Media Luar Sebut Vonis Mati Ferdy Sambo dengan 'Pengadilan Abad Ini' di Indonesia

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, yang dituduh membunuh pengawal Nofriansyah Yosua Hutabarat, memberi isyarat saat tiba untuk sidang putusan di pengadilan Jakarta Selatan di Jakarta pada 13 Februari 2023.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Media luar sebut kasus Ferdy Sambo dengan 'Pengadilan Abad Ini'.

Dilansir Al Jazeera, pemberitaan tentang vonis Ferdy Sambo ini ditulis dnegan judul "'Pengadilan Abad Ini' di Indonesia berakhir dengan hukuman mati".

Seperti yang diketahui, Ferdy Sambo, mantan Kepala Departemen Dalam Negeri Indonesia dan seorang jenderal bintang dua, dijatuhi hukuman mati pada hari Senin oleh Ketua Mahkamah Agung Wahyu Imam Santoso atas pembunuhan ajudannya, Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat, di sebuah kasus secara luas dilihat sebagai ujian lakmus akuntabilitas polisi di Indonesia.

“Terdakwa mempermalukan kepolisian Indonesia baik di dalam maupun luar negeri, dan melibatkan anggota kepolisian lainnya dalam kejahatannya,” kata Hakim Santoso disambut sorak-sorai saat menjatuhkan hukuman di ruang sidang yang penuh sesak di Jakarta Selatan.

Dalam pembacaan vonis yang memakan waktu lebih dari empat jam, Santoso dan majelis hakim lainnya mengatakan bahwa Sambo telah merencanakan pembunuhan Hutabarat dan berkonspirasi untuk menutupi bukti kejahatan dengan menghancurkan rekaman video sirkuit tertutup.

Baca: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Begini Pernyataan Majelis Hakim

Baca: Vonis untuk Ferdy Sambo : Hukuman Mati

Menurut Santoso, Sambo pertama kali memerintahkan salah satu pengawalnya, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, untuk menembak Hutabarat yang berusia 27 tahun di rumah Sambo di Jakarta pada 8 Juli 2022, sebelum mengenakan sarung tangan hitam dan melepaskan tembakan tambahan ke tubuh Hutabarat.

Kasus ini telah menarik perhatian dan menggemparkan masyarakat Indonesia selama berbulan-bulan, dengan proses pengadilan yang memperlihatkan pengawasan yang jarang dilakukan polisi.

Mantan Kepala Urusan Dalam Negeri Polri Ferdy Sambo, yang dituduh membunuh pengawal Nofriansyah Yosua Hutabarat, memberi isyarat saat tiba untuk sidang putusan di pengadilan Jakarta Selatan di Jakarta pada 13 Februari 2023. (ADITYA AJI / AFP)

“Putusan itu sesuai dengan hukum dan rasa keadilan publik,” kata Ian Wilson dari Pusat Penelitian Indo-Pasifik Universitas Murdoch kepada Al Jazeera. “Pengawasan media yang intens dan kepentingan publik, bersama dengan fakta kasusnya, berarti hukuman keras untuk Sambo tidak bisa dihindari.”

Jaksa menuntut hukuman seumur hidup, menunjukkan perselingkuhan antara Hutabarat dan istri Sambo, Putri Candrawathi, menjadi motif pembunuhan tersebut. Keluarga Hutabarat mengatakan mereka tidak percaya ada perselingkuhan seperti itu karena Hutabarat dalam hubungan yang berkomitmen.

Candrawathi juga diadili bersama Sambo, juga didakwa dengan pembunuhan berencana.

Berbicara setelah hukuman Sambo, ibu Hutabarat, Rosti Simanjuntak, mengatakan bahwa Tuhan telah hadir di persidangan dan memberikan keajaiban kepada keluarga untuk “tetesan darah yang mengalir dari anak saya”.

“Kami harus bersabar dan kami memuji pengadilan karena hukuman itu sesuai dengan keinginan keluarga,” katanya kepada media.

Sambo dan Candrawathi mengklaim dalam pembelaan mereka bahwa Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual terhadap Candrawathi sebelum dibunuh dalam baku tembak dengan Lumiu.

Hakim Santoso mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa telah terjadi penyerangan seksual dan baku tembak tampaknya telah direncanakan.

Saat menangani tuduhan perselingkuhan, hakim mengatakan bahwa pengadilan tidak perlu memberikan motif kejahatan tersebut, dan bahwa hukum Indonesia hanya perlu membuktikan bahwa suatu kejahatan telah dilakukan dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.

Baca: Kuat Maruf Divonis 15 Tahun Penjara, Dianggap Tak Sopan di Persidangan

Baca: Pembacaan Pleidoi, Ferdy Sambo Minta Dibebaskan, Harkat Martabat Dipulihkan

Penyalahgunaan kepercayaan

Ranto Sibarani, seorang pengacara hak asasi manusia yang besar di Jambi, provinsi yang sama dengan Hutabarat, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hukuman mati itu pantas mengingat Sambo adalah seorang aparat penegak hukum.

“Dia seharusnya melindungi masyarakat sebagai polisi dan menemukan serta menangkap pembunuh, bukan menjadi pembunuh itu sendiri,” kata Sibarani. “Dia diberi senjata dan kepercayaan untuk menggunakannya dengan benar oleh negara, dan dia menyalahgunakan senjata itu dan posisinya sebagai kepala urusan dalam negeri.”

Saat menjatuhkan hukuman mati kepada Sambo, Ketua Mahkamah Agung Santoso mengatakan hal-hal yang memberatkan hukuman mati tersebut antara lain Sambo telah membunuh ajudannya sendiri dan telah menimbulkan rasa sakit yang luar biasa bagi keluarga Hutabarat. Dia menambahkan, tindakan Sambo juga menimbulkan rasa tidak nyaman di masyarakat dan tidak pantas menjadi anggota penegak hukum. Santoso mengatakan tidak ada faktor yang meringankan dan mencatat Sambo tidak menunjukkan penyesalan atas kejahatannya.

Rosti Simanjuntak (tengah), ibunda mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, memegang foto anaknya usai mantan Kabid Humas Polri Ferdy Sambo divonis mati dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Februari lalu. 13 Agustus 2023. Sambo dijatuhi hukuman mati pada hari Senin atas pembunuhan pengawalnya Hutabarat dalam persidangan tingkat tinggi yang dipandang sebagai ujian akuntabilitas kepolisian negara. (ADITYA AJI / AFP)

Di Indonesia, hukuman mati biasanya dilakukan oleh regu tembak.

Halaman
12


Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer