Charles bekerja di Melbourne dalam perusahaan transportasi bernama CDC Victoria juga sebagai sopir bus.
Pekerjaan sebagai koki di restoran yang berbeda telah ia lakukan selama delapan tahun.
Sebelum melamar sebagai supir bus, pada tahun 2017, Charles bekerja sebagai koki di hotel bintang lima di Melbourne
"Saya pindah kerja karena ingin mengurangi tekanan. Kerja di dapur tekanannya tinggi. Saya ingin cari pekerjaan baru yang lebih rileks. Kerja jadi sopir bus ini rileks, santai dan tidak begitu banyak beban."
Charles mengaku kendati ia diharuskan menjalani adaptasi selama dua bulan sebagai supir bus, ia tidak menyesal meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai koki.
Charles bersama istrinya pindah ke Selandia Baru pada tahun 2000 dan memutuskan untuk menetap di Australia.
"Pertama saja ketika masa pelatihan kita harus hafal jalan selama dua bulan tapi setelah itu tidak ada yang dipikirkan lagi saat bekerja," kata Charles yang kini sudah memegang 30 rute perjalanan dan 20 rute antar jemput sekolah itu.
Saat ini, Charles telah memegang 30 rute perjalanan dengan 20 rute antar jemput sekolah.
"Kalau koki pulang harus memikirkan apa yang harus dipersiapkan besok. Kalau jadi sopir bus tidak. Selesai kerja tidak ada lagi yang dipikirkan."
Dalam penjelasannya, Charles tidak menyesal pendapatan yang ia peroleh yang bisa mencapai $AUD 100.000 atau sekitar 955 juta rupiah per tahun sebagai sopir bus.
Ia pun tidak menyesalkan pendapatan yang bisa mencapai $AUD 100,000 (Rp 955 juta rupiah) per tahunnya sebagai sopir bus.
Charles berujar besarnya angka pendapatan yang ia peroleh pada umumnya adalah untuk sopir bus yang suka mengambil waktu lembur.
"Gaji per jam (rate) [menjadi sopir bus] lebih bagus dibandingkan kerja di dapur. Kalau ditawari bekerja melebihi waktu, rate nya jadi dua kali lipat." ujar Charles.
Tantangan di jalan
Pendapatan sebesar $AUD 80 ribu (Rp 764 juta) per tahun yang Rita dapatkan ini menurutnya memberi tantangan tersendiri.
Ibu dua anak ini menjelaskan bahwa tantangan tersebut muncul pada masa awal saat ia bekerja.
Menurutnya, ia harus menyesuaikan diri dengan teknik mengemudi bus yang merupakan kendaraan besar.
"Menjadi sopir bus paling susah adalah saat awal di mana harus punya mental yang besar membawa kendaraan berat," kata perempuan 39 tahun itu.
"Dan melatih kemampuan kami memutar di roundabout, belok di sudut yang sempit, parkir mundur dan mengendalikan rem supaya bisa berhenti tepat waktu tanpa membuat penumpang terjatuh."
Tak hanya itu, tantangan lain bagi Rita juga termasuk diharuskan untuk mempelajari rute bus yang cukup banyak.