbahaya ketika yang mengonsumsinya adalah seorang ibu hamil.
Ini adalah salah satu penyebab cacat pada anak.
Selain itu, Tjatur juga mengatakan bahwa meski sudah dikelola namun dengan cara yang salah, maka tetap akan menjadi pengaruh buruk bagi kesehatan.
Contohnya, banyak orang yang membakar sampah elektronik mendapatkan sesuatu benda yang bermanfaat didalamnya.
"Tapi, sebenarnya ada jenis racun yang bisa menyebar lewat udara, makanya meski gak nyentuh tapi tempat pembakarannya terbuka, tetap racunnya nyebar."
"Yang kena bukan cuma pekerja, tapi orang-orang di sekitarnya itu," ujar Tjatur.
Dikatakan Tjatur, negara adikuasa seperti Amerika dan negara-negara Eropa yang menghasilkan sampah elektronik paling banyak, mengirimkan limbahnya ke China.
Di China sebagian besar limbah tersebut dijadikan mainan anak, silikon handphone, ataupun segala jenis peralatan yang bisa mereka produksi dari limbah tersebut.
Alhasil, limbah beracun itu masih tetap ada pada produksi pembaruan dan bahkan dapat menyebar kepada manusia yang menggunakannya, termasuk anak-anak dengan alat main yang mereka punya.
Daur ulang Maka dari itu, proses daur ulang yang tepat perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya efek buruk dari limbah racun tersebut.
Baca: Banjir Tawaran Sumbangan Darah, Kiki Farrel Buru Akar Bajakah Sembuhkan Kanker Usus Mama Dahlia
Baca: Pakai Kacamata dan Makan Wortel Tidak Dapat Sembuhkan Minus Secara Total, Ini Penjelasannya
Baca: Perempuan yang Kecanduan Hubungan Badan Ini Sembuh Setelah Lakukan Ini di Bali
Meskipun E-Waste merupakan sampah yang sulit untuk didaur ulang.
Oleh perusahaan pengelola sampah dengan teknologi dan tingkat keamanan yang sesuai, sampah elektronik atau E-Waste akan dipisahkan antara komponen yang masih berguna seperti metal, plastik, kaca, dengan komponen yang mengandung racun.
Racun tidak dapat didaur ulang, dan jika dibiarkan, racun akan menyebar mencemari lingkungan. Solusinya, racun akan dicampur dan menjadi bahan untuk pembuatan semen.
Karena semen itu bersifat padat dan mengikat, racun tersebut tidak bisa menyebar.
BSebagian limbah juga bisa dijadikan alternatif untuk bahan bakar menggantikan batu bara.
Dalam sebuah penelitian, daur ulang e-waste di Indonesia dikatakan unik, yaitu dengan memperpanjang masa pakai dari produk elektronik yang sudah rusak dengan membawanya ke tukang servis.
Namun pada komponen yang aman, sampah elektronik bisa didaur ulang untuk menjadi barang berguna lainnya.
Tetapi memperpanjang masa pakai juga akan memperpanjang aliran e-waste dan aliran B3.
Oleh sebab itu, jika Anda tidak memiliki kemampuan untuk mendaur ulang dengan lebih aman, lebih baik untuk mengumpulkan sampah elektronik tersebut pada komunitas-komunitas e-waste.
Ada Dewan Lingkungan Hidup yang menyediakan pelayanan, atau langsung kepada jasa perusahaan pengelola limbah sampah terkait.
(Tribunnewswiki.com/Kompas.com/Haris/Ellyvon Pranita)