Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Cerita Rakyat NTT Fatu Atoni Batu Menelan Neno dan Fai di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS ), Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT ), Indonesia.
Cerita rakyat NTT yang berasal dari Kabupaten TTS adalah Fatu Atoni yang menggambarkan kehidupan Neno dan Fai.
Bagaimana kisahnya?
Pada zaman dahulu di Kerjaaan Amanatun di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS ) berkuasalah seorang raja yang kaya.
Raja itu bernama Usif Banmeni.
Usif Banmeni memiliki banya sapi, kuda dan kambing peliharaan. Karena itu banyak pula anak pegembalanya.
Diantara sekian banyak anak gembala, terdapat dua orang anak yang bernama Neno dan Fai.
Baca: Cerita Rakyat NTT : Danau Ranoria Ende, Angker dan Ada Belut Raksana
Tugas khusus Neno dan Fai ialah menggembalakan kaming-kambing milik Usif Banmeni.
Pada suatu hari, beberapa ekor kambing yang digembalakan itu hilang.
Maka Neno dan Fai masuk keluar hutan mencari kambing kambing itu.
Lalu mereka tiba pada sebuah sungai yag bernama Sungai Tumur.
Sungai ini merupakan batas alam antara Kecamatan Amanatun Selatan dan Amanatun Utara.
Setelah menyeberangi sungai itu, turunlah hujan yang amat deras.
Kilat dan halilintae sambung menyambung seakan-akan membelah bumi. Mereka mulai merasa dingin, lapar dan ketakutan.
Untunglah dalam kegelapan senja itu tampak sebuah lopo kecil. Lopo atau rumah adat orang timor ini berbentuk kerucut dengan pintu tunggal.
Sehari-hari lopo disebut juga Ume Kbubu.
Maka cepat-cepat Neno dan Fai berlari menuju Lopo itu.
Sekejab terasa bulu kuduk mereka merinding. Mereka teringat akan dongeng yang sering mereka dengar tentang Nenek Be-Lana.
Nenek Be-Lana adalah nenek jin yang jahat dan suka memangsa manusia.
Tetapi sementara mereka berpikir nenek tersebut telah melihat dan menyapa Neno dan Fai dengan lembut.
Wajah nenek itu kelihatan gembira dan tersenyum. Tidak seperti gambaran wajah Nenek Be-Lana yang bengis dan buruk.
Nenek itu segera mempersilahan keduanya masuk dan bertanya," Cucu-cucu mau kemana? Neno dan Fai serempak menjawab: "Kami sedang mencari kambing-kambing Usif Banmeni yang hilang!".
Lalu kedaunya masuk dan duduk berlindung dalam lopo itu. Nenek itu kemudian menanyakan rupa-rupa hal pada Neno dan dan Fai.
Sementara mereka bercakap caka, rasa kantuk keduanya tak tertahanan. Padahal nenek itu adalah nenek jin Bel-Lana yang bengis.
Meliha Neno dan Fai yang sudah teridur pulas, nenek Jin Be-Lana segera menutup pintu lopo.
Baca: 10 Karakter Naruto Terinspirasi dari Cerita Rakyat Jepang, Ada Jiraiya hingga 3 Sannin Legendaris
Pandangan Neno dan Fai telah dikelabui sehingga Nenek Jin Be-Lana kelihatan ramah, dan gua batu yang dimasuki dikira Lopo.
Selang beberapa saat, Neno dan Fai terbangun. Mereka dikejutkan dengan mimpi yang sama agar segera melolosan diri dari rencana yang sedang menimpa.
Mereka sangat terkejut dan ketakutan karena lopo yang mereka masuki ternyata sebuah gua batu yang sangat mengerikan.
Nenek yang penuh senyum juga sudah menghilang. Keduanya lalu berusaha merangkak keluar.
Tetapi pintu gua sudah mulai tertutup perlahan-lahan.
Keduanya terlambat karena setelah dengan susah payah merangkak mencapai pintu gua, ternyata pintu batu itu tertutup perlahan-lahan.
Yang ada hanyalah sebuah lubang kecil.
Keduanya mulai sadar bahwa mereka sudah terjebak oleh Nenek Be-Lana.
Lalu mereka berteriak histeri minat tolonh dan menangis sejadi-jadinya. Tangan mereka dikeluarkan dari lubang itu seperti minta tolong.
Namun pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba.
Akhirnya mereka kehabisan tenaga.
Teriakan dan tangisan mereka semakin melemah.
Sementara itu, di Sonaf atau istana Usif Banmeni, terjadi kepanikan karena kedua anak penggembala kambing tak kunjung pulang.
Lalu Usif Banmeni memerintahkan rakyat sekitarnya untuk mencari Neno dan Fai.
Setelah bertanya kesana-kemari tak seorangpun mengetahui dimana Neno dan Fai berada.
Rakyat lalu memutuskan untuk menyusuri Sungai Tumut. Karena mungkin sekali kedua anak itu telah terbawa banjir semalam.
Setibanya di dekat gua batu itu, mereka lalu mendengar teriakan yang sayup-sayup.
Mereka lalu berkerumun di sekeliling gua dan berusaha menolong kedua anak yang malang itu.
Temuan ini, kemudian dilaporkan kepada Usif Banmeni.
Usif Banmeni lalu memerintahkan seluruh rakyatnya masing-masing membawa peralatan untuk membelah batu itu.
Tetap batu ternyata terlalu kertas.
Usaha itu sia-sia. Sementara itu suara kedua anak itu semakin melemah dan akhirnya terhenti.
Keduanya telah mati lemas.
Setelah bermusyawarah sebentar, tangan-tangan Neno dan Fai yang tersembul keluar dari celah batu itu dipotong sebagai barang bukti
Kemudian dengan upacara adat tangan-tangan itu dikuburkan di samping gua batu itu.
Kubur itu berbentuk bulat dan berkas-berkasnya masih dapat dilihat sampai hari ini.
Mulai dari saat itu gua batu itu dalam bahasa orang Timor yaitu Bahasa Dawan disebut Fatu Ol Antoni artinya batu penelan manusia.
Lama kelamaan nama itu disingkat menjadi Fatu Atoni atau Batu Manusia.
Kini kisah Neno dan Fai tinggal kenangan. Tapi Fatu Atoni adalah saksi biru yang masih tetap tegak berdiri.
Saksi dari suatu kerja keras yang tak mengenal lelah, saksi dari suatu perjuang yang penuh rasa tanggungjawab dari dua pemuda desa yang miskin, Neno dan Fai.
Kisah ini dikutip dari buku Himpunan Cerita Rakyat NTT Seri I yang dibuat oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Arkelogi Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Provinsi NTT, Tahun 2004.