Pantas Jokowi Blak-blakan Sebut Presiden Boleh Memihak Capres 1, 2, atau 3, Terkuak Aturan Aslinya

Penulis: Rakli Almughni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Indonesia Joko Widodo menyampaikan pidato pada pertemuan makan siang peringatan 50 tahun Persahabatan dan Kerjasama ASEAN-Jepang di Federasi Bisnis Jepang (Keidanren) di Tokyo pada 18 Desember 2023.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) blak-blakan menyebutkan bahwa seorang presiden boleh memihak dan kampanye dalam Pilpres 2024.

Tak cuma presiden, Jokowi juga menegaskan bahwa pejabat seperti menteri juga boleh mendukung calon tertentu di kontestasi pesta demokrasi ini.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi kepada wartawan di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," tegasnya.

Lantas, bagaimanakah aturan asli yang memperbolehkan pejabat negara berkampanye?

Undang-Undang (UU) Pemilu mengatur bahwa beberapa pejabat negara dibolehkan berkampanye dan itu termuat di Pasal 299 UU Pemilu.

Dilansir dari Kompas.com, dalam Pasal 299 ayat (1) tertulis, "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye".

Presiden Indonesia Joko Widodo berpidato dalam pertemuan dengan Presiden Vietnam Vo Van Thuong di Istana Kepresidenan di Hanoi pada 12 Januari 2024. (Nhac NGUYEN / AFP)

Baca: Jokowi Tegaskan Presiden dan Menteri Boleh Kampanye & Memihak di Pemilu 2024

Pasal itu juga menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye.

Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye jika sebagai capres-cawapres dan selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Namun demikian, Pasal 281 UU Pemilu memberi sejumlah syarat bagi pejabat negara yang berkampanye, termasuk para menteri dan kepala negara.

Selain harus cuti di luar tanggungan negara, mereka juga dilarang menggunakan sejumlah fasilitas negara.

Ketentuan lebih jauh soal larangan memakai fasilitas negara untuk kampanye pejabat negara diatur dalam Pasal 304-305 UU Pemilu.

UU Pemilu lewat Pasal 282 dan 283 juga mengatur bahwa para pejabat negara dilarang berpihak selama masa kampanye atau membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye.

Di sisi lain, pejabat negara, struktural, dan fungsional, serta ASN lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Baca: Hasto Beri Komentar Menohok ke Gibran soal Debat Cawapres: Pentingnya Syarat Usia Minimum 40 Tahun

Larangan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Larangan pejabat dilibatkan tim kampanye

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur daftar pejabat negara yang tidak boleh dilibatkan sebagai pelaksana/tim kampanye pemilu.

Hal itu termuat dalam Pasal 280 ayat (2) dan (3).

Dalam daftar itu, tidak ada presiden, menteri, maupun kepala daerah.

Pejabat-pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye itu meliputi:

Halaman
12


Penulis: Rakli Almughni
BERITA TERKAIT

Berita Populer