Jokowi, Gibran, dan Kaesang dilaporkan atas dugaan tindak kolusi dan nepotisme.
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro mengatakan pelapor harus bisa membuktikan tudingan itu.
"Menyangkut Pak Presiden dan keluarga, saya ingin menyampaikan bahwa sesuai prinsip hukum: siapa yang menuduh dia yang harus membuktikan," ujar Juri di Jakarta, dikutip dari Warta Kota Live yang mengutip Kompas TV, Senin, (23/10/2023).
"Jadi hati-hati melaporkan hanya dengan asumsi tanpa bukti. Apalagi yang dituduh adalah presiden dan keluarga," katanya.
Pelapor ialah adalah Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara). Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang menjadi adik ipar Jokowi turut dilaporkan.
"Kami dua kelompok, TPDI dan Perekat Nusantara, untuk melaporkan dugaannya kolusi, nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, Ketua MK Anwar, Gibran, dan Kaesang, dan lain-lain," kata Koordinator TPDI, Erick S. Paat, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip dari kanal YouTube Kompas.com.
Baca: Jokowi, Anwar Usman, Gibran dan Kaesang Resmi Dilaporkan ke KPK Terkait Korupsi, Kolusi & Nepotisme
Kata Erick, dasar hukum laporan terhadap keempat orang itu ialah UUD 1945 ayat 1 dan 3 yang menyebut bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Di samping itu, ada TAP MPR No 11/MPR/19/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"(Landasan hukum) TAP Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme."
Dia mengatakan mereka diduga melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Kemudian UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan Pemberantasan Tipikor dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1959 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Penyelenggara Negara."
Baca: Reaksi Keluarga usai Gibran Diusung Jadi Cawapres Prabowo: Jokowi Beri Restu, Iriana Acungi Jempol
Baca: Imbas Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Anwar Usman dan 8 Hakim Dilaporkan Dugaan Pelanggaran Etik
Erick berujar bahwa pihaknya melaporkan keempatnya sehubungan dengan putusan MK yang membolehkan capres dan cawapres berusia di bawah 40 tahun asalkan berpengalaman menjadi kepala daerah.
Kata Erick, jabatan Anwar Usman diduga kuat berindikasi akan ada konflik kepentingan dalam putusan itu. Di samping itu, Erick menyebut dalam gugatan yang dikabulkan itu tertulis nama Gibran.
"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, kita tahu ya karena menikah dengan adiknya presiden. Nah kemudian, Gibran anaknya (Jokowi)."
"Berarti sedangkan Ketua MK hubungannya antara paman dan keponakan (Gibran). Dan PSI yaitu Kaesang keponakan dengan paman."
Dijelaskan oleh Erick, jika ada gugatan yang pemohonnya mempunyai hubungan keluarga dengan dia, hakim MK wajib mengundurkan diri.
"Tapi kenapa Ketua MK tetap membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim. Nah ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan ini," ujarnya.
Baca: Rocky Gerung Sebut Jokowi dan Anwar Usman Main Drama, Padahal Kongkalikong Agar Gibran Jadi Cawapres
Baca: Wakil Ketua MK Saldi Isra Ungkap Keanehan, Amar Putusan Hakim Berbelok Sejak Anwar Usman Ikut Rapat
Menurut Erick, terdapat unsur kesengajaan dan pembiaran dalam penanganan perkara gugatan tersebut. Oleh karena itu, diduga ada unsur kolusi dan nepotisme dari Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang.
"Nah ini yang kami lihat kolusi dan nepotismenya antara Ketua MK sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dan keponakannya Kaesang."
Baca berita lain tentang Jokowi di sini.