Selain menewaskan puluhan orang, serangan Israel itu juga melukai 200 warga sipil lainnya. Pihak Hamas menyebut sebagian besar korban tewas adalah wanita dan anak-anak.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Palestina, Iyad Al-Buzm, berujar bahwa serangan tersebut menargetkan konvoi para pengungsi yang sedang melewati Jalan Salah Adin di kawasan Al-Zeytoun.
Dikutip dari Anadolu Agency, Al-Buzm mengatakan Israel masih melancarkan serangan meski sudah meminta warga Palestina untuk pergi ke Gaza bagian selatan juga menyelamatkan diri.
Warga Palestina mulai beramai-ramai meninggalkan wilayah Gaza bagian utara setelah militer Israel meminta 1,1 juta orang mengevakuasi diri dari sana.
Ultimatum Israel itu disebut menjadi tanda bahwa akan ada serangan darat terhadap Hamas.
Akan tetapi, ultimatum tersebut dikritik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurut PBB, upaya mengevakuasi seluruh warga Gaza utara justru bisa mendatangkan bencana.
PBB kemudian meminta Israel untuk mencabut ultimatumnya. Akan tetapi, PBB menyebut sudah ada puluhan ribu warga yang meninggalkan Gaza utara.
Di pihak lain, Hamas meminta warga Palestina untuk mengabaikan ultimatum Israel. Hamas menyebut perintah Israel itu sebagai "perang psikologis".
Baca: Serangan Israel di Lebanon Selatan Bunuh Jurnalis, Zionis Disebut Bungkam Media
Baca: Selamatkan Diri, Puluhan Ribu Warga Palestina Tinggalkan Gaza Utara setelah Diultimatum Israel
Menurut Hamas ultimatum tersebut bertujuan untuk mengganggu solidaritas warga Palestina. Namun, tidak ada tanda bahwa Hamas melarang evakuasi itu.
Sejumlah warga Palestina menganggap bertahan di Gaza utara ataupun pindah ke selatan sama saja karena tidak ada tempat aman untuk bersembunyai. Di samping itu, tenaga medis mengaku tidak bisa meninggalkan para pasien.
Juru bicara Israel, Jonathan Conricus, menyebut militer Israel akan berusaha untuk tidak membahayakan warga sipil. Dia menyebut warga sipil akan diizinkan kembali ke rumah setelah perang usai.
Israel kerap menuding Hamas menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng. Oleh karena itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan Israel ingin memisahkan militan Hamas dari warga sipil.
"Jadi, yang ingin menyelamatkan diri, tolong pindah ke selatan," kata Gallant saat konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin dikutip dari Associated Press.
Baca: WNI Terjebak dalam Serbuan Total Israel : Belum Dievakuasi, Stok Makanan Menipis, Gaza Bak Kota Mati
Seorang warga Kota Gaza bernama Khaled Abu Sultan mengaku awalnya tidak percaya bahwa perintah evakuasi itu benar-benar nyata. Namun, dia tak tahu ke mana harus membawa keluarganya.
"Kami tidak tahu apakah ada wilayah aman di sana (Gaza selatan). Kami tak tahu apa pun," kata Sultan.
Banyak juga warga Palestina yang takut tidak bisa kembali ke rumah atau nantinya harus mengungsi ke Sinai, Mesir.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan tak mungkin bisa mengevakuasi para korban luka dari rumah sakit.
"Kami tidak bisa mengevakuasi rumah sakit dan meninggalkan korban luka hingga meninggal," kata Ashraf al-Qidra selaku juru bicara kementerian itu.
Baca: Israel Minta 1,1 Juta Warga Palestina Tinggalkan Gaza Utara dalam 24 Jam, Akan Ada Serangan?
Sementara itu, seorang staf Palang Merah Palestina bernama Farsakh mengatakan para tenaga medis menolak meninggalkan pasien. Mereka justru menelepon teman-temannya untuk berpamitan.
"Kami punya pasien yang terluka, lansia, dan anak-anak di rumah sakit," kata Farsakh.
Badan PBB untuk urusan pengungsian di Palestina, UNRWA, mengaku tak akan mengevakuasi sekolah yang dikelolanya. Namun, UNRWA mengatakan akan merelokasi markasnya ke Gaza selatan.
"Besarnya dan cepatnya krisis kemanusiaaan saat ini sangat mengerikan. Gaza dengan cepat menjadi neraka dan berada di ambang kehancuran," kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini.
Baca berita lain tentang perang Hamas-Israel di sini.