Isra Miraj ini diperingati setiap tanggal 27 Rajab dalam kalender Hijriah. Tahun ini, Isra Miraj jatuh pada Kamis (8/2/2024).
Umat Islam di dunia turut merayakan Isra Miraj dengan kegiatan yang berbeda-beda, tak terkecuali umat Islam di Indonesia.
Di Indonesia, Isra Miraj dirayakan dengan berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan tradisi di masing-masing daerah.
Misalnya saja Nyadran di Jawa Tengah, kemudian ada Rajaban di Jawa Barat dan lain sebagainya.
1. Nyadran
Tradisi Nyadran biasa dilakukan oleh umat Islam yang tinggal di Jawa Tengah. Nyadran berarti "doa kepada leluhur".
Diberitakan Kompas.com (22/3/2020), tradisi Nyadran dilakukan dengan membersihkan makam leluhur dan dilanjutkan dengan doa bersama.
Beberapa di antaranya menambahkan kegiatan pengajian yang umumnya dilakukan di masjid dan diakhiri dengan karnaval.
Tak hanya Isra Miraj, tradisi akulturasi Jawa dan Islam ini juga dilakukan dalam berbagai momen, seperti menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, sebagai tanda penghormatan untuk leluhur dan alam semesta.
2. Rajaban
Tradisi Isra Miraj lain yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah Rajaban yang dilakukan oleh masyarakat Cirebon, Jawa Barat.
Warga akan memulai Rajaban dengan berziarah ke Plangon, makam Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan dua penyebar ajaran agama Islam.
Rajaban juga berlangsung di Keraton Kasepuhan Cirebon, dengan menggelar pengajian bagi masyarakat umum.
Mereka juga membagikan nasi bogana yang terdiri dari kentang, telur ayam, tempe, tahu, parutan kelapa, dan bumbu kuning.
3. Nganggung
Di Bangka Belitung, masyarakat biasanya merayakan Isra Miraj dan beberapa hari besar Islam lain dengan tradisi Nganggung.
Nganggung adalah tradisi membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju tempat pertemuan besar yang dilakukan secara berbondong-bondong, dikutip dari Kompas.com (26/10/2022).
Makanan tersebut umumnya berupa kue, buah-buahan, atau nasi beserta lauk pauknya.
Tradisi ini juga disebut dengan Sepintu Sedulang atau Selawang Sedulang yang berarti setiap rumah menyediakan makanan untuk dibawa ke masjid atau balai desa, tempat berkumpul masyarakat kampung.
4. Khatam Kitab Arjo
Khatam Kitab Arjo merupakan tradisi pembacaan Kitab Arjo, sebuah kitab berbahasa Jawa yang ditulis dengan aksara Arab Pegon.
Kitab yang berisi perjalanan Isra Miraj Rasulullah ini merupakan karya KH Ahmad Rifai al-Jawi.
Dikutip dari Kompas TV (18/2/2023), tradisi ini dilakukan warga Desa Wonoboyo, Temanggung, Jawa Tengah.
Awalnya, mereka akan membaca tahlil sekitar pukul 20.00 WIB. Kemudian, diikuti dengan membaca Kitab Arjo hingga khatam.
5. Ambengan
Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur merayakan Isra Miraj dengan menjalankan tradisi Ambengan. Tradisi ini berupa makan bersama untuk menyambut hari-hari besar Islam atau momen tertentu.
Kata ambengan berasal dari bahasa Jawa ambeng yang berarti wadah dengan ukuran tanggung. Istilah itu digunakan untuk menggambarkan wadah makanan yang digunakan di perayaan tersebut.
Wadah ambeng berisi nasi dan lauk berupa mi goreng, ayam, telur, serundeng, kentang dan sebagainya, kemudian dibawa ke masjid atau mushala.
Masyarakat kemudian berkumpul usai shalat Maghrib untuk menjalani prosesi ambengan. Tradisi ini akan diawali dengan pembacaan doa yang dipimpin kiai atau sesepuh desa.
6. Ngurisan
Sementara itu, masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat memperingati Isra Miraj dengan tradisi Ngurisan.
Tradisi ini dilakukan dengan memotong rambut bayi yang baru lahir atau berusia di bawah enam bulan, dikutip dari Kompas.com (2/5/2022).
Ngurisan tidak hanya dilakukan selama Isra Miraj atau bulan Rajab namun pada hari besar Islam lainnya.
Para tokoh agama dan masyarakat dipimpin Tuan Guru setempat akan memotong rambut bayi yang dibawa ke masjid.
Selama prosesi itu berlangsung, para jemaah yang hadir akan melantukan selawat bagi Nabi Muhammad SAM.
Ngurisan adalah ungkapan rasa syukur dan harapan supaya para bayi selalu mendapatkan keberkahan dalam hidupnya.
7. Hajad Dalem Yasa Peksi Burak
Menjelang Isra Miraj, Kraton Yogyakarta menggelar sebuah acara tradisi bernama Hajad Dalem Yasa Peksi Burak.
Nama tradisi ini diambil dari istilah ‘Yasa’ yang berarti membuat atau mengadakan, ‘Peksi’ yang berarti burung dan ‘Burak’ yaitu makhluk yang diyakini menjadi kendaraan Nabi Muhammad SAW saat melakukan Isra Miraj.
Pada tradisi ini, dua burak yang terbuat dari kulit jeruk bali dibawa abdi dalem Kaji Selusin dari Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta menuju Serambi Masjid Gede Kauman.
Burung kulit jeruk itu bertengger di atas gunungan yang terbuat dari manggis, rambutan, dan juga tebu.
Usai pengajian, gunungan buah itu akan dibagikan kepada jemaah masjid.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com