Peluang Gibran itu terbuka lebar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan seseorang berusia kurang dari 40 tahun maju sebagai capres dan cawapres asalkan pernah berpengalaman menjadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan.
Jamiluddin menyebut hal itu menjadi peluang emas Jokowi untuk meneruskan dinasti politiknya dalam pemerintahan.
Sebelumnya, usulan agar Jokowi untuk menjabat selama tiga periode ditolak mentah-mentah.
“Jokowi pasti happy banget. Ibaratnya Jokowi tiga periode kalau Gibran jadi cawapresnya Prabowo,” kata dia, Selasa, (17/10/2023), dikutip dari Tribun Jakarta.
Baca: Almas Mahasiswa Solo yang Gugatannya Dikabulkan MK Ternyata Pengagum Gibran, Ini Profilnya
Sementara itu, Jamiludin mengatakan pihak yang paling dirugikan ialah PDIP. Menurut dia, jika Gibran benar-benar menjadi cawapres Prabowo, hal itu membuktikan bahwa Jokowi sudah tak sejalan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Di samping itu, Projo atau para pendukung Jokowi sudah menyatakan mendukung Prabowo.
“Artinya badannya Jokowi sudah di Gerindra, Gibran dan Jokowi loncat pagar," katanya.
"Mestinya tunduk dan patuh pada PDIP, tapi mereka melawan dan tidak loyal dengan PDIP."
“PDIP sangat dirugikan dalam hal ini, seluruh rakyat Indonesia pun dirugikan dengan keputusan ini."
Jokowi buka suara ketika ditanya tentang kemungkinan Gibran maju sebagai cawapres setelah MK menambahkan syarat capres dan cawapres lewat putusan yang dibacakan pada hari Senin, (16/10/2023).
"Pasangan capres dan cawapres ditentukan partai politik atau gabungan partai politik," kata Jokowi lewat keterangan pers di sela-sela kunjungan kerja ke Tiongkok yang ditayangkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin, (16/10/2023).
Baca: Jawaban Jokowi saat Ditanya Kemungkinan Putranya, Gibran, Maju Jadi Cawapres
Jokowi mengaku tidak ikut campur dalam persoalan capres dan cawapres.
"Jadi, silakan tanya ke partai politik, itu wilayah partai politik dan saya tegaskan saya tidak mencampuri urusan capres atau cawapres," ujarnya.
MK mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
Lembaga peradilan itu menyatakan seseorang yang belum menginjak usia 40 tahun bisa maju sebagai capres atau cawapres asalkan dia pernah punya pengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih lewat pemilu.
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
MK mengatakan putusan tersebut berlaku mulai Pilpres 2024.
Dengan berlakunya putusan itu, Gibran bisa maju sebagai capres atau cawapres pada pilpres tahun depan kendati usianya belum menginjak 40 tahun.
Gibran yang kini berusia 36 tahun telah memiliki pengalaman menjabat sebagai wali kota sehingga memenuhi syarat menjadi capres atau cawapres.
Baca: Rocky Gerung Sebut Jokowi dan Anwar Usman Main Drama, Padahal Kongkalikong Agar Gibran Jadi Cawapres
"Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah.
MK mengungkap alasan mengabulkan gugatan itu.
Menurut hakim konstitusi Guntur Hamzah, presiden dan wakil presiden sama-sama rumpun jabatan yang dipilih (elected officials) sebagaimana kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.
Hal tersebut dipandang mencerminkan bahwa jabatan itu sesuai dengan keinginan rakyat.
"Sehingga, tokoh figur tersebut dapat saja, dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman (minimum degree of maturity and experience) karena terbukti pemah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara," ujar Guntur saat sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Senin, (16/10/2023).
Kata Guntur, pembatasan usia yang hanya pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara adalah bentuk wujud ketidakadilan yang tak bisa ditolerasni dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
"Kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional," katanya.
Baca: Gibran Anak Jokowi Bisa Maju Pilpres 2024, MK Ubah Syarat Capres-Cawapres
Menurut Guntur, pembatasan usia minimal 40 tahun semata tak hanya menghambat perkembangan dan kemajuan generasi muda dalam kontestasi pimpinan nasional.
Pembatasan itu juga bisa mendegradasi peluang tokoh generasi milenial yang didambakan generasi muda, seluruh anak bangsa yang seusia generasi milenial.
"Dalam batas penalaran yang wajar pejabat yang menduduki atau pernah menduduki jabatan elected officials sesungguhnya telah teruji dan telah diakui serta terbukti pernah mendapatkan kepercayaan dan legitimasi rakyat."
Di samping itu, Guntur menganggap pembatasan usia 40 tahun semata bersifat debatable.
Pembatasan itu, menurutnya, tidak memberi pemaknaan yang baik secara kualitatif lantaran sekadar mendasarkan pada umut tanpa mempertimbangkan kematangan politik yang dianggap bisa muncul lewat hasil pengalaman menjabat sebagai pejabat hasil pemilu.
Baca berita lain tentang Pilpres 2024 di sini.