Tentang Suku Gayo #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Suku Gayo adalah salah satu etnis yang mendiami Dataran Tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian Tengah.
Domisili suku gayo meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues.
Sebagian juga mendiami wilayah Aceh Timur, yaitu di Kecamatan Serba Jadi, Peunaron dan Simpang Jernih.
Suku Gayo tergolong ke dalam ras Proto Melayu yang berasal dari India.
Kedatangan bangsa ini diperkirakan terjadi sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi.
Ciri khas orang Gayo berkulit hitam, tubuhnya kecil dan berambut keriting.
Suku Gayo terdiri dari tiga kelompok, yaitu Masyarakat Gayo Laut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah, Gayo Lues yang mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara, serta Gayo Blang yang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang. (1)
Baca: Suku Minangkabau
Asal Nama Gayo #
Ada banyak pendapat mengenai asal usul nama Gayo.
Rentang sejarah yang amat panjang jika dikaji dengan seksama dan mendasar, terkadang dijumpai silang atau perbedaan pendapat dalam menemukan sisi kebenarannya.
Hal ini disadari karena rentang waktu sejarah yang amat panjang, referensi yang terbatas ditambah banyaknya keterangan oleh para narasumber yang sifatnya turun-temurun.
Menurut M.Z. Abidin mengemukakan lima pendapat terkait asal-usul Suku Gayo.
Pertama, kata Gayo berasal dari bahasa Batak Karo yang berarti kepiting.
Pada zaman dahulu terdapat serombongan pendatang suku Batak Karo ke Blangkejeren, mereka melintasi sebuah desa bernama Porang.
Tidak jauh dari perkampungan tersebut dijumpai telaga yang dihuni seekor kepiting besar, lantas para pendatang ini melihat binatang tersebut dan berteriak "Gayo…Gayo…"
Konon dari sinilah kemudian daerah tersebut dinamai dengan Gayo.
Kedua, dalam buku 'The Travel of Marcopolo' karya Marcopolo, seorang pengembara bangsa Italia.
Dalam buku ini dijumpai kata drang-gayu yang artinya orang Gayu/Gayo.
Ketiga, kata Kayo dalam Bahasa Aceh, Ka berarti sudah dan Yo berarti lari/takut.
Kayo berarti sudah takut atau lari.
Keempat, kata Gayo berasal dari Bahasa Sanskerta, yang berarti gunung.
Maksudnya adalah orang yang tinggal di daerah pegunungan.
Kelima, dalam buku 'Bustanussalatin' yang dikarang oleh Nuruddin Ar-raniry, pada tahun 1637 masehi yang tertulis dengan huruf Arab.
Di samping nama Gayo di atas ada juga disebutkan kata Gayor.
Hal ini terjadi karena orang-orang tertentu tidak mengerti, bahwa yang sebenarnya adalah kata Gayo.(2)
Sejarah #
Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak.
Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang keduanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Linge I disebutkan mempunyai empat orang anak, yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana lalu dikenal dengan Raja Lingga Sibayak.
Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaan bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri.
Sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi Raja Linge turun termurun.
Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai.
Meurah Mege dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah.
Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab mereka migrasi tidak diketahui, akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege.
Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
Kehidupan Sosial #
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong.
Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik.
Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim.
Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam) dan rayat (rakyat).
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas gecik,wakil gecik, imem dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan).
Anggota suatu belah berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal dan berhubungan dengan adat istiadat.
Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal.
Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti).
Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur.
Pada masa lalu, beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah.
Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klan).
Pada masa sekarang, banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri.
Pada masa lalu, orang Gayo mengembangkan mata pencaharian dengan bertani di sawah dan beternak.
Selain itu, ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan dan meramu hasil hutan.
Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam dan menenun.
Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi.
Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi.
Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas. (3)
Baca: Suku Sunda
Pakaian Adat Gayo #
Kerawang Gayo adalah nama sebutan terhadap motif ukir pada suku Gayo.
Kerawang Gayo berkembang pada ukiran kain.
Pakaian adat ini sering digunakan saat pesta pernikahan dan acara adat lainnya di wilayah tengah Provinsi Aceh, khususnya Gayo. (4)
Pakaian adat Gayo untuk laki laki disebut Aman Mayok, sedangkan untuk perempuan disebut Ineun Mayok.
Berikut adalah perbedaan Aman Mayok dan Ineun Mayok.
Aman Mayok
Untuk aman mayok, pengantin pria menggunakan bulang pengkah juga berfungsi sebagai tempat untuk menancapkan sunting.
Selain bulang pengkah, digunakan juga baju putih,celana, beberapa gelang pada lengan, cincin, tanggang, genit rante, kain sarung, dan ponok (sejenis keris).
Unsur lain yang digunakan yaitu sanggul sempol gampang, sempol gampang bulet yang digunakan ketika akad nikah, dan sempol gampang kenang yang digunakan selama 10 hari setelah akad nikah diselenggarakan.
Ineun Mayak
Untuk Ineun Mayak, baju pengantin wanita terdiri dari baju, ikat pinggang ketawak dan sarung pawak.
Untuk perhiasan menggunakan mahkota sunting, cemara, sanggul sempol gampang, lelayang, ilung-ilung, subang ilang dan anting-anting subang gener yang semuanya digunakan sebagai hiasan kepala.
Untuk bagian leher, tergantung pada kalung tanggal, apakah terbuat dari perak atau uang perak tanggang birah-mani dan uang perak tanggang ringgit, serta belgong (sejenis manik-manik).
Untuk kedua lengan hingga ujung jari, diperindah dengan berbagai jenis gelang, seperti topong, gelang giok, gelang puntu, gelang bulet, gelang berapit dan gelang beramur, serta berbagai jenis cincin seperti cincin sensim belam keramil, sensim patah, sensim genta, sensim kul, sensim belilit dan sensim keselan.
Pada bagian pinggang, tidak hanya ikat pinggang, tapi juga digunakan rantai genit rante.
Untuk pergelangan kaki digunakan gelang kaki dan tak ketinggalan upuh ulen-ulen atau selendang. (5)
Rumah Adat Gayo #
Rumah adat tradisional Gayo dikenal dengan nama umah pitu ruang, yang berarti rumah tujuh ruang.
Rumah ini berbentuk rumah panggung yang berdiri di atas suyen (tiang) setinggi dua meter.
Biasanya tiang rumah terbuat dari kayu damar.
Umah pitu ruang berbentuk persegi panjang dan dihuni oleh beberapa keluarga.
Panjang bangunan berkisar antara 5-9 tiang dan lebarnya sekitar empat tiang (terdiri atas tiga ruangan).
Kedua tiang panjang (banjar tengah) di sebut reje tiang dan peteri atau mentri.
Letak rumah Gayo biasanya membujur dari timur ke barat dan letak tangga yang menuju pintu masukbiasanya dari arah timur atau utara.
Rumah yang dianggap normal letaknya dibangun di arah timur sampai barat, disebut bujur dan yang letaknya utara sampai selatan disebut lintang.
Jika sama sekali tidak mengikuti arah mata angin, maka rumah seperti ini di sebut sirung gunting.
Rumah Adat gayo merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2–2,5 meter dengan jumlah tiang 39 batang.
Ada yang berbentuk persegi empat dan delapan, terbuat dari kayu, beratap ijuk, dan tidak menggunakan paku serta dapat bertahan selama ratusan tahun.
Penggunaan tiang penyangga yang selalu berjumlah ganjil secara filosofi melambangkan nilai keislaman.
Rumah adat Gayo memiliki tujuh ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan lepo.
Rumah dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
Tiang – tiang tersebut berdiri pada pondasi yang terbuat dari batu kali ataupun batu alam dan tiang – tiangnya terbuat dari kayu uyem (pinus). (6)
Makanan Khas Gayo #
Ada beberapa makanan yang biasanya hanya dapat ditemukan di Gayo.
Makanan-makanan tersebut memiliki keunikan masing-masing, seperti makanan khas daerah lainnya.
Gutel
Makanan ini terbuat dari tepung beras, kelapa parut dan garam yang dibentuk lonjong.
Dua buah gutel yang sudah dibentuk kemudian disatukan dengan menggunakan daun pandan atau daun pisang, kemudian dikukus.
Biasanya gutel sering dinikmati di pagi atau sore hari dengan ditemani secangkir kopi khas Gayo.
Lepat
Makanan ini biasanya menjadi sajian khas bulan Ramadan.
Terbuat dari tepung ketan yang dicampur dengan gula aren, diisi dengan kelapa parut yang juga dimasak dengan gula terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan daun pisang.
Masam Jeing
Makanan ini merupakan olahan ikan mujair yang dimasak dengan kuah kuning dan bercita rasa asam pedas.
Masam jeing juga dicampur dengan beberapa sayuran seperti kentang, labu siam, kacang koro, dan lain-lain. (2)
Baca: Binte Biluhuta
Seni dan Budaya #
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian karena hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang.
Bentuk kesenian Gayo yang terkenal antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong.
Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat.
Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, Sebuku /Pepongoten (seni meratap dalam bentuk prosa), guru didong dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong dan rajin (mutentu).
Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel).
Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan.
Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
Bahasa #
Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh suku Gayo.
Bahasa Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan Bahasa Suku Karo di Sumatra Utara.
Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut 'Northwest Sumatra-Barrier Islands' dari rumpun Bahasa Austronesia.
Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan Bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues.
Hal tersebut disebabkan pengaruh Bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur.
Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh Melayu karena lebih dekat ke Sumatra Utara.
Kemudian, Gayo Lues lebih dipengaruhi oleh Bahasa Alas dan Bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara.
Dialek pada Suku Gayo, menurut M.J. Melalatoa, dialek Gayo Lut terdiri dari subdialek Gayo Lut dan Deret, sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek.
Demikian pula dengan dialek Gayo Lues terdiri dari subdialek Gayo Lues dan Serbejadi.
Subdialek Serbejadi sendiri meliputi sub-subdialek Serbejadi dan Lukup.
Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek Bahasa Gayo sesuai dengan persebaran Suku Gayo tadi (Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul).
Namun demikian, dialek Gayo Lues, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan.
Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang dinamakan dialek Bukit dan Cik.
Dalam Bahasa Gayo, memanggil seseorang dengan panggilan yang berbeda menunjukan tata krama, sopan santun dan rasa hormat.
Seperti pemakaian ko dan kam yang keduanya berarti kamu atau anda.
Panggilan ko biasa digunakan orang tua atau lebih tua kepada yang muda.
Sementara itu kata kam lebih sopan dibandingkan dengan ko.
Bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan Bahasa Gayo lainnya. (7)
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/NIKEN)
Jangan lupa subscribe channel YouTube TribunnewsWIKI Official ya!
| Jumlah Populasi |
|---|
| Lokasi | Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, sebagian Aceh Tenggara Aceh Timur dan Aceh Tamiang |
|---|
| Bahasa | Gayo |
|---|
| Agama | Islam Sunni |
|---|
| Kelompok Etnik Terdekat | Alas, Karo |
|---|
Sumber :
1. www.netralnews.com
2. www.lintasgayo.com
3. wisatasabang.com
4. digtara.com
5. borneochannel.com
6. winkalenate.wordpress.com
7. www.wikiwand.com