Titik Panas Kebakaran Hutan Masih Tinggi, BMKG: Musim Hujan Diprediksi Mundur

BMKG memprediksi musim hujan akan mengalami kemunduran 10 hingga 30 hari dari periode semestinya.


zoom-inlihat foto
kabut-asap-makin-parah.jpg
TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Petugas BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Sumatera Selatan mencoba memadamkan api kebakaran lahan di kawasan Kabupaten Ogan Ilir, Selasa (11/9/2019). Kebakaran lahan yang meluas dibeberapa titik di Kawasan Sumatera Selatan membuat kualitas udara kota Palembang memburuk.TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Musim hujan diprediksi akan mengalami kemunduran 10 hingga 30 hari dari periode semestinya.

Hal itu dinyatakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui situs resminya.

Seperti dilansir oleh ABC,  (17/9/2019), masih tingginya jumlah titik panas di Sumatera dan Kalimantan, berpotensi mengundang bencana kabut asap lanjutan.

Baca: Api Kebakaran Hutan Mulai Masuk Wilayah Rehabilitasi, Nasib Orangutan Terancam

Setidaknya dalam 4 minggu terakhir, terdapat sekitar 264 kilo hektar lahan di Indonesia yang terdampak aktivitas deforestasi.

Analisa BMKG Indonesia terkait tingkat kerentanan lahan terhadap peristiwa kebakaran masih akan tinggi hingga 21 September 2019.

Kondisi tersebut berlaku di beberapa pulau dan provinsi di negara kepulauan ini.

"Berdasarkan analisa kondisi cuaca, tingkat kemudahan terbakar hingga tanggal 21 September masih sangat mudah terbakar di sebagian wilayah Sumatera, yakni Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalimantan yakni Kalbar (Kalimantan Barat), Kalteng (Kalimantan Tengah), Kalsel (Kalimantan Selatan), Kaltim (Kalimantan Timur), Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi," kata Humas BMKG, Dwi Rini Endrasari, kepada awak media (17/9/2019).

BMKG menilai kebakaran hutan lebih parah pada tahun ini, yang salah satunya, berpangkal dari sebab mundurnya musim hujan.

"Kondisi ini terjadi karena sebagian besar wilayah Indonesia masih mengalami musim kemarau."

"Secara umum, musim kemarau diprediksi masih berlangsung sampai dengan bulan Oktober 2019," kata Dwi Rini.

BMKG juga memprediksi awal musim hujan akan masuk pada Oktober di beberapa wilayah di indonesia.

"Jadi baru masuk awal musim hujan pada Oktober di sebagian besar Sumatera dan Kalimantan, November dan Desember di Jawa, Bali, Sulsel (Sulawesi Selatan), Merauke (Papua)," imbuh Dwi Rini.

Dwi Rini menambahkan bahwa puncak musim hujan, kata BMKG, juga diprediksi terjadi pada bulan Januari dan Februari tahun 2020.

 

Baca: Polda Sumatera Selatan Tetapkan Tersangka Kebakaran Hutan dan Lahan, 5 Perusahaan dan 218 Orang

Titik Panas Deforestasi

Berdasarkan hasil pemantauan citra Satelit Himawari-8 dan analisis Geohotspot BMKG, akumulasi jumlah titik panas yang terdeteksi pada minggu lalu mencapai ribuan.

Terpantau ada 1.231 titik di wilayah Sumatera.

Sementara di Kalimantan terpantau 1.865 titik.

Di Semenanjung Malaysia 412 titik, dan di Serawak- Sabah 216 titik.

Analisis lain (seperti dilaporkan ABC) mengatakan, kabut asap yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan dapat terpantau dari sistem deteksi berbasis satelit atau yang dikenal GLAD alert.

Sistem ini mampu mendeteksi deforestasi atau hilangnya wilayah hutan dengan skala detil dalam waktu yang hampir bersamaan.

Tercatat ada 3,436,826 titik deforestasi selama 4 minggu terakhir di Indonesia.

Jumlah tersebut memengaruhi sekitar 264 kilo hektar lahan yang sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.

Angka Kebakaran Hutan Menurun

Kendati terdapat tiga juta titik deforestasi, namun angka jumlah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia sejak awal tahun dilaporkan justru menurun.

Global Forest Watch, sebuah inisiatif daring berbasis satelit menyatakan terdapat sekitar 7200 kebakaran hutan di Indonesia dari bulan Januari lalu.

Jumlah ini dilaporkan menurun drastis bila dibandingkan 19.600 kebakaran di tahun 2015 dalam periode yang sama.

Usaha Pencegahan

Presiden Indonesia Joko Widodo kembali menekankan pentingnya langkah pencegahan.

Hal itu disampaikannya dalam kunjungannya ke lokasi kebakaran hutan dan lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Riau (17/9/2019), 

Jokowi menyadari penanganan terhadap titik api yang terlanjur meluas, mengakibatkan usaha meminimalisir kabut asap parah seperti sekarang ini tak mudah dilakukan.

"Pencegahan itu lebih efektif. Pencegahan itu tidak membutuhkan biaya banyak. Lebih efektif."

"Tapi kalau sudah kejadian seperti yang kita lihat sekarang ini, sudah kerja yang luar biasa (sulitnya)," kata Presiden.

Pemerintah Indonesia juga mengklaim telah melakukan berbagai upaya pemadaman.

Dilaporkan sebanyak 52 pesawat pemadam dan 5600 petugas tambahan sudah dikerahkan, namun api juga belum padam sepenuhnya.

"Apalagi di daerah gambut seperti sekarang ini. Lebih sulit lagi. Kelihatan sudah padam, tapi api di bawahnya masih menganga," sebut Jokowi.

Kepolisian Tetapkan 23 Orang dan 1 Perusahaan sebagai Tersangka

Kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) pemicu kabut asap, Polda Sumatera Selatan tetapkan 23 tersangka, Jokowi sebut lakukan segala upaya hingga salat minta hujan.

Polda Sumatera Selatan telah menetapkan 23 orang tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap.

Satu di antara 23 orang tersebut diketahui sebagai pelaksana lapangan yang bekerja di perusahaan PT BHL di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Sementara, 22 tersangka lainnya berasal dari Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan Kombes Supriadi mengatakan, berkas penyidikan 17 tersangka akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan.

Kemudian berkas yang ada bakal dibawa ke pengadilan.

"Yang dari PT BHL adalah pelaksana lapangan.

Untuk 22 yang lain adalah masyarakat biasa," kata Supriadi, Selasa (17/9/2019), dikutip dari Kompas.com.

Supriadi mengatakan, dalam proses pemeriksaan tersangka pembakaran lahan, penyidik sempat mengalami kesulitan.

Sebab, para pelaku beraksi ketika melihat kondisi sepi, sehingga jumlah saksi yang melihat aksi pembakaran sangat sedikit.

"Mereka setelah membakar lalu kabur, sehingga kita kesulitan untuk mencari pelakunya.

Yang ditetapkan tersangka rata-rata tertangkap tangan waktu sedang membakar,"ujar Supriadi.

Dari hasil pemeriksaan, para tersangka membakar lahan karena ingin memperluas lahan perkebunan mereka yang hampir rata-rata memiliki luas sekitar 2 hektare per orang.

Namun, upaya dengan cara membakar tetap salah, karena berdampak kepada perusakan lingkungan.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan kota Palembang meliburkan sekolah dari tingkatan pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menangah pertama (SMP), akibat terpapar kabut asap.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang Ahmad Zulinto mengatakan, untuk sementara waktu sekolah yang diperbolehkan meliburkan anak didiknya yakni yang berdekatan dengan kabupaten terdekat lokasi kebakaran.

Kawasan yang dekat dengan titik api seperti Alang-alang Lebar dan Kertapati.

"Untuk yang tidak terkena dampak masih tetap belajar di sekolah seperti biasa.

Hanya saja, kalau sekolah yang terkena kabut asap diizinkan untuk meliburkan," kata Zulinto, Selasa.

Dampak kabut asap diduga menyebabkan seorang bayi berusia empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal dunia akibat mengalami infeksi paru-paru.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved