Taruna STIP Jakarta ini dipukul oleh seniornya yang bernama Tegar Rafi Sanjaya (21).
Ulu hati Putu Satria Ananta Rustika dipukul 5 kali hingga lebam.
Putu Satria Ananta Rustika dianiaya senior hanya karena alasan sepele.
Lantas siapa Putu Satria Ananta Rustika sebenarnya ?
Berikut Tribunnewswiki rangkum terkait sosok Putu Satria Ananta Rustika yang menjadi korban tewas dianiaya senior di STIP Jakarta:
Putu Satria Ananta Rustika adalah taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran atau STIP Jakarta .
Putu Satria Ananta Rustika berasal dari Klungkung, Bali dan masuk ke STIP pada September 2023 lalu.
Putu Satria Ananta Rustika memiliki yah yang Bernama Ketut Suastika.
Putu Satria Ananta Rustika diketahui mempunyai dua orang adik yang masih SMA dan SD.
Ayah korban, I Ketut Suastika, mengatakan anaknya sejak lama bercita-cita masuk ke sekolah kedinasan STIP Jakarta.
Hal tersebut disampaikan I Ketut Suastika Sabtu (4/5/2024), dikutip dari TribunBali.com.
"Dia bilang ingin sekolah kedinasan, kami sebagai orangtua hanya mendukung. Apalagi ia memiliki tekad yang kuat," papar ayah Putu Satria Ananta Rustika.
Baca: Sambil Menangis, Sandra Dewi Beber Alasan Tutup Akun Instagram, Sakit Hati Anaknya Kena Bully
Pria yang akrab disapa Suastika mengaku sering berkomunikasi dengan sang anak lewat sambungan telepon.
"Biasanya lebih sering berkabar ke ibunya. Kalau dengan saya terakhir chat beberapa hari lalu, ini masih ada chatnya," lanjut Suastika..
Putu Satria Ananta Rustika tak pernah mengeluh dan menceritakan kejadian buruk yang dialaminya selama menjadi taruna STIP
Suastika menjelaskan, anaknya adalah sosok kakak yang penyayang dan memilik tekad yang kuat.
"Orangnya tidak neko-neko. Keluarga sangat terpukul dengan kejadian ini," tukasnya.
Seperti yang diketahui Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas dianiaya seniornya ng rnama Tegar Rafi Sanjaya (21) menganiaya juniornya,
Tegar mengaku melakukan pemukulan lantaran korban masih mengenakan baju olahraga saat memeriksa ruang kelas.
Hal tersebut diungkapkan Tegar Rafi Sanjaya saat diperiksa pihak berwajib.
Pukulan yang dilakukan Tegar bertujuan untuk memberikan hukuman kepada juniornya tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan Tegar melakukan pemukulan sebanyak lima kali dan mengenai ulu hati korban.
"Ada penindakan terhadap junior, karena dilihat ada yang salah menurut persepsinya senior, sehingga dikumpulkan di kamar mandi," ungkapnya, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Saat kejadian, korban bersama empat rekannya seangkatan, sedangkan pelaku juga bersama empat rekannya.
"Yang dikumpulkan kamar mandi ini ada lima orang, nah korban ini adalah orang yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat belum sempat," bebernya.
Hukuman fisik yang diberikan senior ke junior disebut sebagai tradisi taruna.
Korban tewas saat mengenakan baju olahraga STIP Jakarta.
Baju berwarna oren dengan tulisan 'Zero Violence' menjadi salah satu barang bukti kasus ini.
Baca: Segini Gaji Suster Biadab yang Tega Aniaya Cana Anak Emy Aghnia secara Brutal, Ternyata 2 Digit
Tulisan dalam baju tersebut berisi pesan tak adanya kekerasan di lingkungan STIP Jakarta.
Sementara itu, I Ketut Suastika, ayah Putu Satria tak kuasa menahan tangisnya saat menceritakan penyebab kematian putranya.
Suastika sendiri juga ini tak menyangka, anaknya yang berangkat menuntut ilmu kini pulang tinggal jasadnya saja.
Selama bertahun-tahun membesarkan sang putra, justru ia harus kehilangan putra sulungnya dengan cara yang tragis.
"Keluarga sangat terpukul dengan kejadian ini.
Terlebih kematian anak saya dengan cara seperti ini," ujar Suastika sembari terisak berusaha menahan tangis kepada Tribun Bali di rumah duka.
Suastika pun menuntut aparat berwenang bisa membuka kasus ini secara terang menderang, serta hukum bisa ditegakkan.
"Saya harap pelaku mendapat ganjaran setimpal untuk memberi efek jera, dan tidak ada lagi kekerasan di dunia pendidikan," ungkapnya.
Pihak keluarga juga menyayangkan, ada stetatmen dari pihak STIP, yang seakan-akan "cuci tangan" dengan kekerasan yang ada di lingkungan kampus tersebut.
"Mudah-mudahan kedepannya sekolah kedinasan tidak ada lagi korban.
Cukup yang terakhir anak saya yang menjadi korban," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Putu Satria meninggal dunia setelah mendapat kekerasan dari seniornya di STIP Jakarta, Jumat (3/5).
Penganiayaan terjadi di toilet lantai II Kampus STIP Jakarta Utara.
Awalnya Putu Satria dan teman-temannya yang masih tinggat I, dipanggil oleh senior di tingkat II.
Seniornya yang bernama Tegar Rafi Sanjaya (21) asal Bekasi, sempat menanyakan siapa yang meminta Putu Satria dan rekan-rekanya memakai pakaian olahraga ke gedung pendidikan lantai III.
Putu Satria dan rekan-rekannya kemudian diminta berbaris berjejer.
Kemudian Tegar memukul ulu hati Putu Satria dengan tangan mengepal sebanyak 5 kali.
Korban yang dipukuli bertubi-tubi pun terkapar.
Penganiayaan ini diungkapkan teman satu angkatan korban yang menyaksikan langsung pemukulan terhadap Putu Satria.
Adapun pelaku Tegar sudah diamankan polisi.
Teman korban, sebut saja A menceritakan, penganiayaan terjadi ketika ia bersama korban dan tiga rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas, Jumat (3/5) pagi.
"Kemudian kami turun ke lantai dua lalu kami dipanggil sama senior tingkat 2 yang bernama Tegar dan teman-temannya," ucap A dalam keterangannya dikutip Tribunnews.com, Sabtu (4/5).
Saat itu terduga pelaku menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.
Terduga pelaku lalu meminta lima juniornya itu untuk masuk ke dalam toilet dan berbaris.
"Tegar bertanya siapa yang menyuruh pakai baju olahraga?
Kemudian saya dan teman-teman saya lima orang diajak ke kamar mandi.
Kami berlima disuruh baris, paling pertama korban, kemudian berderet teman-teman lain," ujar A.
A yang menyaksikan pemukulan ini melihat jelas bagaimana korban dipukul sebanyak lima kali oleh terduga pelaku.
Tegar memukuli Putu Satria lima kali di bagian ulu hatinya.
Hal itu membuat Putu Satria lemas dan langsung terkapar.
Baca: Alasan di Balik Jenderal Andika Perkasa Revisi Syarat Tinggi Badan dan Usia Calon Taruna
"Setelah itu kami disuruh pergi meninggalkan kamar mandi, langsung mengikuti kegiatan," ucap A.
Pihak keluarga menduga kuat Putu Satria meninggal karena dipukuli.
Sang ayah pun menolak keras bila Putu Satria dikatakan meninggal karena sakit jantung.
Apalagi selama ini dia tidak ada riwayat penyakit apapun.
"Tidak ada (sakit jantung).
Buktinya, sebelum masuk STIP kan ada test kesehatan, anak saya lulus hasilnya bagus," ujar Suastika.
Polisi telah menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Putu Satria ini.
Tersangka tak lain adalah Tegar Rafi Sanjaya (21), mahasiswa tingkat 2 STIP Jakarta.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, pihaknya telah memeriksa sebanyak 36 orang, yang di antaranya merupakan taruna dan pengasuh di STIP, dokter dan ahli.
Pihaknya telah mempelajari rekaman CCTV yang ada.
"Maka kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam peristiwa ini yaitu TRS. Salah satu taruna STIP Cilincing tingkat 2," kata Gidion, kepada wartawan di kantor Polres Metro Jakarta Pusat, Sabtu (4/5) malam.
Kasus dugaan perpeloncoan maut ini awalnya diketahui setelah ada laporan bahwa korban dilarikan ke RS Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Korban kemudian diperiksa dan ternyata diduga tewas akibat mengalami kekerasan fisik di dalam kampus STIP Jakarta, Cilincing, Jakarta Utara.
"Saya rasa CCTV cukup clear untuk menceritakan rangkaian peristiwa itu, karena kegiatan ada di kamar mandi, ini kegiatan yang memang tidak dilakukan secara resmi oleh lembaga, ini kegiatan perorangan mereka, jadi tidak dilakukan secara terstruktur ataupun kurikulum ya," papar Kapolres.
Gidion menyampaikan, kehidupan senioritas menjadi motif dari kasus ini. Gidion menilai ada arogansi senioritas yang ditemukan pihaknya.
"Motifnya kehidupan senioritas.
Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas," ucapnya.
Sementara korban yang merupakan mahasiswa tingkat 1 di STIP Jakarta, Putu Satria, tewas akibat adanya luka di bagian ulu hati.
"Menyebabkan pecahnya jaringan paru, ada pendarahan, tapi juga ada luka lecet di bagian mulut," katanya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 3380 jo subsider 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.
Baca berita terkait di sini