Terbukti 3 Kali Langgar Etik, Ketua KPU Didesak Mundur : Seharusnya Punya Rasa Malu

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPU RI Hasyim Asyari

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari didesak agar mengundurkan diri karena melanggar etik berulang kali.

“DEEP Indonesia meminta agar Ketua KPU menyadari pelanggaran etiknya dan dapat mundur dari jabatannya. Sebab sudah sepatutnya tidak perlu dilanjutkan lagi karena terbukti ada pelanggaran etik," kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnerhsip (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, dalam keterangan pers pada Selasa (6/2/2024), dikutip dari Kompas.com.

Pelanggaran etik oleh Hasyim terkait dengan proses pendaftaran calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia capres-cawapres.

Neni mengatakan, dengan sanksi peringatan keras terakhir dari DKPP terhadap Hasyim terkait pelanggaran etik itu juga memicu keraguan masyarakat atas independensi lembaga penyelenggara Pemilu.

"Ketua KPU semestinya juga memiliki rasa malu ketika akademisi sudah menyerukan etika politik harusnya hal ini dapat tercermin dan dimulai dari penyelenggara Pemilu," ujar Neni.

"Jika penyelenggara pemilu sudah seperti ini terhadap integritas Pemilu, kita bisa berharap terhadap siapa lagi?" sambung Neni.

Sebelumnya, DKPP melayangkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, lantaran sudah terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu 1," sambung Heddy.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari (KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA)

Heddy menyebutkan, Hasyim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

DKPP kemudian menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU yakni August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid dalam perkara yang sama.

Mereka melanggar kode etik dan perilaku dalam perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Ini merupakan pelanggaran etik ketiga yang dilakukan Hasyim.

Baca: Ketua KPU Diputus Langgar Etik karena Loloskan Gibran Jadi Cawapres, Ini Sanksinya

Sebelumnya dia melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) karena bertemu calon peserta pemilu, Hasnaeni Moein, yang berasal dari Partai Republik Satu.

Pelanggaran kedua adalah Hasyim tidak mengakomodir keterwakilan calon anggota legislatif perempuan dan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang diajukan masyarakat sipil.

Berdasarkan pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU menggelar pelanggaran kode etik karena tidak segera berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah buat mengubah Peraturan KPU (PKPU) usai putusan MK diberlakukan.

Padahal putusan MK itu berdampak terhadap syarat calon peserta pemilihan presiden sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa dalam sidang.

Wiarsa mengatakan, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.

Namun, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK tidak tepat.

Halaman
12


Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer