TRIBUNNEWSWIKI.COM - Selain masalah Program Organisasi Penggerak (POP), wacana kebijakan program "Merdeka Belajar" yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ternyata juga menuai pro kontra.
Oleh publik, terutama praktisi pendidkan, kebijakan kementerian yang dipimpin oleh mantan bos Gojek, Nadiem Makarim tersebut dinilai berpotensi akan menguntungkan entitas pendidikan swasta tertentu.
Sebab, frasa "Merdeka Belajar" saat ini sudah terdaftar sebagai nama dari sebuah merek dagang milik PT Sekolah Cikal di Kementerian Hukum dan HAM.
Mendikbud Nadiem Makarim pun disebut bisa saja dianggap telah mempromosikan produk swasta itu secara "gratis".
"Mendikbud dijerumuskan swasta pemilik merek untuk 'menjadi brand ambassador', enak sekali swasta pemilik merek punya duta besar menteri dan gratis," kata Ahmad Rizali pada, Kamis (30/7/2020), dikutip dari laman Kompas.com berjudul Polemik Nama Merdeka Belajar, Nadiem Dinilai Dapat Promosikan Merek Swasta.
Lebih lanjut, Ahmad menganalogikan Merdeka Belajar dengan sebuah pantai.
Menurut dia, walaupun sama-sama bisa digunakan, namun ada yang diuntungkan jika merek itu bukan milik publik.
Baca: Jelaskan Posisi Sampoerna dan Tanoto Foundation, Nadiem Makarim Membujuk NU, Muhammadiyah dan PGRI
Baca: Meski Nadiem Makarim Sudah Meminta Maaf, NU-Muhammadiyah Tetap Enggan Berpartisipasi di POP
Baca: Mendikbud Nadiem Minta Maaf kepada NU, Muhammadiyah dan PGRI Soal Program Organisasi Penggerak
"Karena seperti pemilik pantai yang memberi izin kepada pemakai, sangat beda dengan pantai milik publik," ujar Ahmad.
Sementara itu Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matarji menilai ada koflik kepentingan dalam narasi Merdeka Belajar.
Sebab, kata dia, pemilik merek dagang tersebut adalah konsultan dari Kemendikbud.
"Ini jelas terjadi konflik kepentingan karena pihak swasta pemilik merek dagang itu adalah konsultan kemendikbud,” kata Ubaid.
Bahkan Ubaid menilai, narasi tersebut merupakan bentuk promosi negara terhadap produk pendidikan swasta.
Menurut dia, hal itu dapat berbahaya karena dilakukan oleh negara.
Kemudian, narasi yang tersebar di seluruh Indonesia ini menguntungkan pihak swasta.
"Ini promosi produk swasta secara gratis ke seluruh Indonesia, apalagi ini dilakukan oleh negara. Ini kesalahan fatal." ujar Ubaid.
"Pihak swasta tidak perlu promosi dengan mengeluarkan uang banyak, biar negara saja yang melakukan dengan uang rakyat. Bahaya ini." kata dia
DPR sebelumnya telah menyatakan akan meminta penjelasan terkait kebijakan Merdeka Belajar yang menjadi polemik di masyarakat.
"Agenda kita mengundang Mas Nadiem adalah meng-clear-kan menyangkut narasi Merdeka Belajar yang kemarin sempat diprotes publik,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
"Karena itu sudah menjadi merek dagang entitas pendidikan swasta tertentu," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemendikbud Evy Mulyani membantah bahwa program Merdeka Belajar untuk menguntungkan pihak tertentu.