Tegas, PDIP Bantah Dorong Sistem Pemilu Proporsional Tertutup: Salah Besar

Editor: Febri Ady Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dari kiri ke kanan, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, Presiden Joko widodo, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri, Bakal Calon Presiden dari PDI-P, Ganjar Pranowo, Ketua DPP PDI-P Prananda Prabowo berfoto bersama seusai pengumuman bakal capres PDI-P yang dilaksanakan di Istana Batutulis, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4/2023).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, menegaskan bahwa PDIp tidak mendorong sistem pemilihan umum (pemilu) proposional tertutup tahun 2024.

Menurutnya, anggapan bahwa PDIP mendorong sistem tersebut salah besar.

"Kami tidak dalam posisi mendorong tertutup, salah besar," ujar Said di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/6/2023), dikutip dari Tribunnews.

Menurut Said, sebernarnya sistem pemilu proposional tertutup diinginkan oleh konstitusi.

"Karena pembacaan kami, tafsir kami terhadap konstitusi kita itu menghendaki tertutup," katanya.

Said yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini menyebut bahwa Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP sebelumnya menyarankan pemilu tertutup.

"Bahwa UU pemilunya yang berjalan sudah terbuka ya kita ikuti terbuka," katanya.

Baca: Gugatan Penggantian Sistem Pemilu Ditolak MK, Sistem Pemilu Tetap Proporsional Terbuka

Dia mengatakan PDIP Bakal menerima apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sistem Pemilu 2024.

Menurutnya, PDIP Said siap menerima ketupusan pemilu terbuka ataupun tertutup. Kata Said, pihaknya sudah menyiapkan formasi pencalegannya seandainya sistem diubah.

"Kami sebagai partai politik sudah mengantisipasi sedemikian rupa kalau diputus tertutup kami siap."

Gugatan ditolak MK

Gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif seperti yang dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 ditolak oleh MK.

Dengan demikian, pemilu legislatif di tanah air tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang sudah berlaku sejak tahun 2004.

"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman pada sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023), dikutip dari Kompas.com.

Menurut MK, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil dari para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Baca: BREAKING NEWS: Mahkamah Konstitusi Menolak Permohonan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Baca: Mahfud MD Digugat PERKOMHAN Rp 1 Miliar Usai Komentari Soal Keputusan Penundaan Pemilu

Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan bernomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang mendasarkan pada Pasal 168 ayat (2) mengenai sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.

Melalui gugatan itu, enam pemohon yang terdiri atas Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK untuk mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.

Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka tidaks sejalan dengan konstitusi lantarann Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menyebutkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, yang pesertanya adalah partai politik.

Adapun mengenai sistem pemilu terbuka, pemohon berpendapat bahwa peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan. Ini lantaran calon anggota legislatif yang terpilih adalah mereka mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.

Baca: SBY Klaim Pemilu 2024 Bakal Chaos, Megawati: Komen Aneh, Maunya Apa?

Para pemohon yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif pada pemilu pun mengaku dirugikan dengan berlakunya sistem pemilu proporsional terbuka. Sistem itu dianggap memunculkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif.

“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.

(Tribunnewswiki)

Baca berita lain tentang Pemilu 2024 di sini.

 



Editor: Febri Ady Prasetyo
BERITA TERKAIT

Berita Populer