Beberapa waktu lalu, harga minyak Brent yang jadi patokan global memang berfluktuasi, bahkan sempat berada di atas 100 dollar AS per barel, namun kini sudah turun di kisaran 90 dollar AS per barel.
Seperti yang sudah diketahui, harga BBM naik pada Minggu (3/9/2022).
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan pembelaan terkait kebijakan naiknya harga BBM ini, Minggu (4/9/2022).
Ia menyebut turunnnya harga minyak tidak bis amenjadi patokan.
"Harga minyak memang turun naik tiap hari jadi memang tidak bisa dijadikan patokan untuk jangka panjang mengenai ketepatan alokasi subsidi ini (kebijakan BBM naik)," bela Arifin, dikutip dari Kompas.
Baca: Perbandingan Harga BBM Terbaru Per Liter di Semua SPBU yang Ada di Indonesia, SPBU Vivo Paling Murah
Baca: Mahasiswa Makassar Demo di Beberapa Titik, Wujud Tak Terima Harga BBM Dinaikkan
Pertamina, kata Arifin, sedang menyiapkan sistem agar BBM bersubsidi tepat sasaran.
"Pertamina sedang menyiapkan sistem pengawasan pengaturan dengan digitalisasi. Diharapkan dengan metode ini, mekanisme ini kita bisa lebih mempertajam ketepatan pemanfaatan BBM subsidi ini untuk yang membutuhkan," ujar dia.
Tak hanya itu saja, ia juga menyinggung harga BBM subsidi (pertalite dan solar) lebih banyak dikonsumsikalangan ekonomi mampu.
Terlebih lagi pengguna mobil.
"Tadi disampaikan oleh Ibu Menkeu bahwa banyak dari masyarakat yang masih menggunakan BBM subsidi meskipun tergolong mampu. Ini tentu saja di lapangan sudah dilakukan akan dilakukan pengawasan-pengawasan," lanjutnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebut ada tiga pilihan terkait harga BBM subsidi.
Sri Mulyani menyebut tiga pilhan tersebut sama-sama tidak enak.
Hal ini ia ungkapkan menyambut adanya lonjakan harga minyak mentah.
Pilihan pertama menanggapi kenaikan tersebut adalah dengan menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi.
Keputusan pertama ini tentu akan semakin membebani APBN.
Kemudian pilihan kedua adalah mengendalikan volume Pertalite dan Solar.
Serta pilihan terakhir yaitu menaikkan harga BBM subsidi.
Hal tersebut diungkapkan bendahara negara ini saat berada di Gedung DPR RI, Selasa (23/8/2022).
"Semua kombinasi di antara ketiga ini, tiga-tiganya sama sekali enggak enak," ungkap Sri Mulyani, dikutip dari Kompas.
Bahkan Sri Mulyani ikut menyinggung soal negara yang harus kembali mengucurkan uang sebesar Rp 198 triliun untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi jika tanpa kenaikan harga pertalie dan solar.
Anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 masih dipatok sebesar Rp 502,4 triliun untuk saat ini.
Pada awalnya anggarannya hanya sebesar Rp 152,1 triliun.
Namun mengalami pembekakan hingga 229 persen atau sebesar Rp 349,9 triliun.
"APBN jelas sekali akan sangat berat karena subsidi BBM itu sudah naik tiga kali lipat, ternyata masih kurang lagi," imbuh Menkeu.
Pilihan kedua soal volume pertalite dan solar, konsumsinya diprediksi melebihi kuota.
Kuota yang ditetapkan tahun ini sebanyak 23,05 juta KL.
Namun menurut prognosa konsumi Pertalite sampai akhir tahun akan menyentuh 28 juta kiloliter (KL).
Sementara bakar solar tahun ini hanya sebesar 14,91 juta KL.
Akan tetapi diperkirakan konsumsinya bakal mencapai 17,2 juta KL sampai akhir tahun apabila tak dilakukan pembatasan
Sri Mulyani menyebut saat ini masih dalam pembahasan antar menteri terkait untuk pilihan ketiga soal kenaikan harga pertalite dan solar.
Hingga saat ini, lanjut Sri Mulyani, masih dalam penghitungan dan belum mencapai keputusan akhir.
"Jadi apapun keputusan, nanti pasti akan disampaikan di dalam rapat. Para menteri sekarang semuanya saling berkoordinasi," tuturnya.