Informasi awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tak jauh dari kantor Tribun Manado, terdapat sebuah patung yang menyita perhatian pengguna jalan yaitu, Patung Opo Lengkong Muaya.
Patung Opo Lengkong Muaya berlokasi di pertigaan A. F. Lasut atau Pertigaan Manado-Bitung, Kairagi 1, Kecamatan Mapanget, Manado, Sulawsi Utara.
Opo Lengkong Muaya merupakan pahlawan lokal Manado, Sulawesi Utara.
Saat TribunManadoWiki melakukan penelusuran di sekitar Patung Opo Lengkong Muaya, di bagian bawah patung terdapat keterangan tertulis 'Opo Lengkong' merupakan 'Tonaas Tonsea'.
Opo Lengkong dikenal sebagai orang sakti dan pemberani yang merupakan 'Teterusan' di Tonsea (satu etnis di Minahasa).
Opo Lengkong -menurut sumber pustaka- dikenal sebagai pemimpin pasukan dalam melawan Datu Binangkang dari Bolaang Mongondow.
Ia dikisahkan memiliki dua istri.
Sengketa Minahasa-Bolaang Mongondow
Opo Lengkong yang dikenal sebagai 'Teterusan Lengkong Muaya' hidup pada abad XVIII dan menjadi asal usul marga Lengkong di Tonsea.
Ia bersama saudaranya, Wenas Lumanauw, dikisahkan pernah ikut mengusir Kerajaan Bolaang Mongondow dalam perang Minahasa-Bolaang Mongondow.
Opo Lengkong yang merupakan orang Tonsea ini pernah menjadi komandan perang Wangko Lengkong Muaya.
Peperangan muncul lantaran adanya sengketa antara Minahasa dan Bolaang Mongondow sampai tahun 1651.
Perang Melawan Spanyol
Di monumen patung tersebut terdapat nama-nama orang Minahasa yang tercatat ikut mengobarkan perang mengusir Spanyol tanggal 16 Agustus 1644.
Orang-orang dari Tonsea (salah satu etnis Minahasa) yang ikut mengobarkan perang melawan Spanyol beberapa di antaranya adalah Lengkong Muaya dan Wenas Lumanauw.
Melansir data dari penulis J. G. F. Riedel disebutkan bahwa terdapat beberapa pejuang lainnya seperti; Pangkerego, Tumengkol dan Kandouw.
Minahasa Minta Bantuan Belanda Melawan Spanyol
Menurut Pastor Ambrosius Wuritimur dalam bukunya "Karya Misi di Wilayah Sulawesi Utara", -yang telah dikonfirmasi secara lisan oleh TribunManadoWiki- pihak Minahasa dilaporkan meminta bantuan Belanda untuk melawan Spanyol.
Permintaan bantuan ini kemudian diterima Belanda dan bersedia mengirimkan bantuan 70 pasukan.
Bersama para pejuang lokal lainnya, gabungan kekuatan ini kemudian melakukan ekspedisi menggunakan Kapal Egmont.
Jumlah kekuatan gabungan ini ditambah dengan adanya 50 orang tentara merdeka (bekas budak tebusan) dan kekuatan Sultan Ternate yang menggunakan sejumlah kapal 'kora-kora'nya.
Kalah melawan Spanyol
Namun demikian, gabungan kekuatan ini ternyata tidak mampu melawan armada Spanyol.
Menurut laporan dari Gubernur Wouter Seroijen, kekalahan ini disebabkan karena adanya keragu-raguan dari pihak Sultan untuk berperang.
"Perang ini terjadi pada tahun 1644 (Taulu dan Lontoh 1978:20)," kata Ambrosius Wuritimur.