Menurut KPK, Syahrul Yasin Limpo ditangkap karena dia dikhawatirkan kabur dan menghilangkan barang bukti kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Penangkapan Syahrul Yasin Limpo dilakukan sehari sebelum dia dijadwalkan diperiksa KPK.
"Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana, misalnya kekhawatiran melarikan diri. Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti bukti yaitu yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK kemudian melakukan penangkapan dan membawanya di Gedung Merah Putih KPK,"ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis malam, (12/10/2023), dikutip dari Tribunnews.
Ali mengatakan Syahrul mengonfirmasi akan hadir dalam pemeriksaan pada hari Jumat, (13/10/2023). Namun, KPK memutuskan menangkap Syahrul karena mengetahui bahwa kader Partai Nasdem itu berada di Jakarta.
Sebelumnya, pada hari Rabu, (11/10/2023, Syahrul pulang kampung untuk menemui ibunya yang tengah sakit.
Baca: KPK: Uang Rp13,9 M yang Dinikmati Syahrul Yasin Limpo Beda dengan Rp30 M yang Ada di Rumahnya
"Iya betul ada panggilan itu. Tapi ini masih dalam rangkaian yang kemarin tentunya bahwa kami mendapatkan informasi yang bersangkutan kan sudah di Jakarta dari tadi malam dan saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK," kata Ali.
Setelah ditangkap, Syahrul dibawa ke Gedung Merah Putih KPK pukul 19.16 WIB dalam kondisi terborgol.
Partai Nasdem memprotes penangkapan Syahrul oleh KPK karena Syahrul dikhawatirkan menghilangkan barang bukti.
Menurut Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni, Syahrul tidak mungkin menghilangkan bukti lantaran dia sudah tidak menjadi menteri.
"Mau menghilangkan apa dia? Sudah bukan menteri, kok. Kecuali dia masih status menteri," kata Sahroni di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis, (12/10/2023).
Dia juga penasaran akan alasan lembaga antikorupsi itu menangkap Syahrul pada malam hari. Padahal, keesokan harinya Syahrul akan diperiksa KPK. Di samping itu, Syahrul sudah mengonfirmasi akan hadir.
"Ada apa dengan KPK? Kenapa? Kenapa mesti melakukan hal itu kepada seorang yang bukan menteri lagi," katanya.
Baca: KPK Akan Ungkap Jumlah Uang Dugaan Hasil Korupsi Syahrul Limpo yang Diduga Mengalir ke Nasdem
Baca: Mangkir dari Panggilan KPK, Syahrul Yasin Limpo Minta Izin Temui Ibu di Kampung Halaman
Sahroni juga menyinggung bahwa KPK sudah menggeledah rumah dinas Syahrul dan kantor Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, dia menyebut pernyataan KPK bahwa Syahrul dikhawatirkan menghilangkan barang bukti layak dipertanyakan.
"Ini seolah-olah analisis dia akan kabur atau menghilangkan bukti-bukti. Kan besok kan masih ada ruang untuk menyampaikan pemeriksaan yang bersangkutan," kata Sahroni menjelaskan.
"Sekali lagi, pertanyaannya, ada apa dengan KPK memaksa malam ini penjemputan paksa? Sedangkan mekanisme hukum acara belum dilalui."
Sebelumnya, KPK menduga Syahrul menerima uang setoran sebesar 4.000 hingga 10.000 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp62,2 juta hingga Rp156,7 juta per bulan.
KPK enyebut uang itu adalah hasil pemerasan terhadap bawahan dan gratifikasi melalui orang kepercayaannya.
Dari periode 2020 hingga 2023, Syahrul diperkirakan sudah menerima uang setoran sebesar kira-kira Rp13,9 miliar.
“Besaran nilai (uang perasan) yang telah ditentukan Syahrul dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (11/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Tanak, uang setoran itu dikumpulkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
KPK mengatakan Kasdi dan Hatta meminta bahwannya di lingkup eselon I, para direktur jenderal, kepala badan, dan sekretaris di masing-masing eselon I, untuk menyerahkan uang secara paksa.
Baca: Firli Bahuri: Isu Pimpinan KPK Peras Syahrul Limpo Jadi Serangan Balik para Koruptor
Sumber uang itu ialah realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang telah digelembungkan, termasuk permintaan kepada beberapa vendor yang memenangkan proyek di kementerian itu.
Tanak berujar bahwa uang tersebut diserahkan dalam bentuk mata uang asing. “Dilakukan secara rutin setiap bulan,” katanya.
Dia menyebut uang setoran digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarga intinya. Uang itu turut digunakan untuk membeli barang mewah, termasuk mobil.
“Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik Syahrul,” kata dia.
Syahrul, Kasdi, dan Hatta ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi.
Ketiganya disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Ketua KPK Firli Bahuri Akui Bertemu Syahrul Limpo sebelum Penyelidikan Kasus di Kementan
Baca berita lain tentang Syahrul Yasin Limpo di sini.