37 Orangutan Terkena ISPA akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan

Akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan, orangutan juga terkena masalah pernapasan.


zoom-inlihat foto
nasib-orangutan-terancam-karena-kebakaran-hutan1.jpg
TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY
Anak orangutan diamankan di Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Pekanbaru untuk dirawat, Rabu (26/6/2019) malam. Sehari sebelumnya, Bea Cukai Dumai berhasil menggagalkan penyelundupan sejumlah satwa dilindungi yang hendak dibawa dari pelabuhan rakyat di Dumai ke Malaysia, yaitu tiga ekor anak orangutan, dua ekor monyet ekor panjang albino, satu ekor siamang dan satu ekor binturong. Seluruh satwa itu akan dijual dengan harga Rp 1,4 milyar lebih. Dua orang pengangkut satwa itu turut ditangkap dalam kasus tersebut. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan, orangutan juga terkena masalah pernapasan.

Kabut asap yang muncul sejak tiga bulan terakhir mempengaruhi kesehatan manusia dan orangutan.

Adanya kabut asap, partikel debu, dan karbon sisa pembakaran dapat masuk ke saluran pernapasan dan menyebabkan reaksi alergi yang dapat memicu infeksi seperti bronkitis dan pneumonia akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Baca: Kondisi Bara dan Arang, Orangutan yang Diselamatkan dari Kebakaran Hutan Kalimantan

Dikutip dari Kompas.com, Senin (23/9/2019), Jamartin Sihite, Ketua Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) mengatakan hingga saat ini sudah ada 37 orangutan di yayasannya terkena penyakit infkesi saluran pernapasan atas (ISPA).

Orangutan diselamatkan dari hutan yang terbakar
Orangutan diselamatkan dari hutan yang terbakar (International Animal Rescue / SWN via Mirror)

Dari jumlah tersebut, sebanyak 31 di antaranya adalah orangutan muda berusia di bawah empat tahun.

"Sudah sekitar tiga bulan terpapar kabut asap. Kalau manusia bisa pakai masker, tapi kalau orangutan kan tidak bisa. Jadi tidak heran kalau mereka sakit, DNA-nya hampir sama, penyakitnya juga sama dengan manusia," ujar Jamartin dilansir Deutsche Welle Indonesia.

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Jamartin mengatakan tidak ada lahan yang terbakar di dalam kawasan pusat rehabilitasi orangutan yang dikelola oleh Yayasan BOS, baik yang berada di Kalimantan Timur maupun Kalimantan Tengah.

Namun, api sempat membakar sedikitnya 80 hektar lahan gambut di sekitar lokasi rehabilitasi.

Hingga saat ini api telah dipadamkan dan masih dalam tahap pendinginan lahan.

Jamartin juga mengatakan staf yang bertugas memerlukan masker untuk dipakai dalam aktivitas keseharian.

"Selain itu kami juga butuh vitamin untuk orangutan, ini juga sama dengan vitamin untuk manusia. Karena kalau orang utan kondisi badannya sehat dia bisa lebih tahan terhadap perubahan ikllim dan pengaruh lingkungan sekitar," ujar Jamartin, dikutip Kompas.com dari DW Indonesia.

Selain itu, Jamartin mengatakan bahwa mmebutuhkan pompa air bertekanan tinggu untuk memadamkan api di lahan gambut.

Baca: Fakta di Balik Foto Orangutan yang Terluka di Kebun Warga, Dibius dan Dirawat di Pusat Karantina

Baca: Api Kebakaran Hutan Mulai Masuk Wilayah Rehabilitasi, Nasib Orangutan Terancam

Yayasan BOS didirikan tahun 1991 dan adalah organisasi nonprofit untuk konservasi orang utan di Kalimantan beserta habitatnya.

Hingga kini BOS telah merawat lebih dari 500 orang utan di dua pusat rehabilitasi dan mempekerjakan 440 karyawan.

Dampak kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga mengancam eksistensi satwa hutan di Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, Senin (23/9/2019), Directur Policy dan Advocacy WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, pendekatan per spesies hewan di suatu daerah bisa dikatakan mengkhawatirkan.

"Satwa yang terancam agak sulit datanya, karena mungkin kita lihat dari konteks habitat. Misal gajah di Sumatera terancam karena habitatnya juga sedang terancam," ujar Aditya.

PEMADAMAN KEBAKARAN LAHAN-Petugas BPBD Samarinda berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di kawasan desa Sungai Bawang jalan Poros Arah Samarinda Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Senin (16/6/2019). Kebakaran lahan tak jauh dari runway Bandara APT Pranoto tersebut melibatkan petugas BPBD Kutai Kartanegara, BPBD Samarinda, KODIM 0901 Samarinda, relawan mengingat lokasi berada diperbatasan Samarinda dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
PEMADAMAN KEBAKARAN LAHAN-Petugas BPBD Samarinda berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di kawasan desa Sungai Bawang jalan Poros Arah Samarinda Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Senin (16/6/2019). Kebakaran lahan tak jauh dari runway Bandara APT Pranoto tersebut melibatkan petugas BPBD Kutai Kartanegara, BPBD Samarinda, KODIM 0901 Samarinda, relawan mengingat lokasi berada diperbatasan Samarinda dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. (TRIBUNNEWS/NEVRIANTO HARDI PRASETYO)

Dirinya menjelaskan bahwa ancaman terbesar spesies endemik bukanlah perburuan melainkan habitatnya.

Akibat adanya kebakaran hutan dan lahan, akan menambah ancaman bagi satwa untuk bertahan, jika habitat mereka juga dilahap oleh api dan terbakar.

"Konflik kebakaran akan menghilangkan juga habitat mereka (satwa-satwa tersebut di alam). Makanya mereka (satwa) bisa ada konflik juga dengan masyarakat, lebih terancam lagi juga," kata Aditya.

Aditya menjelaskan contoh sederhananya ialah gajah Sumatera.

Baca: Fenomena Langit Merah di Jambi Efek Kabut Asap, Warga Mengeluh Belum Ada Bantuan

Baca: Kabut Asap Belum Usai, Jokowi Malah Unggah Vlog Bareng Jan Ethes, Warganet Berang

Jika habitat alami satwa ini terganggu di alam, maka gajah akan mencoba mencari vegetasi baru yaitu perkebunan milik warga.

Di situlah konflik timbul. Ketika gajah ingin bertahan hidup namun masyarakat menganggapnya sebagai hama, maka perburuan ataupun pertikaian antara manusia dan gajah sangat bisa terjadi.

Dijelaskan oleh Dito bahwa Sumatera saat ini sangat sedikit hutan alamnya.

Di Sumatera bagian tengah hanya tersisa di daerah penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi.

"Semakin kecil lahan, semakin cepat juga satwa di alam akan mengalami kepunahan," tutur Dito.

(TRIBUNNEWSWIKI/Afitria Cika/Kompas.com)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved