Perempuan Diaspora Indonesia di Jenewa Pawai Kenakan Busana Kebaya

Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perempuan Diaspora Indonesia di Jenewa Pawai Kenakan Busana Kebaya

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ada pemandangan tidak biasa di depan Gedung PBB, Jenewa, Swiss Barat, Minggu (2/10/2022).

Jika biasanya di depan lembaga Internasional itu lalu lalang manusia berjas dan dasi atau pakaian casual lainnya, kali ini justru didominasi busana kebaya.

Sedikitnya 45 wanita diaspora Indonesia yang membuat Jenewa agak lain dari biasanya.

Seperti tidak memedulikan cuaca musim gugur yang mulai tidak bersahabat untuk busana negara tropis, mereka justru berjalan sambil bernyanyi Maju Tak Gentar.

Rombongan ini bergerak perlahan di seputar Broken Chair, patung Kursi Patah PBB sambil membentangkan dua spanduk yang bertuliskan Kebaya Goes To Unesco dan Batik Day.

Tidak sedikitpun terlihat keraguan mereka mengenakan kebaya, meskipun angin agak kencang. Warna dan jenis kebaya yang dikenakan terlihat beragam. Mulai dari kebaya klasik, modekl kutu baru hingga modern.

"Kami memang sedang mengenalkan busana ke masyarakat internasional, khususnya Jenewa," kata Cessy Karina, Ketua Asosiasi Indonesia Jenewa, sekaligus kordinator gerakan mengenakan kebaya di Swiss.

Lebih lanjut, Cessy menegaskan bahwa busana kebaya adalah busana kebanggaan perempuan Indonesia.

"Saya pribadi juga akan mengenakan kebaya tidak saja dalam acara resmi, namun juga dalam kegiatan sehari hari," imbuhnya.

Perempuan Diaspora Indonesia di Jenewa Pawai Kenakan Busana Kebaya

Baca: Kebaya

Dipilihnya tanggal 2 Oktober ini, kata Cessy, karena bertepatan dengan hari batik.

Batik sendiri, setelah perjuangan panjang, akhirnya diakui Unesco sebagai warisan budaya bukan benda.

Tampak dalam rombongan ini, Ibu Devie, istri Dandy Satria Iswara, Deputy II Perwakilan Tetap Republik Indonesia Jenewa.

"Saya sangat senang sekali mengikuti kegiatan ini. Meskipun teman teman ini tinggal jauh dari Tanah Air, tapi semangat mereka untuk ikut memeriahkan acara ini, membuat saya pribadi terharu," kata Devie.

Cuaca yang biasanya diguyur hujan, masih kata Devie, saat ini, justru cerah.

"Mudah mudahan ini pertanda baik ya, karena niat baik kita juga untuk mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya bukan benda ke Unesco," katanya.

Baca: Konvensi Jenewa (26 April – 21 Juli 1954)

Devie juga tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya melihat semangat perempuan diaspora Indonesia ini. „Seruh deh, apalagi kita sempat marching sambil bernyanyi,“ katanya.

Devie berharap, kegiatan semacam ini terus dilakukan.

"Meskipun kami disini tidak sebanyak jumlahnya jika dibandingkan dengan yang di Tanah Air, tapi saya harapkan tetap semangat untuk menggunakan kebaya, karena kebaya itu busana khas Indonesia," ujarnya.

Gerakan penggunakan kebaya di Swiss sempat muncul secara sporadis.

Antara lain di Zurich dan Bern.

Namun gerakan dalam jumlah besar adalah yang dilaksanakan di Jenewa ini.

Meskipun didominasi dari warga diaspora Indonesia di Jenewa, namun terdapat pula peserta yang datang dari Zurich, Basel dan Lucerne.

(tribunnewswiki.com/Rakli Almughni)

Baca lebih lengkap seputar berita terkait lainnya di sini



Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas

Berita Populer