Opini Keresahan, Tantangan, Solusi Pembelajaran Abad 21

Editor: Rakli Almughni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ki Hadjar Dewantara

Ditulis oleh Wiga Adhi Yudha, Mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pada kesempatan ini, izinkan saya, Wiga Adhi Yudha, mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Sebelas Maret Surakarta, mengajak kawan-kawan pendidik untuk mengulas dan merefleksi pandangan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan.

Salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yaitu pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia lahir maupun secara batin. Dari hal tersebut, dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai seorang pendidik kita juga diharapkan dapat menerapkan pengajaran yang memerdekakan anak didik.

Namun, kenyataannya apakah kita pendidik sudah memerdekakan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar?

Kenyataan yang terjadi di lapangan mayoritas pendidik masih belum bisa memerdekakan anak didik dalam pembelajaran. Seperti pendidik masih menyamaratakan kemampuan anak dalam kelas, sehingga penyampaian materi pembelajaran dalam kelas pun dipukul rata.

Sejatinya setiap anak-anak itu memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda dan menghendaki gaya pembelajaran yang menyesuaikan kodrat bawaan tersebut, sehingga sebagai seorang pendidik kita wajib memahami perbedaan karakter setiap anak dan menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan perbedaan tersebut.

Hal tersebut selaras dengan pendapat Ki Hajar Dewantara bahwa, "Maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat."

Pendapat tersebut bisa dimaknai bahwa pendidikan itu merupakan "tuntunan" dalam hidup dan tumbuh kembangnya anak menurut kodratnya sendiri. Hal itu berdasarkan hakikat setiap anak yang memiliki keunikan bawaan masing-masing. Tugas kita sebagai seorang pendidik berkewajiban menuntun anak didik agar tumbuh sesuai dengan minat dan bakat mereka dan tidak membatasi terhadap apa yang mereka bawa sejak lahir.

Dalam hal ini, Ki hajar Dewantara menggambarkan pendidik seperti petani, dan anak didik menjadi tanaman padi. Seorang petani hanya dapat mengasuh tumbuhnya padi dengan menyuburkan tanah, memberi pupuk, membasmi hama yang menggangu dan sebagainya.

Meskipun pertumbuhan padi dapat diperbaiki tetapi petani tidak mampu untuk mengubah hakikat bawaan padi tersebut. Misalnya petani tidak bisa mengharapkan padi yang dirawatnya tumbuh menjadi jagung. Selain itu, petani juga tidak dapat menyamakan merawat tanaman padi dengan merawat tanaman jagung.

Begitu pun seorang pendidik, berkewajiban membimbing anak didik sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat anak didik masing-masing. Selain itu, sebagai seorang pendidik kita juga harus dapat mewujudkan pendidikan yang berpihak pada anak. Seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara, "Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta suatu hak, melaikan untuk berhamba pada sang anak."

Maksud ungkapan tersebut adalah bahwa sebagai seorang pendidik mendedikasikan diri dengan tulus dan ikhlas mendidik anak, tidak boleh menuntut dalam bentuk apa pun, hanya mendampingi anak agar dapat mencapai kebahagiaan hidup sebagai manusia. Merdeka belajar dalam artian belajar mengajar bukan berarti merdeka bebas sebebas-bebasnya.

Prinsip Merdeka Belajar adalah kemerdekaan tidak hanya sekadar kebebasan, tetapi juga kemampuan seseorang untuk hidup melalui kekuatan sendiri, yang lebih luas dari pada hanya diartikan sebagai kebebasan. Dalam pembelajaran yang "Merdeka", setiap guru harus mulai berani untuk melakukan inovasi dan perubahan dalam kultur pembelajaran.

Sebagai seorang pendidik selain harus menuntun kodrat anak sesuai dengan minat dan bakat, kita juga harus bisa menanamkan budi pekerti yang baik pada anak didik kita. Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara melakukannya dengan cara menerapkan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran yang meliputi hablumminallah (bagaimana kita harus bersikap di hadapan Allah) dan hablumminannas (bagaimana kita harus bersikap di hadapan manusia).

Selain itu, Ki Hajar Dewantara memberikan pendidikan karakter kebangsaan agar siswa memiliki kepribadian khas serta jiwa bela tanah air dan cinta Indonesia. Dalam menyukseskan pendidikan anak yang merdeka, faktor lingkungan juga sangat memengaruhi. Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa ada tiga pusat pendidikan yang biasa disebut tripusat pendidikan.

Tripusat pendidikan ini di antaranya, satu, lingkungan keluarga, pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan pendidikan yang pertama dan utama kepada pembinaan watak dasar anak didik. Dua, lingkungan sekolah, secara formal merupakan titipan orang tua anak didik kepada sekolah tempat belajar ilmu dan adab. Tiga, lingkungan masyarakat, mendidik anak didik dengan learning by doing dalam interaksi masyarakat.

Kegiatan kemasyarakatan yang positif membantu pembentukan watak sang anak dan harus dipisahkan dari pergaulan yang negatif. Salah satu sekolah yang menerapkan praktik merdeka belajar berdasarkan observasi yang telah saya lakukan adalah di SMP Negeri 7 Surakarta.

Pada intinya sekolah tersebut sudah menerapkan dengan baik meskipun masih ada keterbatasan dalam pelaksanaannya. Guru di SMP Negeri 7 Surakarta mengembangkan pembelajaran yang luwes dan tidak kaku salah satunya mengadakan kegiatan P5 setiap hari jumat yang menumbuhkan motivasi, kreativitas, serta inovasi dari peserta didik.

Selanjutnya pada kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di SMP Negeri 7 Surakarta para guru sudah melaksanakan peran dengan baik yakni hanya menjadi fasilitator sedang murid berperan penuh untuk mencari jawaban secara mandiri. Pembelajaran di SMP Negeri 7 Surakarta juga menjaga kenyamanan serta keamanan sehingga peserta didik semangat selama mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.

Keterbatasan yang ada seperti kurangnya akses terhadap sarana dan prasarana sekolah sehingga pemanfaatannya tidak optimal. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan koordinasi dengan pihak sekolah untuk melakukan kegiatan perawatan dan juga menerapkan pembelajaran yang adapitf.

Halaman
12


Editor: Rakli Almughni
BERITA TERKAIT

Berita Populer