Kisah Narapidana ISIS Asal Australia: Mengaku Direkrut dalam Acara Amal & Diizinkan Tentara Turki

Seorang narapidana ISIS asal Australia Jamil Ahmad Shqeir mengaku direkrut dalam acara amal untuk bergabung menjadi kombatan ISIS di Suriah


zoom-inlihat foto
jamil-ahmad-shqeir.jpg
North Press Agency
Narapidana anggota ISIS asal Australia, Jamil Ahmad Shqeir


TRIBUNNEWSWIKI.COM -  Jamil Ahmad Shqeir, salah seorang narapidana kelompok teroris ISIS asal Australia menuturkan alasannya bergabung dengan militan ekstrim tersebut.

Pernyataan Jamil kepada ABC, Senin, (16/9/2019), mengaku bergabung dengan konflik di Suriah setelah diyakinkan dalam suatu acara amal pada tahun 2013.

"Saat itu di Australia, isu tentang Suriah jadi pembicaraan dimana-mana. Semua orang bicara tentang Suriah," kata Jamil.

Saat ini, Jamil berada dalam tahanan Kurdi di Suriah.

Jamil merupakan salah satu dari sekitar tujuh orang anggota ISIS asal Australia yang kini mendekam dalam penjara Kurdi di barat laut Suriah.

North Press Agency yang dikutip ABC, telah melakukan wawancara dengan empat orang di antaranya dan mempublikasinya.

Berbeda dengan kombatan lainnya, Jamil justru tidak menyangkal bahwa dirinya adalah kombatan ISIS.

Ikut Tergerak

Sempat diwawancara oleh TV lokal setempat, Jamil menyatakan bahwa pada tahun 2013, dirinya mudah masuk ke Suriah untuk terlibat dalam konflik.

"Banyak orang yang membantuku masuk. Saya waktu tak mau hanya duduk berpangku tangan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Jamil mengaku tergerak hatinya untuk ikut bertindak saat mendengar semua ceramah di masjid-masjid.

Semua ceramah yang dia dengar di masjid-masjid, berbicara tentang Suriah.

"Saya malah tidak ikut-ikutan demo soal Suriah di Australia. Saya justru datang ke acara amal," ujar Jamil.

Jamil tercatat meninggalkan Australia pada awal tahun 2013.

Selanjutnya, Jamil bergabung dengan kelompok Jabat al Nusra.

Belakangan, ia pindah ke ISIS karena mengaku setuju dengan tujuan ISIS untuk mendirikan apa yang disebut "Kekhalifahan Islam".

"Itu yang menarik banyak orang," kata Jamil.

Masuk Suriah

Pernyataan Jamil yang dikutip ABC dari kantor berita North Press Agency, ia mengaku diperbolehkan masuk ke Suriah oleh para tentara Turki setelah tahu tujuannya untuk melawan Pemerintahan Assad.

"Mereka menghentikan kami di perbatasan dan memeriksa mobil kami," kata Jamil

"Para tentara Turki menggeledah barang-barang kami. Mereka bilang, jika kami ingin menentang Bashar al Assad, silakan saja," ujar Jamil.

Ketika pemimpin ISIS mengetahui bahwa dirinya dapat berbicara berbahasa Inggris, Jamil mengaku ditugaskan untuk melatih para kombatan asing.

Namun demikian, Jamil mengatakan tidak pernah melihat langsung pemimpin ISIS.

Berkomentar terkait penindasan suku Yazidi, Jamil mengaku tidak tahu adanya pemerkosaan terhadap kaum wanita dari suku Yazidi.

"Saya jauh dari komunitas itu dan sama sekali tak terlibat memperjual-belikan orang Yazidi. Saya tidak tahu dan belum pernah membeli wanita Yazidi," kata Jamil.

Selain itu, Jamil juga sama sekali tidak meminta untuk dipulangkan ke Australia dan menjalani hukuman di sana.

"Saya tidak mengerti soal hukuman di Australia. Tapi meminta pulang itu sesuatu yang memalukan bagi saya," katanya.

Kisah Hayfa Adi yang Diculik ISIS dan Diperdagangkan

Hayfa Adi menceritakan kesaksiannya saat diculik oleh kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS)

Selama lebih dari dua tahun ia dipukuli, diperkosa, dan diperdagangkan di antara sesama militan ISIS.

Hayfa Adi dan keluarganya adalah bagian dari komunitas Yazidi di Australia yang berhasil kabur dari kamp ISIS di Suriah.

Laporannya kepada ABC News Australia, Selasa, (10/9/2019), Hayfa menceritakan pengalamannya saat ditangkap dan menjadi budak perdagangan manusia di Irak dan Suriah.

"Mereka membeli kami seolah-olah kami adalah domba. Persis seperti domba," ungkap Hayfa.

Hayfa menuturkan bahwa ia dan perempuan Yazidi lainnya ditangkap, sementara para suaminya dibawa ke suatu tempat.

Saat dibawa ke suatu bangunan kosong, mereka menyuruh Hayfa dan suaminya beserta para komunitas Yazidi untuk masuk Islam

"Mereka menyuruh kami untuk masuk Agama Islam. Tidak ada yang mau masuk Islam. Setelah itu mereka membawa para pria (termasuk suaminya). Kami tak tahu ke mana mereka membawanya", ungkap Hayfa

Lebih jauh lagi, Hayfa Adi menceritakan bagaimana ia berhasil selamat dan kemudian membangun kembali kehidupan keluarganya di daerah Queensland Tenggara, Australia.

Kendati demikian, ia masih mencari tahu keberadaan dan kabar suaminya, Ghazi Lalo.

Ketika suaminya diculik, anak mereka yang pertama masih balita.

"Dia ingat ayahnya dan terus bertanya, 'Bu, kapan ayah kembali?'," tutur Hayfa.

Sedangkan anaknya yang paling muda tidak pernah mengenal ayahnya, karena dilahirkan di kamp penangkapan dan markas ISIS.

"Tak mengetahui sesuatu adalah hal yang "sangat berat, sangat memberatkan bagi kami semua", kata Hayfa.

"Dia (anaknya) mirip seperti ayahnya, matanya, mulutnya. Saat aku liat dia (anaknya), aku merasa suamiku bersamaku kembali", kata Hayfa.

Kami hanya berusaha mencari jalan untuk bertahan hidup.

Sudah lima tahun lamanya sejak keluarga Hayfa hancur karena tindakan genosida ISIS terhadap orang-orang Yazidi di Irak utara dan Suriah.

Dilaporkan oleh ABC, sekitar 7.000 (tujuh ribu) anggota etnis dan agama yang minoritas di sana dibunuh, sementara 3.000 (tiga ribu) lainnya hilang.

Dituturkan olehnya saat penangkapan terjadi, ia sedang hamil tua dan berada di Desa Kocho, tempat di mana ia, suami, dan, putra pertamanya tinggal.

"Saya sudah menyiapkan makan siang untuk" katanya.

"Sekitar tengah hari, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu."

"Paman dari suami saya berlari ke arah kami sambil berkata, 'ISIS ada di Kocho'."

Kelompok ISIS tersebut kemudian menggiring 1.200 penduduk kota menuju sebuah bangunan sekolah setempat.

Di bangunan sekolah setempat ini, para warga disuruh masuk Islam, namun tidak ada yang mau.

Kemudian berdasarkan kesaksiannya, para suami dibawa ke suatu tempat tertentu.

Hayfa menerima laporan dari saksi mata, menurutnya para pria tersebut dibawa pergi dan ditembak.

Terlepas dari kebenaran laporan yang ia dapatkan, Hayfa tetap yakin pada harapannya bahwa ia akan melihat suaminya kembali sedia kala dan bahagia dalam hidupnya.

Pada suatu hari di bulan Agustus 2014, sesuai penuturan Hayfa kepada ABC, selama lebih dari dua tahun ia bersama dengan para perempuan Yazidi (suatu kelompok dengan gabungan ajaran Syiah dan Sufi Islam) diperdagangkan di antara para militan ISIS di Irak dan Suriah

Diakui olehnya bahwa ia diperjual belikan sekitar 20 kali.

"Banyak orang membawa saya, menyiksa saya, memukul saya," ungkap Hayfa.

Ditutukan olehnya, ia sempat berontak terhadap kelompok yang menawannya kapanpun ia punya kesempatan

Ia juga sempat menolak perintah mereka untuk membuka pakaiannya saat ditawarkan ke calon pembeli

"Saya menolak untuk menunjukkan tubuh saya kepada mereka," katanya.

"Kami harus menunjukkan tangan kami"

"(Berkulit) putih dianggap baik. Dan mereka akan melihat apakah rambut kami indah dan panjang."

Hayfa menuturkan bahwa dirinya berulang kali diperkosa.

Ia mengaku ketakutan terbesarnya adalah kehilangan anak-anaknya.

"Mereka mengambil putra pertama saya selama satu bulan karena saya tak mau tidur dengan penculik saya," kata Hayfa.

"Mereka mengikat tangan dan kaki saya, menutup mata saya dan menyumbat mulut saya. Mereka memukul saya dan membuat saya terkunci di sebuah ruangan."

Agar anak-anaknya selamat, Hayfa mengaku rela tidur bersama penculiknya.

"Saya membiarkan mereka tidur bersama saya supaya saya bisa mendapatkan anak saya kembali."

Pada suatu waktu mertua (orangtua dari suaminya) membayar seorang penyelundup untuk membeli dirinya.

Pembelian dirinya adalah pembelian kebebasannya.

Akhirnya, Hayfa dan putra-putrinya berhasil melarikan diri dari kamp ISIS.

Mereka (Hayfa dan anak-anaknya) tiba di Toowomba, Queensland, Australia, dengan menggunakan visa kemanusiaan pada tahun lalu (2018).

Komunitas Yazidi di Australia telah mencapai lebih dari 800 orang.

Ia bercerita bahwa di Australia, dua anaknya dapat belajar di taman kanak-kanak dan sekolah setempat.

Sementara, Hayfa belajar bahasa Inggris di TAFE (semacam sekolah kejuruan)

"Saya sangat nyaman di sini bersama anak-anak saya," kata Hayfa.

"Yang paling penting adalah kehidupan anak-anak saya, bukan hidup saya. Dan tentu saja jika suami saya kembali, hidup saya akan benar-benar indah."

Baca: Kisah Hayfa Adi, Imigran Australia yang Diculik ISIS, Suaminya Dihilangkan

Baca: Fakta Penyerangan Polsek Wonokromo : Diduga Simpatisan ISIS, Jual Makaroni Goreng, Warga Tak Curiga

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved