Ketiganya adalah pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin; eks Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar; dan eks Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain.
Mereka dituntut Jaksa selama 4 tahun penjara lantaran dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terdakwa menikmati hasil tindak pidana,” kata Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022), dikutip dari Kompas.com.
Jaksa mengatakan, Yayasan ACT menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 117 miliar.
Lalu, Yayasan ACT menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebesar Rp 138.546.388.500.
Namun, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503.
Dana BCIF tersebut, digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.
Sebaliknya, digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.
“Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi masyarakat khususnya bagi ahli waris korban dan penerima manfaat dari bantuan sosial BCIF,” tegas Jaksa.
“Perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat,” ucapnya melanjutkan.
Jaksa melihat, dalam persidangan kasis penggelapan dana bantuan sosial ini ketiga terdakwa terlihat sehat secara jasmani maupun rohani.
“Sehingga tidak terdapat alasan pemaaf dan alasan pembenar yang dapat menghapus sifat melawan hukum yang dilakukan terdakwa,” ucap Jaksa.
Baca: ACT Klaim Terima Tugas Kelola Dana Sosial Boeing buat Ahli Waris Kecelakaan Lion Air JT-610