TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Ketiga RI, Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie, telah berpulang ke Rahmatullah di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/9/2019) sekitar pukul 18.08 WIB.
Presiden Joko Widodo yang langsung ke RSPAD Gatot Subroto sudah menyatakan berbelasungkawa atas berpulangnya BJ Habibie.
Sedikit menengok ke belakang, BJ Habibie menjabat Presiden RI memang cuma setahun.
Namun, dalam setahun itu, ada prestasi luar biasa yang hingga kini masih dinikmati, yakni dibukanya kran kebebasan pers.
Seorang warganet menulis dalam linimasanya di Facebook sosok Habibie menghadapi gentingnya bangsa ini.
Warganet bernama Muhammad Toha menulis sekelumit drama detik-detik BJ Habibie dilengserkan oleh MPR dalam Sidang Istimewa, tanggal 14 Oktober 1999 silam.
Ketua MPR saat itu, Amien Rais, menyatakan tidak menerima laporan pertanggungjawaban Habibie.
Baca: BJ Habibie Tutup Usia, Jokowi, Prabowo, hingga Fadli Zon Tuliskan Ucapan Belasungkawa
Baca: BJ Habibie Meninggal Dunia, Ini Profil Lengkapnya: Di Jerman Jadi Direktur MBB Hamburg
Berikut kutipan lengkap postingan Muhammad Toha dalam linimasanya:
B.J. Habibie
Negeri ini pernah menghina-dinakan dirinya laiknya pendosa tak terperi.
Di gedung terhormat yang diisi oleh para orang-orang terhormat, dia dipermalukan seperti begal tak berharga.
Pada 14 Oktober 1999 silam, di Sidang Istimewa MPR, hari itu B.J Habibie sebagai Presiden yang menjabat pasca lengsernya Soeharto, memasuki ruang sidang istimewa MPR yang dipimpin oleh Amien Rais sebagai ketuanya.
Adalah kelaziman protokoler, apabila seorang presiden memasuki ruangan, maka seluruh hadirin menyambutnya dengan berdiri.
Tetapi di layar tivi yang menyiarkan acara ini ke seantero nusantara, pemirsa menyaksikan bagaimana selangkah setelah kaki Habibie memasuki ruangan sidang, gedung MPR tiba-tiba bergemuruh dengan suara: Huuuuuuuuuuuuu berkepanjangan!
Koar itu bergema dari mulut hampir seluruh peserta sidang, dan ditimpali pula oleh teriakan ejekan dari beberapa lintir orang.
Di tivi, Habibie melangkah ringan menuju samping podium dengan tetap melempar senyum lebar ke arah para anggota majelis, yang sebagian tak beranjak dari duduknya.
Cemohan itu baru berhenti setelah Habibie menempati tempat duduknya.
Habibie disidang seperti pesakitan!
Cukup sampai di situ?
Tidak!
Hinaan dan cemoohan itu justru berlanjut manakala Habibie berdiri di podium kenegaraan, untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban presiden.
Hampir sejam Habibie menyampaikan pidato yang berisi keberhasilan Indonesia yang mampu entas dari keterpurukan ekonomi dan politik pascatumbangnya Soeharto, tapi tak sekalipun applause tepuk tangan menyambut pidatonya.
Justru, berulang kali pidatonya terinterupsi oleh suara gaduh dan teriakan, yang tak sekalipun ditegur oleh pimpinan sidang.
Sementara anggota yang tak gaduh dan berteriak, lebih memilih lelap dan tertidur.
Puncaknya ketika pada 20 Oktober 1999, palu sidang yang diketok Amien Rais, menyatakan secara bulat penolakan pertanggungjawaban Habibie sebagai presiden.
Artinya; Habibie dianggap tak becus mengemban amanat sebagai presiden, dan kerja kerasnya memulihkan keterpurukan Indonesia, tak dianggap punya nilai apa-apa.
Bagi pria kelahiran Pare-pare ini, cemoohan dan hujatan sejatinya tak pernah membuatnya risau.
Sebab nyaris tiap kesempatan selama setahun lebih menjadi Presiden, dirinya tak pernah lepas dari hujatan.
Pria yang kala senggang jarinya tak pernah lepas dari tasbih ini, memaklumi hujatan itu sebagai eforia kebebasan pascareformasi.
Tetapi, tatkala kerja keras dan segala daya upayanya dicampakkan sebagai hal yang tak bernilai, B.J Habibie tak mampu menutupi kesedihan hatinya.
Di malam hari setelah MPR menolak pertanggungjawabannya, Habibie menyampaikan pidato yang secara tersirat hendak pamit dari hiruk pikuk dunia politik Indonesia.
Dia hendak menepi serta menarik diri dari segala tetek bengek politik dan kekuasaan.
DanIndonesia kini benar-benar menyaksikan bagaimana setelah meletakkan jabatannya sebagai presiden, Habibie tak sedikitpun tergiur untuk kembali ke dunia politik dan kekuasaan.
Tatkala beberapa mantan pejabat begitu sulit melepaskan diri dari post power syndrome alias sindrom ingin berkuasa kembali, Habibie justru tetap hening dan tak terpancing untuk tampil kembali.
Habibie memang berhasil menepi dan menarik diri..tetapi beliau tidak bersemedi.
Di hari tuanya sepeninggal Ibu Ainun, beliau masih tetap berkontribusi bagi negeri dengan begitu banyak sumbangsih ilmu dan terobosan teknologi. Habibie memilih menjadi guru bangsa dan teladan abadi, kendati negeri ini pernah mencaci maki dan menghinanya.
Selamat jalan Professor Habibie..Doa tulus dari kami anak negeri, semoga tempat terbaik untukmu.
Alfatihah
Postingan Melaney Subono, Cucu Habibie
Mantan Presiden Indonesia ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia pada Rabu, (11/9/2019) setelah dirawat secara intensif.
Kabar tersebut disampaikan oleh Melaney Subono, saudara dari BJ Habibie melalui postingan Instagramnya.
"Eyang ... SAMPAI JUMPA DI KEABADIAN ... Senangnya dah bisa ngelepas kangen sala eyang puteri, bisa berdua dua an lagi...
Kita disini ikhlas asal eyang bahagia —- SELAMAT JALAN —- -
Terimakasih sudah membuat Indonesia jauh lebih baik, terimakasih sudah mengajarkan saya jadi PEJUANG , kalo bahasa eyang “PEMBERONTAK” -
Love you –
Dikutip dari Live Streaming Metro TV, anak BJ Habibie, Thareq Kemal Habibie mengumumkan bahwa BJ Habibie meninggal dunia pukul 18.03 WIB.
“Kami harus dengan sangat berat mengucapkan bahwa ayah saya, Bacharuddin Jusuf Habibie Presiden Republik Indonesia ketiga telah meninggal dunia jam 18.03. Jantungnya dengan sendiri menyerah," kata Thareq Kemal.
Anak BJ Habibi menjelaskan bahwa BJ Habibie meninggal dunia karena penyakit jantungnya.
“Alasan meninggal karena telah menua dan kemarin saya katakan bahwa gagal jantung yang mengakibatkan (meninggal) karena penuaan itu. Organ-organ itu melemah dan tidak kuat lagi maka dari itu jam 18.05 (wafat).” lanjutnya.
Ia juga meminta masyarakat dukungan doa dan pengertiannya.
“Mohon doanya mohon dukacitanya, kami berterimakasih. Mohon Pengertian bahwa kami dalam keadaan berkabung.”
Sempat beredar kabar bahwa BJ Habibie meninggal dunia.
Namun kabar tersebut ditampik pihak keluarga presiden RI ketiga itu.
Kini, keponakan BJ Habibie, Rusli Habibie menyebutkan bahwa seluruh keluarga terdekat sudah dipanggil untuk berkumpul di rumah sakit, Rabu (11/9/2019).
BJ Habibie dirawat di Paviliun Kartika, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Dikutip dari Kompas.com, Rusli Habibie sebelumnya mengatakan anak-anak BJ Habibie telah berada di rumah sakit.
Hal tersebut disampaikannya usai menjenguk secara langsung BJ Habibie.
"Kondisinya seperti kemarin lagi. Semua keluarga sudah dipanggil terutama anak-anak beliau, sudah di tempat," ujar Rusli, saat ditemui di RSPAD Gatot Soebroto.
"Baik Mas Ilham, Mas Thareq sudah ada. Kakak dan adiknya sudah lengkap. Keponakan dan anak cucu sudah dikumpulin tadi," kata Gubernur Gorontalo itu.
Rusli menyampaikan, seluruh keluarga dekat telah diperbolehkan masuk ke dalam ruang perawatan.
Ia juga meminta agar rakyat Indonesia mendoakan kesehatan BJ Habibie agar lekas sembuh.
"Saya minta semua rakyat Indonesia untuk doakan kesehatan beliau. Tadi juga Pak Akbar Tandjung (mantan Ketua DPR) pimpin doa. Ada keluarga yang lagi mengaji. Keluarga sudah kumpul semua," kata dia.
BJ Habibie menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto sejak 1 September 2019.
Suami mendiang Ainun tersebut dirawat di ruangan Cerebro Intensive Care Unit (CICU) Pavuliun Kartika.
Sebelumnya, Ketua Tim Dokter Kepresidenan (TDK) Prof dr Azis Rani dalam keterangan resminya menyebutkan BJ Habibie ditangani tim dokter spesialis dengan berbagai bidang keahlian, seperti jantung, penyakit dalam, dan ginjal.
"Dalam perawatan sekarang diperlukan pengobatan yang komprehensif, mencakup berbagai gangguan organ yang terjadi," ujar dr Azis Rani.
Terkait kondisi saat ini, dr Azis Rani mengatakan BJ Habibie masih berada dalam pengawasan ketat dan harus banyak beristirahat.
"Mohon doa dari semua pihak agar beliau segera diberikan kesembuhan dan kesehatan sehingga dapat beraktivitas kembali," kata dia.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Saradita Oktaviani)