Kronologi 3 Siswa SMK Magang Dijual Calo ke Perusahaan Kapal, Hilang 9 Tahun hingga Sekarang

Tiga siswa SMKN Sanden, Bantul, Yogyakarta, hilang sejak sembilan tahun lalu. Tiga siswa itu dikira tengah melakukan PKL, tapi ternyata dijual calo.


zoom-inlihat foto
lucia-martini-menunjukkan-sertifikat-anaknya.jpg
KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO
Lucia Martini Menunjukkan Sertifikat Anaknya Ignatius Leyola Andinta Denny Murdani yang hilang kontak saat Mengikuti PKL di Bali oleh SMK N 1 Sanden, Bantul ditemui di rumahnya Rabu (4/9/2019)(KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)


“Saya ketemunya 2011 habis di pengadilan dengan Pak Riswanto. Nggak pernah koordinasi (Riswanto). Tidak ada komunikasi. Karena HP juga saya rusak, terus hilang kontak. Pak Riswanto juga pergi toh. Kalau sama Pak Joko masih sering mampir," katanya.

Baca: Sinopsis Film The Twilight Saga: Eclipse Tayang di Bioskop TransTV Besok Malam Pukul 21.00 WIB

Sementara itu, orangtua Ginanjar, Joko Priyono mengaku sudah mengikhlaskan anaknya.

Dia dan Riswanto pada awal kasus tersebut sempat ikut mendatangi pihak perusahaan di Bali.

Waktu itu mereka diantarkan oleh pihak kepolisian.

Kedatangan Joko dan Riswanto diterima oleh Ketut Widarba, bagian personalia.

Saat itu ternyata diketahui anak mereka diterima sebagai pekerja, bukan sebagai PKL yang selama ini dikatakan oleh pihak sekolah.

Dia dan orangtua lainnya juga mengaku sudah menerima santunan dari perusahaan tempat anaknya magang sebesar Rp 25 juta.

Saat bertemu, pihak perusahaan juga tidak mengetahui bahwa ketiga korban itu merupakan pelajar.

Mereka mengetahui ketiganya memang pencari pekerjaan.

“Ternyata anak saya di sana dipekerjakan sebagai ABK. Pelakunya Mugiri, sudah ditangkap dan divonis bersalah,” ucapnya.

Baca: Begini Cara Atasi Trauma setelah Mengalami Kecelakaan

“Perusahaan sudah mengerahkan kapal untuk mencari KM Jimmy Wijaya. Namun tidak ketemu. Mugiri yang memalsukan dokumen juga sudah divonis bersalah. Kasus ini sudah lama. Saya anggap ini sebagai musibah. Saya sudah menerima,” ucapnya.

Joko tidak banyak menuntut karena berbagai pertimbangan, dan pelaku pemalsuan identitas pun sudah dihukum.

Hanya saja dia berharap, tidak ada lagi kasus serupa di Indonesia.

“Yang terpenting tidak ada lagi kasus serupa, dan sekolah (SMK N 1 Sanden) sudah berubah,” ucapnya.

Sementara itu Samsiah, ibu Ginanjar mengatakan, sebelum hilang, ia sempat berkomunikasi dengan anaknya.

Terakhir, anaknya mengabarkan sedang berada di laut sekitaran Merauke.

Saat itu, Ginanjar sempat minta dikirim pulsa.

Samsiah yakin anaknya masih hidup.

“Saya yakin masih hidup,” katanya.

Tanggapan pihak sekolah

Kepala SMKN 1 Sanden, Slamet Raharjo mengatakan bahwa ia menjabat kepala sekolah setelah kasus itu selesai pada tahun 2012 lalu.

Ia mengaku kurang begitu paham mengenai kasus tersebut, tetapi sepengetahuannya kasus tersebut sudah selesai dan sudah ada yang divonis bersalah.

“Itu sudah selesai di tingkat pengadilan. Ya, saat itu perusahaannya ada sanksi hukum, terus keluarga dari anak-anak sudah mendapatkan kompensasi, itu yang saya tahu,” katanya.

Menurut Slamet, kepala sekolah sebelumnya yaitu Akhmad Fuadi, sudah pindah ke SMK N 1 Pandak.

Upaya pencarian, sepengetahuan dirinya juga dilakukan mulai dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga Bakamla.

Namun memang para siswa SMK itu belum bisa ditemukan.

Kasus itu pun menjadi bahan evaluasi dan jangan sampai terulang.

Slamet sendiri mengaku tidak berkomunikasi lagi dengan keluarga korban.

Karena setelah menjabat kepala sekolah, urusan tersebut telah terselesaikan.

“Prosesnya sudah selesai, walaupun secara kemanusiaan terus memantau, hilang itu bisa ketemu. Sampai saat ini belum ketemu,” ucapnya.

Baca: Komisi HAM PBB Soroti Situasi di Papua, Pembela HAM Setempat Harus Dilindungi

Disinggung apakah masih berkomunikasi dengan perusahaan di Benoa, Bali, Slamet mengaku tidak ada sejak dirinya menjabat.

Saat ini para siswa SMKN 1 Sanden melakukan PKL di Juwana, Jawa Tengah.

Pihaknya bekerja sama dengan sebuah perusahaan kapal ikan.

“Itu saya tidak paham (soal calo). Belajar dari itu saya berhati-hati MoU dengan perusahaan yang kapalnya jelas. Setiap anak mau berangkat, kapalnya apa, perusahaannya apa, jelas tidak boleh pindah-pindah. Perusahaan kapal kita yang utama satu tapi satu itu punya banyak kapal. Dia kebetulan lulusan STP, pelaut juga, ia punya 16 kapal PT Putra Riau (namanya)," ucapnya.

(TribunnewsWIKI/Kompas.com/Markus Yuwono/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official:





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved