Hal tersebut menuai berbagai respons.
Berikut adalah fakta rencana pembatasan pembelian BBM, dihimpun dari Kompas.com.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran dan menghemat anggaran negara.
Dalam unggahan Instagramnya @luhut.pandjaitan, Luhut menyatakan bahwa Pertamina sudah menyiapkan mekanisme untuk mengurangi subsidi bagi orang yang tidak berhak menerimanya.
"Sekarang Pertamina sudah menyiapkan, kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ujar Luhut dalam unggahan Instagramnya @luhut.pandjaitan, dikutip Rabu (10/7/2024).
Hal ini diharapkan dapat membantu mengurangi defisit APBN 2024 yang diperkirakan akan lebih besar dari target.
"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," kata Luhut.
Selain itu, pemerintah juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Bioetanol, yang dihasilkan dari fermentasi bahan organik seperti tumbuhan dengan kandungan karbohidrat tinggi, memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah dibandingkan bensin.
"Kita hitung di situ, kalau itu terjadi sulfur tadi dikurangin, itu akan mengurangi orang yang sakit ISPA. Dan itu juga (berdampak) kepada kesehatan (menghemat) sampai 38 triliun ekstra pembayaran BPJS," ungkapnya.
Hal ini diyakini akan mengurangi polusi udara dan menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), yang pada akhirnya menghemat anggaran negara hingga Rp 38 triliun untuk biaya kesehatan.
"Ini sekarang lagi proses dikerjakan Pertamina. Nah, kalau ini semua berjalan dengan baik, kita bisa mengemat lagi (anggaran negara)," kata Luhut.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mendukung kebijakan pembatasan BBM subsidi dan berharap revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 segera selesai.
Erick menyatakan bahwa penghematan dana dari pengetatan pembelian BBM subsidi bisa dialihkan untuk program pengembangan sumber daya manusia, termasuk asupan gizi untuk ibu dan anak serta program perbaikan pendidikan dan kesehatan.
"Kami sedang menunggu (revisi) Perpres 191. Jangan sampai BBM (subsidi) ini digunakan oleh orang yang mampu, tetapi yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi," ujarnya saat ditemui kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
"Artinya apa? Asupan gizi, program-program perbaikan daripada pendidikan, kesehatan ibu dan anak, ini harus menjadi bagian prioritas ke depan kalau bangsa kita tidak mau kalah dengan bangsa lain," ucap Erick.
"Pembangunan sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting," imbuh dia.
Baca: 26 Daftar Motor yang Dilarang Isi BBM Pertalite di SPBU Seluruh Indonesia per 1 Juli 2024
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menilai kebijakan pembatasan BBM subsidi saat ini kurang tepat karena bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Yusuf mengkhawatirkan dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga, terutama bagi kelas menengah yang kemungkinan besar tidak akan mendapat kompensasi bantuan sosial.
Kebijakan ini bisa membuat masyarakat kelas menengah menahan belanja sekunder dan tersier, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Yusuf juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali waktu pelaksanaan kebijakan ini, mengingat pemerintah telah meningkatkan defisit APBN tahun ini dari 2,29 persen menjadi 2,7 persen.
Dengan adanya berbagai pandangan mengenai kebijakan ini, pemerintah diharapkan dapat menemukan solusi terbaik untuk memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.