Dalam pengumuman di Instagram, Wanda bahkan menyertakan konten bertuliskan "Peringatan Darurat" sebagai penegasan keputusannya.
"Saya keluar dari Golkar. Saya tidak ingin berada di sisi yang salah dalam sejarah. Saya mencintai negara saya. Indonesia tidak untuk dijual," tulis Wanda pada Rabu (21/8/2024), dikutip dari Kompas.com.
Ketika dimintai konfirmasi, Wanda Hamidah mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap telah bertindak secara berlebihan.
Wanda mengaku tak menyangka bahwa Jokowi bisa sejauh ini dalam mengambil langkah-langkah politiknya.
"Kenapa saya keluar dari Golkar? Karena saya melihat situasi politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya secara keseluruhan, Jokowi menurut saya sudah bertindak membabi buta. Saya tidak menyangka akan sejauh ini dalam menguasai dan mengambil langkah represif, terutama dalam hukum dan perundang-undangan. Mungkin ini adalah klimaksnya," ujar Wanda kepada Kompas.com.
Dia juga menyinggung soal upaya-upaya yang dilakukan Jokowi, termasuk intervensi terhadap partai politik.
Wanda mengungkapkan ketidakpercayaannya bahwa partai sebesar Golkar dapat "digergaji" dengan mudah oleh Jokowi.
Ia merasa mustahil bahwa mantan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, mundur secara sukarela tanpa campur tangan dari pihak lain.
"Saya tidak menyangka bahwa Jokowi bisa dengan mudah menggoyang posisi Airlangga. Saya yakin pengunduran diri Airlangga bukanlah tindakan yang dilakukan dengan sukarela," kata Wanda.
Menurutnya, jika ada pihak yang ingin mengambil alih Golkar, seharusnya mengikuti aturan hukum yang berlaku dan berkompetisi dengan cara yang adil melalui forum Kongres.
"Jangan gunakan cara-cara yang tidak etis atau memanipulasi kasus-kasus tertentu. Jangan semua menteri diperas atau diancam. Semua partai politik di negara ini sangat rapuh, dan para menteri pun tidak lepas dari masalah. KPK sudah dilemahkan dengan revisi undang-undang beberapa tahun lalu. Mereka yang melakukan revisi," ujar Wanda.
Wanda menegaskan bahwa kompetisi politik seharusnya dilakukan secara fair. Jika kalah, ya kalah.
Jika menang, ya menang, sebagaimana dalam pemilihan kepala daerah.
Wanda juga menyebut upaya-upaya revisi undang-undang dalam waktu singkat sebagai tindakan yang berlebihan, hanya untuk memastikan koalisi Jokowi dapat bergerak tanpa hambatan.
Wanda Hamidah bukan hanya dikenal sebagai aktris, tetapi juga sebagai aktivis dan politisi.
Selama lebih dari dua dekade, wajahnya kerap menghiasi panggung politik Indonesia, berpindah dari satu partai politik ke partai lain.
Lahir pada 21 September 1977, Wanda memulai karier politiknya di Partai Amanat Nasional (PAN) sebelum berpindah ke Partai Nasdem, dan akhirnya bergabung dengan Partai Golkar.
Sebelum terjun ke politik, Wanda adalah sosok vokal dalam gerakan reformasi.
Pada tahun 1998, sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta, ia turut berperan dalam upaya menggulingkan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Bersama rekan-rekannya, Wanda terlibat dalam demonstrasi untuk memperjuangkan perbaikan pemerintahan di tengah krisis moneter yang melanda rakyat.
Wanda juga tegas menolak rezim otoriter, mengkritik keras penculikan aktivis, pembatasan kebebasan berbicara, hingga pelarangan buku oleh pemerintah.
"Kita tahu para aktivis kritis pada saat itu diculik, disiksa, dan banyak yang meninggal. Risiko-risiko itu harus kita hadapi, karena pada saat itu sangat menegangkan dan menakutkan ketika kita bersikap kritis terhadap pemerintah," ujar Wanda dalam pernyataannya pada 1 Oktober 2019, dikutip dari laman resmi Partai Nasdem.
Setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, Wanda aktif menyuarakan agenda reformasi dan penegakan hak asasi manusia (HAM), bahkan dipercaya sebagai juru bicara Tim Penuntasan Tragedi Berdarah Trisakti.
Wanda berjanji untuk melanjutkan perjuangan rekan-rekannya yang gugur.
"Saya berjanji akan meneruskan perjuangan mereka," kata Wanda seperti diberitakan Harian Kompas pada 7 Juni 2011.
Wanda juga mengecam keputusan Salahudin Wahid, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat itu, yang menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Wiranto dalam Pilpres 2024 yang diusung Partai Golkar.
Saat itu, Wanda khawatir jika Wiranto dan Gus Solah terpilih, agenda reformasi akan semakin jauh dari harapan.
Keterlibatan Wanda dalam gerakan reformasi membuatnya bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), sebuah partai yang dibentuk oleh tokoh reformasi, Amien Rais.
Sejak akhir 1998, Wanda sudah aktif menjadi juru kampanye PAN. Partai berlambang matahari putih itu sendiri lahir setelah runtuhnya kekuasaan Soeharto pada Agustus 1998.
"Secara struktural saya tidak masuk dalam kepengurusan PAN, tetapi kadangkala diundang untuk dialog pemuda," kata Wanda seperti diberitakan Harian Kompas pada 26 Mei 1999.
Di bawah bendera PAN, Wanda masih lantang menyuarakan perubahan dari rezim Soeharto, bahkan menyebut bahwa masyarakat kini merupakan korban dari Orde Baru.
"Kita mengimbau masyarakat untuk tidak memilih partai-partai status quo, karena dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat," ujarnya, dikutip dari Harian Kompas edisi 26 Mei 1999.
Wanda menjabat sebagai Bendahara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN selama periode 2006-2010.
Pada 2009, dia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta dari PAN, duduk di Komisi E yang membawahi bidang kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan.
Namun, perjalanan politik Wanda bersama PAN terhenti pada September 2014 setelah 16 tahun, karena dukungannya kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014, berlawanan dengan sikap resmi PAN yang mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Wanda menyatakan tidak menyesal dipecat dari PAN, karena dukungannya kepada Jokowi dinilai sejalan dengan semangat reformasi yang diusung PAN.
"Reformasi terjadi dengan harga mahal, melalui pertumpahan darah," kata Wanda di Jakarta pada 16 September 2014.
Setelah meninggalkan PAN, Wanda bergabung dengan Partai Nasdem.
Pada 2017, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Nasdem.
Baca: Wanda Hamidah
Pada Pemilu 2019, Wanda mencoba peruntungannya dengan mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta I, namun gagal.
Secara mengejutkan, pada 20 Oktober 2022, Wanda pindah ke Partai Golkar.
Dia mengaku keputusannya bergabung dengan partai yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto itu sudah dipertimbangkan dengan matang.
Wanda merasa Golkar adalah partai yang tepat untuknya saat ini.
"Saya berikhtiar politik dengan mempertimbangkan satu persatu partai yang ada di Indonesia," kata Wanda saat menghadiri ulang tahun ke-58 Golkar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
"Rasanya, saat ini Golkar adalah wadah yang tepat bagi saya untuk berjuang dan berkarya," ujarnya.
Wanda mengakui bahwa dirinya banyak berpindah partai, tetapi menegaskan bahwa hal itu terjadi karena dinamika politik.
Meskipun begitu, Wanda tetap menjaga hubungan baik dengan para elit partai sebelumnya, baik dari PAN maupun Nasdem.
"Saya menjaga hubungan sangat baik dengan Bang Zul (Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan). Bagaimana pun, saya tidak bisa terpisah dari PAN. Hubungan kami sangat baik," ujarnya.
Lebih lanjut, Wanda menyatakan akan berjuang untuk Golkar dan berharap partai ini menjadi pelabuhan terakhirnya dalam berpolitik.
"Saya memutuskan untuk bergabung dengan Partai Golkar. Semoga ini menjadi pelabuhan terakhir saya," kata Wanda.