Sindiran Pedas Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal Kelahiran kembali Nepotisme di Indonesia

Penulis: Rakli Almughni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melontarkan kritikan pedas terkait dengan kelahiran nepotisme baru di tanah air.

Hasto menyampaikan hal tersebut ketika membuka pertemuan Council of Asian Liberals and Democrats di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Sabtu, 28 Oktober 2023.

Mulanya, Hasto menyinggung warna baju hitam yang dikenakan oleh Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah.

Basarh yang mengenakan baju hitam itu tampak sangat berbeda dengan baju berwarna merah yang dipakai kader PDIP yang lain.

"Saya tanya ke dia (Basarah), kenapa seragamnya beda dengan saya?" ujar Hasto, saat memulai sambutannya, Sabtu, dikutip dari Kompas.com.

Hasto mengungkap bahwa Basarah menjawab baju hitam yang ia kenakan itu menggambarkan isi hatinya.

Warna hitam tersebut menandakan demokrasi Indonesia yang dalam tantangan akibat kelahiran nepotisme.

Baca: Alumni ITB 97 Bergerak Cari Enuh Nugraha yang ODGJ karena Ditinggal Kekasihnya: Semoga Cepat Ketemu

"Dia bilang, ini merefleksikan hatinya bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam tantangan, karena kelahiran kembali nepotisme," ujar Hasto disambut tawa hadirin.

Seperti diketahui, isu nepotisme dan dinasti politik mencuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan orang yang berusia di bawah 40 tahun boleh menjadi capres-cawapres asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan publik yang dipilih melalui pemilu.

Putusan ini membuka jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju pada pemilihan presiden karena menjabat sebagai wali kota Solo.

Beberapa pihak menuding ada nuansa nepotisme dalam putusan ini karena Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi dan paman Gibran turut mengambil keputusan.

Seusai putusan MK tersebut, Gibran yang merupakan kader PDI-P itu diumumkan menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM).

PDIP padahal sudah memutuskan mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Akhir-akhir ini, PDI-P menyatakan bahwa Gibran otomatis keluar dari partai berlambang banteng tersebut karena menjadi cawapres Prabowo.

Baca: Pantas Ghani Haeruman Talak Sherin dan Lebih Pilih Ibu, Terkuak Sebabnya, Kini Minta Eks Istri Jujur

Jokowi, Gibran, Kaesang, dan Anwar Usman Dilaporkan ke KPK

Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin (23/10/2023).

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Erick Samuel Paat ditemui di gedung Merah Putih KPK mengatakan, laporan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana Kolusi dan Nepotisme.

"Kami dua kelompok, TPDI dan Perekat Nusantara, untuk melaporkan dugaannya kolusi, nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, Ketua MK Anwar, Gibran, dan Kaesang, dan lain-lain," kata Erick, Senin, dikutip dari YouTube Kompas.com.

Pelaporan itu diterima langsung oleh KPK dengan nomor informasi 2023-A-04294 yang ditandatangani oleh Maria Josephine Wak.

Dijelaskan Erick, landasan hukum pelaporan terhadap Jokowi hingga Kaesang adalah UUD 1945 ayat 1 dan 3 yang menyebut, negara Indonesia adalah negara hukum.

Tak hanya itu, ada jugaTAP MPR No 11/MPR/19/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

"(Landasan hukum) TAP Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme."

Baca: Sosok Enuh Nugraha, Alumni Teknik Kelautan ITB 1997, Jadi ODGJ karena Ditinggal Pacar: Dulu Jenius

"Kemudian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," kata Erick.

Erick juga melandasi laporannya lantaran Jokowi hingga Kaesang diduga melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Kemudian UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan Pemberantasan Tipikor dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1959 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Penyelenggara Negara," ungkapnya.

Erick menjelaskan, alasan pihaknya melaporkan Jokowi hingga Kaesang terkait putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres yaitu menjadi kepala daerah yang berumur di bawah 40 tahun boleh maju dalam Pilpres 2024.

Ia menuturkan bahwa jabatan Anwar Usman yang merupakan ipar dari Jokowi diduga kuat berinidikasi akan ada konflik kepentingan dalam putusan tersebut.

Gugatan yang dikabulkan oleh hakim MK ini, kata dia, tertulis adanya nama Gibran.

Apalagi ditambah adanya gugatan lain yang juga dilayangkan oleh PSI yang kini diketuai oleh putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep.

Baca: Ghani Haeruman Akhirnya Muncul, Terkuak Isi Chatnya: Ibu-Adik Kena Serang Gegara Ulah Azaria Sherin

"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, kita tahu ya karena menikah dengan adiknya presiden. Nah kemudian, Gibran anaknya (Jokowi)."

"Berarti sedangkan Ketua MK hubungannya antara paman dan keponakan (Gibran). Dan PSI yaitu Kaesang keponakan dengan paman," tuturnya.

Erick menyampaikan, jika ada gugatan di mana pemohonnya memiliki hubungan keluarga, maka hakim MK harus mengundurkan diri.

"Tapi kenapa Ketua MK tetap membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim. Nah ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan ini," ujar Erick

Ia pun menduga adanya unsur kesengajaan dan pembiaran dalam penanganan perkara gugatan batas usia capres-cawapres ini.

Oleh karena itu, kata dia, pada hal ini lah diduga kuat adanya unsur kolusi dan nepotisme dari Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang.

"Nah ini yang kami lihat kolusi dan nepotismenya antara Ketua MK sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dan keponakannya Kaesang," tandasnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hakim MK menyatakan, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.

(tribunnewswiki.com/kompas.com)

Baca lebih lengkap seputar berita terkait lainnya di sini



Penulis: Rakli Almughni
BERITA TERKAIT

Berita Populer