Suku Dayak

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga berpakaian adat dayak saat menghadiri pembukaan Pekan Gawai Dayak (PGD) ke 31 yang dibuka oleh Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Drs Cornelis, di Rumah Radakng, Jl Sultan Syahrir, Pontianak, Kalbar, Jumat (20/5/2016).TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA


Daftar Isi


  • Informasi Awal


TRIUNNEWSWIKI.COM - Suku Dayak adalah penduduk asli yang sudah menghuni Pulau Kalimantan sejak zaman dulu kala.

Suku Dayak merupakan adalah suku bangsa atau kelompok etnik yang mendiami pedalaman Pulau Kalimantan.

Kata "daya" serumpun dengan misalnya kata "raya" dalam nama "Toraya" yang berarti "orang (di) atas, orang hulu". (1)

Suku Dayak mempunyai 268 sub-suku.

Ini masih dibagi menjadi 6 rumpun yakni Rumpun Punan, Rumpun Klemantan, Rumpun Apokayan, Rumpun Iban, Rumpun Murut, dan Rumpun Ot Danum.

Masing-masing sub-suku dan rumpun Suku Dayak memiliki adat, budaya, dan tradisi yang hampir serupa.

Persebaran masyarakat Suku Dayak di Pulau Kalimantan pun tidak hanya ditemukan di wilayah Indonesia.

Bahkan mereka juga sampai ke negara tetangga yakni di Sabah dan Sarawak, Malaysia. (2)

Baca: Suku Sasak

Baca: Suku Sunda

 

  • Asal-usul


Coomans (1987) menuturkan teori yang didukung oleh Inoue (1999) bahwa Suku Dayak merupakanketurunan imigran dari Provinsi Yunnan di China Selatan.

Tepatnya di Sungai Yangtse Kiang, Sungai Mekong dan Sungai Menan.

Sebagian dari kelompok imigran tersebut menyeberang ke semenanjung Malaysia.

Kemudian melanjutkan perjalanan dengan menyeberang ke bagian utara Pulau Kalimantan.

Ilustrasi Suku Dayak (grid.id)

Kemudian, seorang tokoh Dayak Kayan juga menjelaskan bahwa suku dayak adalah ras Indo China yang bermigrasi ke Indonesia pada abad ke -11.

Asal usul nama suku Dayak diberikan oleh penjajah Belanda yang saat itu menempati pulau Kalimantan karena sedang melakukan ekspansi di pulau Borneo.

Suku Dayak sendiri adalah sebuah suku pedalaman yang tinggal di dekat aliran sungai di hutan.

Oleh sebab itu, banyak penduduk suku Dayak yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan di hulu sungai guna mencari bahan baku makanan.

Suku Dayak kemudian menjadi istilah bago 200 sub kelompok lebih etnis suku yang umumnya tinggal di aliran sungai atau pegunungan pedalaman bagian selatan dan juga tengah pulau Kalimantan. Berdasarkan sejarah, suku ini juga pernah mendirikan suatu kerajaan namun akhirnya berhasil dikalahkan oleh kerajaan Majapahit.

Saat kerajaan tersebut runtuh, banyak masyarakat suku Dayak yang mengenal agama, seperti Islam, Kristen dan lainnya sehingga mereka memilih lepas dari adat dan kebudayaan Dayak kemudian membentuk suatu koloni baru, yaitu suku Melayu dan Banjar.

Suku Dayak mempunyai 6 rumpun yaitu Rumpun Klemantan, Rumpun Murut, Rumpun Iban, Rumpun Apokayan, Rumpun Ot Danum- Ngaju, dan Rumpun Punan.

Rumpun Dayak Punan merupakan sub etnis suku Dayak yang diperkirakan paling lama mendiami pulau Kalimantan.

Lalu, keenam rumpun Dayak ini, kembali diklasifikasikan menjadi 405 sub-etnis suku Dayak yang masing-masing mempunyai karakteristik dan ciri khas yang berbeda-beda. (2)(3)

  • Ciri-ciri


Ciri khas Suku Dayak bisa dilihat dari hasil budaya yang masih dapat diamati sampai sekarang.

Bentuk budaya itu meliputi rumah, pakaian, senjata, bahasa, kepercayaan, dan tradisi.

Rumah adat khas Suku Dayak adalah bentuk rumah panggung.

Rumah panggung tersebut dibangun dengan bahan kayu yang disebut Rumah Betang.

Baca: 5 Wisata Menarik di Wamena, Melihat Suku Dani di Lembah Baliem hingga Mumi di Distrik Kerulu

Rumah Betang dihuni oleh beberapa keluarga sebagai bentuk kebersamaan dalam hidup yang dijunjung oleh Suku Dayak.

Pakaian adat Suku Dayak untuk pria disebut King Baba, sementara untuk wanita disebut King Bibinge.

Ciri khas pakaian adat Suku Dayak tersebut adalah hiasan sulaman dengan motif khas Dayak serta hiasan kepala berupa tajuk bulu tantawan dan tajuk bulu arue yang diselipkan dari bulu burung enggang.

Selain itu ada juga senjata khas yang kerap dipergunakan dalam tradisi Suku Dayak yaitu mandau.

Masyarakat Suku Dayak berkomunikasi dengan bahasa daerah yang berbeda-beda dalam percakapan sehari-hari.

Suku Dayak merupakan suku asli dari Kalimantan yang beberapa masih tinggal di pedalaman hutan. (pesona.travel)

Suku Dayak mempunyai kepercayaan yang disebut Kaharingan. Walau begitu, kini masyarakat Dayak sudah banyak yang menganut agama seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. (2)

Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun antara lain: rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:

"Barito Raya" (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau termasuk Suku Dayak Paser.

"Dayak Darat" (13 bahasa), termasuk bahasa Rejang di Bengkulu.

"Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu Suku Tidung.

"Sulawesi" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.

"Dayak Melayik" dituturkan: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais), Dayak Iban (dan Saq Senganan]] (Malayic Dayak), Dayak Kendayan (Kanayatn).

Beberapa suku asal Kalimantan beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku tersendiri yang berdiri mandiri ataupun suku Melayu itu sendiri yaitu Suku Banjar, Suku Kutai, Suku Melayu Berau, Suku Melayu Sambas, dan Suku Melayu kedayan. (1)

  • Tradisi


Suku Dayak dikenal memiliki berbagai tradisi, beberapa di antaranya cukup khas dan terkenal akan keunikannya.

Berikut adalah beberapa tradisi unik dari masyarakat Suku Dayak di Kalimantan (2):

1. Tradisi kuping panjang

Suku Dayak di Kalimantan Timur memiliki tradisi unik yaitu memanjangkan daun telinganya.

Dilansir dari laman Gramedia, cara memanjangkan telinga adalah dengan menggunakan logam atau pemberat yang digunakan seperti anting-anting.

Sesuai aturan, perempuan dari Suku Dayak dapat memanjangkan telinga hingga dada, sementara untuk laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.

Selain sebagai simbol kecantikan, tradisi ini juga digunakan untuk menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.

2. Tradisi Tato Tradisional

Masyarakat suku Dayak Iban di Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu dikenal dengan tato sebagai seni ukir atau rajah pada tubuh mereka.

Dilansir dari laman Kemendikbud, Masyarakat suku Dayak Iban diperkirakan telah mengenal tato sejak tahun 1500 SM-500 SM.

Sebagai sebuah tradisi, konon saat perang berlangsung tato tersebut digunakan suku Dayak Iban untuk mengenali kawan dan lawannya.

3. Tradisi Ngayau

Ngayau merupakan salah satu tradisi yang sudah dihentikan karena dianggap sangat mengerikan dan penuh dendam.

Tradisi Ngayau adalah kegiatan berburu kepala musuh yang dilakukan beberapa rumpun Dayak saja, yaitu Ngaju, Iban, serta Kenyah.

Tradisi ini ditanamkan secara turun temurun di mana pemuda Dayak harus melakukan pembuktian dengan memburu kepala musuh.

Hal ini terus berlanjut karena nantinya keturunannya akan memburu keluarga dari pembunuh ayahnya dan membawa kepala tersebut ke rumah.

Akan tetapi pada tahun 1874, kepala suku Dayak Kayan mengumpulkan kepala suku dari rumpun lainnya dan menyepakati hasil musyawarah Tumbang Anoi yang berisi larangan pelaksanaan tradisi ngayau karena dapat menyebabkan perselisihan di antara suku Dayak.

4. Tiwah

Tiwah merupakan tradisi pemakaman dengan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia.

Tradisi tiwah dilakukan sesuai kepercayaan Kaharingan oleh masyarakat Dayak Ngaju.

Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.

Menurut kepercayaan, Tiwah dipercaya akan mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau.

(TRIBUNNEWSWIKI/Kaa)





Sumber :


1. p2k.stekom.ac.id
2. regional.kompas.com
3. katadata.co.id


Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer