Kerumitan antara blangkon paron dan blangkon prapatan berbeda, blangkon paron membutuhkan ketelitian yang tinggi ketika membuatnya.
Bentuk lipatan yang berada di bagian samping-samping blangkon harus kuat dan rapi.
Setiap hari karyawan Rosmiati dapat membuat hingga 30 biji blangkon prapatan dan 5 blangkon paron per orangnya.
Pembuatan blangkon yang pertama adalah mengukur congkeng agar sesuai dengan ukuran cetakan.
Congkeng merupakan kain yang ada di bagian dalam blangkon.
Setelah diukur dan dijahit, cetakan kayu dilapisi dengan plastik agar tidak terkena lem.
Lalu congkeng dipasang kembali dan di lem, lem ini terbuat dari pati kanji yang telah dimasak.
Selain lem dari tepung kanji, pembuatan blangkon juga menggunakan lem kayu agar blangkon lebih kuat.
Congkeng kemudian dilapisi oleh kertas sebanyak enam kali supaya kerangka yang dihasilkan kokoh dan tidak mudah peyok.
Uniknya, congkeng ditahan menggunakan jarum supaya tidak bergeser.
Selanjutnya lapisan kertas tersebut dilapisi lagi dengan kain batik yang ditata dan dilem dengan rapi.
Bagian belakang blangkon dipasangi mendolan sesuai modelnya, datar untuk blangkon Solo dan menonjol untuk Jogja, kemudian direkatkan dengan lem.
Untuk meratakan lem tersebut, biasanya pengrajin menggunakan sendok.
Isi dari jebeh tersebut terbuat dari serbuk kayu yang diikat dengan kain.
Tahap selanjutnya adalah pemasangan wiron, atau kain batik yang dilipat kecil dan rapi, dilanjutkan dengan waton, tutupan serta jebeh.
Blangkon yang sudah jadi lalu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sebelum masuk proses finishing.
Pada proses finishing, blangkon akan dijahit dan dibersihkan agar lebih kuat dan rapi.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Saradita Oktaviani)
Jangan lupa subscribe Youtube channel TRIBUNNEWSWIKI di TribunnewsWIKI Official