Rocky Gerung: Konflik Rempang Disebabkan oleh Ambisi Jokowi, Pemerintah Cari Kambing Hitam

Editor: Febri Ady Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah aparat gabungan berjaga di Jembatan IV Barelang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis (7/9/2023). Suasana di sana menuju Pulau Rempang memanas.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Pengamat politik Rocky Gerung menuding konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), disebabkan oleh ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Rocky menyebut Jokowi menginginkan investasi sejak periode pertama kepemimpinannya. Jadi, kata Rocky, Jokowi meminta investasi tidak dihalangi.

“Jadi, kalau kita lihat, seluruh peristiwa ini disebabkan karena ambisi Presiden untuk menjadikan infrastruktur sebagai legacy (warisan) dia dan kemudian dipatenkan oleh omnibus law, dan ini sebetulnya ekses pertama dari omnibus law, yaitu percepatan investasi,” kata Rocky dalam video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official hari Kamis, (14/9/2023).

Rocky turut menyinggung sejumlah kasus yang menurutnya memiliki kesamaan dengan kasus Rempang.

“Membekas dalam benak publik bahwa ada upaya untuk menghalangi atau meminggirkan penduduk asli di IKN (Ibu Kota Nusantara), begitu yang terjadi, di Rempang juga begitu, kemudian di Morowali juga begitu."

Menurut Rocky, penolakan-penolakan dalam kasus yang disebutkannya itu adalah bentuk penolakan rakyat yang pada akhirnya diwarnai dengan kekerasan.

Baca: Respons Jokowi Soal Konflik Rempang : Masa Urusan Begitu Harus sampai Presiden

Di samping itu, Rocky mengkritik pemerintah yang menurutnya mencari kambing hitam dan sosok provokator dalam kasus ini. Menurut dia, kambing hitam itu adalah kepentingan asing.

“Enggak mungkin setiap keadaan itu dicarikan provokator," katanya.

Rocky mengatakan komunitas Melayu juga memiliki kepentingan atas Pulau Rempang.

“Jadi, dianggap ini, apa namanya, puak Melayu atau komunitas Melayu ini tidak punya kepentingan di situ,” ujarnya.

“Melayu menginginkan hak-hak dasarnya dia itu dilindungi.”

Menurut Rocky, memang ada kepentingan asing dalam kasus rempang. Namun, kepentingan itu sebatas perihal hak asasi manusia.

“Wartawan asing pasti beredar di situ. Mereka yang prolingkungan bukan cuma di Indonesia, bahkan yang paling kuat ada di Eropa, pasti mereka di situ untuk memantau."

Baca: Kerusuhan di Pulau Rempang, 7 Orang Jadi Tersangka, Berikut Duduk Perkaranya

Rocky mengatakan hal itu bukan tentang pihak asing yang ingin memanfaatkan. Kepentingan itu, kata dia, terkait dengan masalah hak asasi manusia.

“Sekali lagi ini pengalihan isu seolah-olah nanti, saya sudah bisa bayangin nanti headline-nya nanti ‘Hati-hati masyarakat Melayu ada kepentingan asing di sini’ maka diadudombalah antara Melayu dan yang asing misalnya.

"Ini konyolnya begitu dan itu terus yang dilakukan oleh pihak pemerintah dalam setiap upaya atau dalam setiap problem agraris," ujarnya

Duduk perkara kasus Rempang

Kerusuhan di Rempang dipicu oleh penolakan warga atas rencana pembangunan proyek nasional Rempang Eco City.

Proyek itu membuat warga belasan kampung adat di Rempang terancam direlokasi dari sana. Dilaporkan ada sebanyak 10.000 warga yang terdampak.

Sejumlah Perwakilan warga kampung adat di Rempang kemudian datang ke Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (20/6/2023), dan diterima oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PKB, Yanuar Prihatin, dan anggota fraksi PKB Ratna Juwita di ruang fraksi PKB

Mereka menyampaikan keluhan tentang relokasi itu. Rusli Ahmad yang menjadi perwakilan warga Rempang mengklaimnya pihaknya terancam oleh rencana relokasi tersebut dan berharap hak warga atas tanah di sana bisa dipenuhi.

"Kami merasa terancam dengan rencana relokasi warga 16 Kampung Tua untuk kepentingan pengembangan industri dari pihak swasta. Kami berharap fraksi PKB bisa membantu kami dalam memperjuangkan hak-hak kami atas tanah maupun hak untuk hidup dengan layak di tanah kelahiran kami," katanya.

Baca: KISAH Viral Ayah Gendong Bayinya yang Pingsan Kena Gas Air Mata saat Bentrok di Rempang Batam

Kata dia, relokasi warga bisa memunculkan dampak negatif, misalnyai hilangnya pekerjaan ribuan kepala keluarga dan risiko konflik horizontal di lokasi baru.

"Kami menyayangkan sikap pemerintah Kota Batam yang seolah lebih berpihak kepada kepentingan swasta daripada kami sebagai warga mereka," katanya.

"Kami tidak menghalangi rencana pengembangan industri, toh, kebutuhan lahan kami dari 16 kampung adat kami hanya sekitar 1.000 hektare, padahal pihak swasta mendapatkan izin mengarap lahan hingga 17.000 hektare. Kembangkan saja industri di 16.000 hektare di luar lahan kami," katanya.

Pada hari Kamis, (7/9/2023), dilakukan pengukuran lahan dan pemasangan patok. Namun, warga mencegat polisi dan Satpol PP serta anggota TNI di Jembatan 4 Barelang yang akan memasang patok.

Personel Brimob Polda Kepri disiagakan guna untuk mencegah aksi kekerasan. Pihak berwenang terpaksa mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan massa.

"Kami imbau kepada saudara-saudaraku untuk membubarkan diri," kata Kapolresta Barelang Nugroho dengan pengeras suara, Kamis (7/9/2023).

(Tribunnewswiki)

Baca berita lain tentang kasus Rempang di sini.

 



Editor: Febri Ady Prasetyo
BERITA TERKAIT

Berita Populer