Setelah terjepit, Israel kini meminta media sosial Meta dan TikTok menghapus lebih dari 8000 konten pro-Palestina.
Dilansir Forbes.com, Meta dan TikTok telah menerima lebih dari 8000 permintaan dari Israel untuk menghapus konten-konten pro-Palestina.
Menurut kantor kejaksaan Israel, ribuan konten tersebut melanggar kebijakan.
Adapun saat ini, 94 persen konten di situs utama yang ditandai telah dihapus.
Selain konten, Israel juga meminta agar beberapa lagu yang memuji Hamas yang “berfungsi sebagai soundtrack untuk ribuan video di TikTok,” agar dihapus.
Terkait hal ini, pihak TikTok mengatakan bahwa kebijakannya adalah menghapus semua konten pro-Hamas setelah konten tersebut teridentifikasi.
Baca: KESAKSIAN Tahanan Palestina yang Ditawan Israel: Para Wanita Dipukuli, Tak Diberi Minum Air Bersih
Baca: Jenderal Israel Akui HAMAS Menang, Sebut HAMAS Berhasil Hentikan Perang
Termasuk menghapus video yang memutar lagu-lagu tentang perjuangan pembela Palestina.
Diketahui, kebijakan untuk memoderasi konten yang melanggar berbeda-beda di setiap platform.
Namun Google, TikTok, dan Facebook melarang materi yang mempromosikan atau diproduksi oleh kelompok tertentu termasuk Hamas.
Hampir 60 persen dari total 9.500 permintaan penghapusan konten dari kantor kejaksaan hingga situs sosial besar ditujukan kepada Facebook dan perusahaan induk Instagram.
Angka tersebut dibandingkan dengan 26 persen yang diperoleh TikTok, menurut data yang diberikan oleh agensi tersebut.
Sepuluh persen dari permintaan tersebut ditujukan ke X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter; permintaan yang dikirim ke YouTube dan Telegram keduanya turun di bawah 5 persen.
Badan pemerintah tersebut mengatakan kepada Forbes bahwa permintaan penghapusan terhadap semua raksasa media sosial telah meningkat 10 kali lipat sejak serangan Hamas.
Kantor kejaksaan Israel mengatakan kepada Forbes bahwa Telegram, yang digunakan oleh akun-akun yang terkait dengan Hamas untuk berbagi rekaman mengerikan dari serangan 7 Oktober dan perang setelahnya, tampaknya tidak memenuhi permintaannya.
“Ada tantangan besar dalam kerja sama mereka,” kata Hadar Katz, juru bicara kantor tersebut, seperti dilansir Forbes.
Meta, Telegram dan Twitter belum menanggapi permintaan komentar pada saat publikasi.
Namun YouTube milik Google mengatakan telah melihat masuknya konten yang melanggar di platform tersebut sejak perang dimulai.
AS terbukti mengirim tentara bayarannya untuk membantu Israel menggempur Gaza.