Informasi Awal #
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Siti Walidah atau lebih dikenal Nyai Ahmad Dahlan merupakan seorang pahlawan nasional perempuan yang berlatar belakang sebagai pemuka agama.
Siti Walidah merupakan istri dari tokoh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Bersama KH Ahmad Dahlan, Siti Walidah dikenal sebagai pendiri sekaligus pemimpin Aisyiah, sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan keputrian dengan latar belakang ajaran Islam.
Nantinya, Aisyiah ini kemudian menjadi bagian dari Muhammadiyah.
Siti Walidah juga mendirikan rumah-rumah miskin dan anak yatim perempuan serta menerbitkan majalah yang khusus membahas isu-isu perempuan. (1)
Pada 22 September 1971, Siti Walidah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia melalui SK Presiden RI No 042/TK/Tahun 1971. (2)
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - KH Ahmad Dahlan
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Raden Mas Tumenggung Ario Suryo
Informasi Pribadi #
Siti Walidah lahir di Kauman, Yogyakarta, kampung yang berada di dalam lingkungan Kraton Ngayogyakarta pada 3 Januari 1872. (3)
Siti Walidah lahir di tengah keluarga pemuka Agama Islam dan Penghulu resmi Kraton.
Ayahnya bernama Muhammad Fadhil, sedangkan ibunya kerap dipanggil Nyai Mas.
Karena lahir di tengah keluarga dengan kultur agama yang kuat, sejak kecil Siti Walidah sudah mendapat pendidikan agama yang baik dari orangtuanya. (4)
Selain dari ayahnya, Siti Walidah juga mendapat pendidikan agama dari para kyai yang berada di langgar-langgar Kauman.
Siti Walidah dikenal sebagai sosok pembelajar, kemampuannya berdakwah sudah diasah sejak masih kecil hingga akhirnya ia dipercaya untuk membantu sang ayah mengajar di langgar yang biasa disebut Langgar Kyai Fadhil.
Pada 1889, Siti Walidah dinikahkan dengan Muhammad Darwis, nama kecil KH Ahmad Dahlan yang kelak mendirikan Muhammadiyah.
Pernikahan itu merupakan pernikahan sistem family yang saat itu banyak terjadi di Kauman.
KH Ahmad Dahlan sendiri merupakan saudara sepupu Siti Walidah. (5)
Dari pernikahan itu, Siti Walidah dan KH Ahmad Dahlan dikaruniai enam orang anak, di antaranya Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. (6)
Siti Walidah meninggal dunia di Kauman, Yogyakarta pada 31 Mei 1946 dalam usia 74 tahun.
Ia dimakamkan di lingkungan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.
Ketika proses pemakamannya, hadir juga sejumlah tokoh nasional serta para menteri yang mewakili pemerintah RI. (7)
Pendidikan dan Karier #
Karena adat yang ketat pada saat itu, membuat Siti Walidah harus dipingit di dalam rumah sampai tiba masanya ia menikah.
Karena alasan itu, Siti Walidah pun tidak pernah mengenyam pendidikan formal kecualu pendidikan agama dari ayah dan para guru ngajinya. (8)
Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa Siti Walidah merupakan anak yang tekun belajar.
Kemampuan berdakwahnya juga sudah diasah sejak usianya masih kecil.
Hingga akhirnya ia mendapat kepercayaan dari ayahnya untuk membantu mengajar di Langgar Kyai Fadhil.
Pada 1889, Siti Walidah kemudian dinikahkan dengan KH Ahmad Dahlan yang tidak lain adalah sepupunya sendiri yang baru pulang dari Tanah Suci. (9)
Setelah pernikahan itu, Siti Walidah kemudian dikenal dengan naam Nyai Ahmad Dahlan.
KH Ahmad Dahlan merupakan seorang pemuka agama yang mempunyai pemikiran-pemikiran revolusioner.
Hal itu membuat ia dan Siti Walidah kerap mendapat kecaman dan tentangan karena pembaruan-pembaruan yang dilakukannya.
Kendati demikian, Siti Walidah tetap mendukung suaminya dalam berdakwah dan menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya.
Meski tidak pernah mengenyam pendidikan formal, Siti Walidah termasuk sosok perempuan dengan pandangan yang luas.
Hal itu karena kedekatannya dengan paa tokoh Muhammadiyah dan tokoh pemimpin bangsa lainnya yang juga teman seperjuangan suaminya.
Perhatian Siti Walidah terhadap isu-isu perempuan sangat besar, ia mulai merintis kelompok pengajian Sopo Tresno (Siapa Cinta) pada 1914, dua tahun pascapendirian Muhammadiyah.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengajian itu antara lain pengkajian agama yang disampaikan secara bergantian dengan suaminya. (10)
Surat Al-Ma’un menjadi surat pertama yang kerap diajarkan pada kajian tersebut.
Hal ini bukan tanpa alasan, Siti Walidah dan Ahmad Dahlan ingin mengasah kepekaan murid-muridnya pada fenomena kemiskinan yang marak di kalangan umat Islam.
Pengajian ini semakin lama semakin berkembang merambah sampai Lempuyangan, Karangkajen, dan Pakualaman.
Karena pengajian dilakukan setelah Ashar, kegiatan ini kemudian dikenal dengan Wal ‘Ashri.
Pengajian juga diperuntukkan bagi para buruh batik di Kauman yang merupakan kelompok terpinggir yang sulit mengakses pendidikan.
Di samping belajar tentang agama, forum pengajian juga mengajarkan mereka cara menulis dan membaca.
Pengajian ini dinamakan sebagai Maghribi School sesuai dengan jam diadakannya pengajian yaitu setelah magrib.
Wal ‘Ashri, Maghribi School, dan Sopo Tresno menjadi cikal bakal pergerakan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah dalam memperjuangkan kesetaraan bagi setiap kelompok manusia tanpa pandang kasta atau status sosialnya.
Lama kelamaan, pengajian ini menyebar sampai ke pelosok Indonesia yang kemudian mendorong berdirinya perwakilan organisasi Aisyiyah. (11)
Aisyah resmi didirikan pada 22 April 1917, sebelumnya kelompok tersebut hendak memakai nama Fatimah.
Namun karena proposalnya ditolak, akhirnya mereka memutuskan mengganti nama menjadi Aisyah yang diambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW.
Siti Walidah langsung mengetuai sendiri Aisyah yang baru dibentuk itu. (12)
Pada 1927, Siti Walidah bahkan melakukan kunjungan ke Batur, Jawa Tengah menunggangi kuda melewati pegunungan Dieng.
Fakta ini menunjukkan ketokohan Siti Walidah dalam perkembangan organisasi Aisyiyah.
Siti Walidah menjabat sebagai president HB Muhammadiyah bagian Aisyiyah dari tahun 1921 yang kemudian berpindah status sebagai adviseur (penasihat) Aisyiyah sejak tahun 1927.
Semasa aktif di Aisyiyah, Siti Walidah dikenal sebagai tokoh perempuan yang memiliki pergaulan luas dan terlibat di ranah publik.
Ia bahkan pernah diundang dalam sidang Ulama Solo di Serambi Masjid Besar Keraton Surakarta yang notabene pesertanya adalah kaum laki-laki.
Beliau juga berpidato di hadapan kongres pada kongres Aisyiyah ke-15 di Surabaya pada 1926.
Kongres ini kemudian diwartakan di beberapa harian Surabaya seperti Pewarta Surabaya dan Sin Tit Po yang memprovokasi kaum isteri Tionghoa agar berkemajuan seperti yang dipraktikkan warga Aisyiyah.
Kiprah Siti Walidah di Aisyiyah terus berlangsung selama puluhan tahun berikutnya.
Terakhir kali ia mengikuti kongres pada 1940 yang kala itu diadakan di Yogykarta.
Siti Walidah tetap mengikuti kongres tersebut meski dalam keadaan sakit. (13)
Baca: FILM - Nyai Ahmad Dahlan (2017)
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - KH Ahmad Dahlan
Di masa awal revolusi, ketika usianya mulai senja, Siti Walidah tetap giat membantu perjungan untuk mendukung tentara yang sedang bertempur di medan perang.
Ia menganjurkan kaum perempuan untuk mendirikan dapur umum, para pemuda pun dianjurkan agar terus berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Siti Walidah juga dikenal sebagai salah seorang tokoh wanita yang rajin bertukar pikiran tentang perjuangan dengan Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan Jenderal Soedirman.
Secara garis besar, jasa utama Siti Walidah di antaranya mengembangkan Muhammadiyah dengan berdakwah ke daerah-daerah, memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perem[uan, serta mendirikan asrama-asrama untuk pelajar-pelajar putrid an kemudian menanamkan rasa kebangsaan kaum perempuan untuk mengambil peran aktif dalam pergerakan nasional.
Di usianya yang ke 74 tahun tepatnya pada 31 Mai 1946 Siti Walidah menghembuskan napas terakhirnya di Kauman, Yogyakarta.
Ia kemudian dimakamkan di sana, tepatnya di lingkungan Masjid Gedhe Kauman.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Siti Walidah diberi gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 042/TK/Tahun/1971/Tanggal 22 September 1971. (14)
(TribunnewsWIKI/Widi Hermawa)
Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official
| Info Pribadi |
|---|
| Nama | Siti Walidah |
|---|
| Nama Lain | Nyai Ahmad Dahlan |
|---|
| Lahir | Kauman, Yogyakarta, 3 Januari 1872 |
|---|
| Meninggal | Kauman, Yogyakarta, 31 Mei 1946 |
|---|
| Makam | Kompleks Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta |
|---|
| Riwayat Pendidikan | Belajar Agama dari Ayah dan Para Kiyai |
|---|
| Riwayat Karier | Tokoh Agama |
|---|
| Pemimpin dan Pendiri Aisyiyah |
| Pahlawan Nasional |
| Keluarga |
|---|
| Ayah | Muhammad Fadhil |
|---|
| Ibu | Nyai Mas |
|---|
| Pasangan | KH Ahmad Dahlan |
|---|
| Anak | Djohanah |
|---|
| Siradj Dahlan |
| Siti Busyro |
| Irfan Dahlan |
| Siti Aisyah |
| Siti Zaharah |
Sumber :
1. m.merdeka.com
2. initu.id
3. tirto.id
4. m.merdeka.com
5. www.aisyiyah.or.id
6. id.wikipedia.org
7. tirto.id
8. m.merdeka.com
9. www.aisyiyah.or.id
10. m.merdeka.com
11. www.aisyiyah.or.id
12. id.wikipedia.org
13. www.aisyiyah.or.id
14. initu.id