Kehidupan Awal #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Yogyakarta, Indonesia.
Ki Bagoes Hadikoesoemo lahir pada 24 November 1890 di Kauman, Yogyakarta.
Orang tua dari Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah Raden Kaji Lurah Hasyim dan Nyai Hasyim.
Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Ki Bagoes Hadikoesoemo meninggal dunia pada tanggal 7 September 1954.
Ayahnya merupakan abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Keraton Yogyakarta.
Ki Bagoes Hadikoesoemo menikah tiga kali karena, istri pertama dan kedua meninggal dunia.
Mereka istri Ki Bagoes Hadikoesoemo yakni Siti Fatimah, Mursilah dan Siti Fatimah.
Dari ketiga pernikahan tersebut, Ki Bagoes Hadikoesoemo memiliki 14 anak.
Nama Ki Bagoes Hadikoesoemo dikenal sebagai tokoh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan seorang figur penting salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, PP Muhammadiyah.
Pendidikan dan Organisasi #
Seperti umumnya keluarga santri, Ki Bagoes Hadikoesoemo mulai memperoleh pendidikan agama dari orang tuanya dan beberapa Kiai di Kauman.
Setelah tamat dari ‘Sekolah Ongko Loro’ (tiga tahun tingkat sekolah dasar), Ki Bagoes Hadikoesoemo belajar di Pesantren Wonokromo, Yogyakarta.
Di Pesantren ini ia banyak mengkaji kitab-kitab fiqh dan tasawuf.
Kemahirannya dalam sastra Jawa, Melayu, dan Belanda didapat dari seorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo juga belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig. (1)
Tahun 1922 Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi Ketua Majelis Tabligh, tahun 1926 menjadi Ketua Majelis Tarjih dan anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah.
Tahun 1942 hingga 1953 Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi Ketua PP Muhammadiyah.
Hadirnya Ki Bagus Hadikusumo sebagai Ketua PP Muhammadiyah berawal saat terjadi pergolakan politik internasional, yaitu pecahnya Perang Dunia II.
Ki Bagoes Hadikoesoemo diminta oleh KH. Mas Mansoer untuk menggantikannya sebagai Ketua PP Muhammadiyah pada Kongres ke-26 tahun 1937 di Yogyakarta, karena Mas Mansur dipaksa menjadi anggota pengurus Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di Jakarta pada 1942.
Saat menjadi Ketua Muhammadiyah di masa pendudukan Jepang, Ki Bagoes Hadikoesoemo sering mengadakan dialog dengan Jepang agar siswa-siswa Muhammadiyah tidak menyembah matahari setiap hari atau melakukan Sekerei.
Ia sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul.
Selain itu, bersama kawan-kawannya Ki Bagoes Hadikoesoemo mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC), yang kelak dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW). (2)
Perjuangan Ki Bagus Hadikusumo tidak terbatas hanya di lingkungan Muhammadiyah, tetapi juga dalam partai politik berbasis Islam.
Pada tahun 1938 ia turut mendirikan Partai Islam Indonesia (PII), bahkan diangkat sebagai anggota Panitia Anggaran Dasar. (3)
Ia juga merupakan salah satu pendiri Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang didirikan di Yogyakarta pada bulan November 1943.
Dalam partai ini ia memegang jabatan sebagai wakil ketua sejak didirikan sampai tahun 1950.
Ki Bagus Hadikusumo dikenal sebagai seorang ulama yang sangat teguh berpegang pada akidah dan hukum Islam.
Hal itu diperlihatkannya pada waktu menjadi anggota Komite Perbaikan Peradilan Agama yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam Komite ini, Ki Bagus Hadikusumo memperjuangkan agar pengadilan, dalam memutus perkara yang berhubungan dengan masalah waris, menggunakan hukum Islam, bukan hukum adat.
Walaupun komite menyetujuinya, namun ditolak oleh Pemerintah Belanda.
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Douwes Dekker
Pada masa pendudukan Jepang, Ki Bagus Hadikusumo mengeluarkan maklumat yang melarang rakyat Indonesia melakukan seikeirei, membungkukkan badan ke arah matahari terbit sebagai penghormatan terhadap Kaisar Jepang.
Akibatnya, ia terpaksa berurusan dengan pihak Kempeitai.
Walaupun didesak agar mengeluarkan pernyataan bahwa seikeirei diperbolehkan, namun ia tetap menolak.
Peran dalam BPUPKI dan PPKI #
Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pemerintah pendudukan Jepang pada tahun 1945, bersama dengan beberapa tokoh Islam lainnya, Ki Bagus memperjuangkan pula agar Islam dijadikan pilar dalam dasar negara.
Ki Bagoes Hadikoesoemo khawatir, bila negara itu tidak didasarkan atas Islam, maka penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, akan bersikap pasif.
Untuk merumuskan dasar negara, di lingkungan BPUPKI dibentuk sebuah panitia yang disebut Panitia Kecil.
Anggotanya terdiri atas tokoh-tokoh nasionalis Islam dan tokoh-tokoh nasionalis netral agama (sekuler).
Panitia ini menghasilkan rumusan yang akan dijadikan preambul undang-undang dasar yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Di dalamnya tercantum kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Ternyata, rumusan tersebut bukanlah rumusan final.
Pada tanggal 18 Agustus 19455, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk setelah BPUPKI dibubarkan, bersidang untuk mengesahkan undang-undang dasar.
Sebelum sidang dimulai, Wakil Ketua PPKI, Mohammad Hatta, mengadakan pertemuan khusus dengan beberapa tokoh Islam.
Berdasarkan informasi yang diterima dari seorang perwira Jepang, Hatta mengatakan bahwa penduduk Indonesia bagian timur berkeberatan, bahkan akan menolak untuk bergabung dalam Republik Indonesia, bila kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dicantumkan dalam preambul undang-undang dasar.
Hatta meminta agar tujuh kata itu dihilangkan.
Ki Bagus Hadikusumo yang juga hadir dalam pertemuan khusus itu, menghadapi masalah dilematis.
Menyetujui saran Hatta, berarti ia tidak konsisten dengan pendiriannya. Bila menolak, ia akan dituding sebagai seorang yang tidak nasionalis.
Akhirnya, setelah mengalami pergolakan batin, demi menjaga persatuan bangsa, ia menyetujui penghilangan tujuh kata tersebut.
Dengan hilangnya tujuh kata itu, rumusan itu berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.”
Akan tetapi, bagi Ki Bagoes Hadikoesoemo persoalannya belum selesai.
Ia keberatan terhadap penggunaan kata “berdasarkan” dan mengusulkan agar kata itu dihilangkan.
Alasannya, bila kata itu digunakan, akan timbul kesan bahwa Ketuhanan Yang Maha Maha Esa lebih rendah daripada kemanusiaan.
Sesuai dengan usul itu, maka rumusan akhir berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.”
Usul itu memperlihatkan bahwa Ki Bagus selalu menempatkan agama pada tempat tertinggi.
Pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan-landasan itu disetujui oleh semua anggota PPKI.
Peran Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat besar dalam perumusan Muqadimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. (4)
Pada masa Perang Kemerdekaan, dengan dukungan beberapa tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus memprakarsai pembentukan Angkatan Perang Sabil, yang diresmikan pada bulan Juli 1948.
Pembentukan laskar Islam ini merupakan reaksi terhadap diterimanya oleh pemerintah Persetujuan Renville yang dinilai oleh Muhammadiyah sangat merugikan posisi Republik Indonesia.
Sesudah Perang Kemerdekaan berakhir, Ki Bagoes Hadikoesoemo masih menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk bangsa dan negara sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mewakili partai Masyumi.
Ia meninggal dunia pada tanggal 7 September 1954. Jenazah Ki Bagoes Hadikoesoemo dikebumikan di Makam Kuncen, Yogyakarta.
Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat produktif dalam menuliskan buah pikirannya.
Buku-buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Achlaq Pemimpin.
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Syafruddin Prawiranegara
Terdapat pula karya-karyanya yang lain, yaitu Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).
Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika bahkan syariat Islam.
Dari komitmen tersebut, Ki Bagoes Hadikoesoemo termasuk seorang tokoh yang memiliki kecenderungan kuat untuk pelembagaan Islam.
Pahlawan Nasional #
Pemerintah Republik Indonesia menghargai perjuangan dan jasa Ki Bagoes Hadikusoemo terhadap bangsa dan negara dengan menghadiahinya tanda kehormatan berupa Bintang Mahaputera Adipradana dan Bintang Republik Indonesia Utama.
Pada hari Selasa, 10 November 2015 bertepatan dengan Hari Pahlawan, nama besar ie Bagoes Hadikoesumo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Republik Indonesia oleh Presiden Joko Widodo Dengan Keppres No 116/TK/Tahun 2015 tanggal 4 November 2015 bersama Keempat tokoh lainnya, yakni Almarhum Bernard Wilhem Lapian (tokoh Provinsi Sulawesi Utara), Almarhum Mas Isman (tokoh Provinsi Jawa Timur), Almarhum Komjen (Pol) Dr H Moehammad Jasin (tokoh Jawa Timur), dan Almarhum I Gusti Ngurah Made Agung (tokoh Provinsi Bali). (5)
(Tribunnewswiki.com/Haris)
| Nama | Ki Bagoes Hadikoesoema |
|---|
| Lahir | Kauman, Yogyakarta 24 November 1890 |
|---|
| Wafat | Yogyakarta 7 September 1954 |
|---|
| Orang tua | Raden Kaji Lurah Hasyim dan Nyai Hasyim |
|---|
| Istri/Keluarga | Siti Fatimah, Mursilah dan Siti Fatimah |
|---|
| Pergerakan/organisasi | PP Muhammadiyah |
|---|
| BPUPKI |
| PPKI |
Sumber :
1. biografi-tokoh-ternama.blogspot.com
2. initu.id
3. pahlawancenter.com
4. m.muhammadiyah.or.id
5. nasional.kompas.com