TRIBUNNEWSWIKI.COM - Seorang pengendara sepeda motor tak terima ditegur saat melewati trotoar yang khusus ditujukan bagi pedestrian.
Sang pengendara sepeda motor di trotoar itu marah dan menyerang orang yang menegurnya.
Pengendara sepeda motor ini ditegur karena sempat menyerempet anak-anak yang sedang berada di trotoar tersebut.
Adegan ini tampak jelas dalam sebuah video yang lagi viral.
Seorang perempuan yang diduga ibu dari anak yang tertabrak tersebut pun juga memperingatkan si pengendara sepeda motor kalau trotoar bukanlah jalan raya.
Baca: TERBARU, Polisi Temukan 113 Video di Hape Rayya Aktor Video Vina Garut: Hampir Semua Video Rayya Ada
Baca: Viral, Video Wanita Emosi Labrak Penumpang KRL Lain karena Tak Terima Dipanggil Nenek
"Wajar anak saya lari-lari, ini trotoar bukan jalan raya," kata sang ibu sambil menenangkan dua anaknya.
Tampak juga seorang ibu tua menenangkan anak perempuan balita yang tengah menangis.
Setelah sempat berhenti, pengendara itu pun lantas kembali memacu motornya namun tetap melewati trotoar.
Apa sih mas. Mas udah tahu ini trotoar lo mas," tegur pria yang merekam video tersebut.
Tiba-tiba ketika mendekati si perekam yang memperingatkannya, ia justru menyerang si perekam video dengan menampar kamera dan memacu motornya.
"Kalau berani kantor Polisi mas," ujar pria yang tetap merekam si pengendara dalam video tersebut.
Baca: Ramalan Kartu Tarot Minggu Ini Menurut Zodiak: Perubahan Besar Cancer, Taurus Dengarkan Suara Hati!
Baca: Fakta Banyuwangi dan Bondowoso Dua Desa yang Dikabarkan Sebagai Lokasi KKN Desa Penari
Namun si perekam sempat mendapatkan angle gambar plat nomor pelaku.
Penelusuran Wartakotalive.com, peristiwa tersebut twerjadi di trotoar Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, tepatnya di sebelah pusat belanja Sarinah, atau seberang Djakarta Theater.
Akun Twitter @trotoarian pun ikut melaporkan si pelaku dengan menyebarkan nomor plat kendaraannya dan memention beberapa akun pemerintah DKI Jakarta.
Laporan ini pun ditanggapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui balasan tweet yang ada.
Anies Baswedan Bilang Semua Trotoar Bisa Dipakai PKL, Koalisi Pejalan Kaki: Mau Pakai Aturan Mana?
KOALISI Pejalan Kaki mengajak Pemprov DKI Jakarta membedah payung hukum dalam memberi izin pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar.
Mereka menganggap ada perspektif yang berbeda mengenai UU dalam memberi izin PKL berjualan.
“Ayo duduk sama-sama obrolin dan bedah, aturan mana yang akan dipakai?” Kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).
Baca: Tanggapan Komnas HAM saat Paspor Veronica Koman akan Dicabut: Itu Pelanggaran Hukum
Alfred mengatakan, organisasinya tetap meminta agar DKI mengedepankan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Aturan itu menjelaskan mengenai hak pejalan kaki atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar.
Namun, DKI bakal membuat roadmap untuk menata PKL di trotoar.
Alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyusun roadmap, karena mengacu pada aturan yang dikeluarkan kementerian dan UU.
Misalnya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Aturan itu dikeluarkan mengacu pada Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Baca: Usai Beraksi, Teroris Penembakan Selandia Baru Sempat Bertanya, Berapa Banyak yang Saya Bunuh?
Anies Baswedan juga berpedoman pada pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Dan, Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
“Sekarang gini, makanya sebaiknya kembali lagi ke asal. Mau pakai peraturan yang mana? UU Lalu Lintas atau tidak?” Tanya Alfred.
Menurut dia, pembahasan mengenai payung hukum perlu dilakukan untuk menghindari potensi kesalahan terhadap aturan pemerintah daerah dengan ketentuan di atasnya.
Apabila ini dibiarkan, dikhawatirkan bisa terjadi kesalahpahaman antara aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat dengan daerah.
“Jadi kita di jalan raya itu rujukannya UU Lalu Lintas atau UU yang lain?"
"Kalau bicara ruang ya semua juga ruang, tapi ini kan ada eksplisit mengenai UU Lalu Lintas,” ulasnya.
Baca: Polisi: Nikita Mirzani Bukan Informan, Elza Syarief: Saya Kan Tidak Menuduh, Cuma Mengimbau
Baca: PENGAKUAN Freddy Siauw, Kakak Ustaz Felix Siauw yang Mualaf: Lakukan Ini pada Felix: Nyesel Banget
Menurut dia, trotoar merupakan bagian dari jalan raya, sehingga pedoman mengenai penataan trotoar yang pas adalah UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kata dia, polisi memberikan sanksi tilang kepada pengendara yang melintas di trotoar juga karena mengacu pada UU tersebut.
Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya tengah menyusun roadmap untuk menata PKL berjualan di trotoar.
Di kota maju di dunia, pemerintah setempat menjadikan trotoar sebagai sarana kegiatan lain seperti seni, budaya, komersial dan sebagainya.
Anies Baswedan meminta kepada sebagian masyarakat agar tidak alergi terhadap PKL, karena pemerintah harus bersikap adil bagi warganya.
“Tentu keberadaan itu tanpa menghilangkan fungsinya untuk pejalan kaki,” paparnya.
Sebelumnya, Koalisi Pejalan Kaki menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dianggap melegitimasi para pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar.
Mereka menantang Anies Baswedan selaku pejabat berwenang di DKI, mengizinkan PKL berjualan di trotoar depan Istana Presiden, maupun kementerian di wilayah setempat.
“Kalau Pak Gubernur mau bikin trotoar menjadi multifungsi, di trotoar Istana saja tuh sekalian."
"Kan beliau punya wewenang. Di depan kementerian dan kedutaan besar juga bisa,” kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitourus saat dihubungi wartawan, Kamis (5/9/2019).
Hal itu disampaikan Alfred untuk menanggapi pernyataan Anies Baswedan yang memberi kesempatan kepada PKL berjualan di trotoar.
Alfred meminta Pemprov DKI Jakarta mementingkan keselamatan pejalan kaki di jalan raya.
Baca: Ini Permintaan Terakhir Bocah Fathir Ahmad yang Meninggal Setelah Di-Bully: Tangkap Iqbal Mamah!
Baca: Deretan Fakta Bocah 2 Tahun Tewas Disiksa Ayah Tirinya, Dipukul hingga Disulut Rokok
Jangan sampai upaya pemerintah dalam mengakomodir PKL demi perekonomian rakyat, justru mengorbankan pejalan kaki.
“Kalau mikir demi kebutuhan hidup, ya maling juga begitu. Jadi kalau ketangkap dan ditanya kenapa maling, mereka pasti ngakunya demi kebutuhan hidup,” ucapnya.
Menurut Alfred, pejalan kaki di Jakarta banyak yang melintasi pinggir jalan raya karena trotoar diserobot PKL.
Akibatnya, pejalan kaki ada yang kesenggol bahkan keserempet pengendara yang melintas di jalan raya.
“Enggak dikasih izin gubernur saja kondisinya sudah seperti itu (banyak PKL di trotoar), ya akhirnya dilegitimasi trotoar (untuk PKL) di Jakarta (untuk PKL),” tuturnya.
Meski demikian, Alfred mengaku pihaknya tidak anti terhadap para PKL untuk mengais rezeki di Ibu Kota.
Namun, kata dia, pemerintah daerah harus mengedukasi para PKL mengenai aturan dalam menggelar lapak dagangannya.
“Tapi kita juga harus mengajarkan mereka di mana tempat yang memang tidak melanggar hukum dan di mana yang memang melanggar hukum,” bebernya.
Sebelumnya, Anies Baswedan menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Pasal 25 ayat 1 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, kedaluwarsa.
Sebab, katanya, putusan itu dikeluarkan setelah pedagang kaki lima (PKL) di trotoar Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dipindahkan ke Skybridge atau jembatan multiguna.
“Keputusan MA itu kedaluwarsa, karena waktu itu kan jalan di Jatibaru dipakai untuk pedagang,” katanya di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019).
Menurut Anies Baswedan, pemanfaatan trotoar sebagai lapak pedagang sifatnya hanya sementara, karena mengacu pada Pasal 25 ayat 1.
Aturan itu mengatur kewenangan Gubernur DKI Jakarta dalam memberikan izin trotoar dan jalan sebagai tempat usaha pedagang.
Setelah pembangunan Skybridge rampung, maka pedagang langsung direlokasi di atasnya.
“Jadi, pedagangnya sudah naik ke atas dan tidak ada lagi yang berjualan di trotoar."
"Setelah itu keluarlah keputusan melarang berjualan di saat sudah tidak ada yang berjualan di jalan,” ujar Anies Baswedan.
Dia menambahkan, sebetulnya sejak beberapa pekan lalu dia enggan menanggapi persoalan ini.
Sebab, putusan tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi yang ada di lapangan.
Kata Anies Baswedan, putusan MA itu bukan melarang PKL berjualan di trotoar.
Namun, mencabut kewenangan gubernur dalam mengatur pengguna jalan dari para pedagang.
“Keputusan itu tidak berefek pada Jatibaru, karena keputusannya muncul ketika (trotoar) Jatibaru sudah tidak digunakan pedagang."
"Sebenarnya saya enggak mau bahas, cuma karena pemahamannya dianggap melarang berjualan di trotoar."
"Jadi itu (larangan) tidak ada, dan keputusan MA bukan melarang,” terang Anies Baswedan.
Hal ini dikatakan Anies Baswedan saat menanggapi putusan MA yang memenangkan gugatan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana dan Zico Leonard.
Mereka menggugat Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pasal 25 ayat 1, tentang kewenangan Gubernur DKI Jakarta memberikan izin trotoar dan jalan sebagai tempat usaha PKL.
Putusan MA tersebut mengamanatkan Perda Nomor 8 Tahun 2007 pasal 25 ayat 1 tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak berlaku.
Anies Baswedan menjelaskan, seluruh trotoar di Indonesia sebetulnya bisa dipakai untuk berjualan, namun ada aturannya.
Ketentuan ini harus dipatuhi agar keberadaan pedagang tidak menyulitkan pejalan kaki yang melintas.
“Aturan-aturannya banyak dan memang mengizinkan, dan itu berlaku di seluruh Indonesia."
"Emang enggak boleh trotoar dipakai untuk berjualan? Se-Indonesia tuh (aturannya),” ungkap Anies Baswedan.
Meski pasal 25 ayat 1 Perda Nomor 8 tahun 2007 dibatalkan, Anies Baswedan berdalih ada payung hukum di atas Perda yang mengatur pedagang berjualan di trotoar.
Misalnya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Aturan itu dikeluarkan mengacu pada Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Selain itu, Anies Baswedan juga berpedoman pada Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM.
Juga, Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Serta, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012, dan Peraturan Gubernur DKI Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.
“Kesimpulannya, PKL diperbolehkan berada di trotoar selama mengikuti Permen PU. Nah, ini yang kemudian menjadi rujukan bagi kami,” terang Anies Baswedan.
Karena itu, Anies Baswedan menilai satu pasal di Perda yang dibatalkan itu bukan berarti pemerintah langsung tidak mengizinkan pedagang berjualan.
Anies Baswedan berpandangan, pembatalan pasal itu dilakukan demi penataan trotoar buat pejalan kaki.
“Sebetulnya banyak dasar hukumnya. Jadi bukan hanya dengan satu pasal itu, kemudian hilang (ditertibkan), tidak."
"Ini jangan dibayangkan satu pasal itu sapu jagat. Tidak. Itu lebih pada pengaturan jalan, karena untuk pengaturan trotoar, rujukan aturannya masih banyak yang lain,” paparnya.
Kata dia, di negara maju seperti di Kota New York, Amerika Serikat, bahkan mengelola trotoar dengan baik untuk para pedagang.
Jenis lapak pedagang yang ada di sana tidak hanya permanen, tapi bersifat mobile.
“Anda lihat di kota-kota besar. Bahkan salah satu kota yang memiliki manual pengelolaan PKL terbaik itu New York, di trotoar."
"Artinya kita itu jangan sampai berpandangan anti pada PKL berjualan, karena memang landasan hukumnya pun ada,” imbuhnya. (*)