Taufan menjelaskan lantaran pengakuan para tersangka dan saksi berbeda-beda.
Dalam kasus yang menewaskan ajudan Ferdy Sambo tersebut ada yang mengatakan kasus pembunuhan berencana.
Namun ada juga yang menyebut karena pelecehan seksual.
Taufan mengatakan, jika kasus yang menewaskan Brigadir J soal kasus kekerasan seksual maka pegangannya adalah UU TPKS atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dalam kasus tindak pidana umum, lanjutnya, kesaksian tersebut lemah, namun berbeda jika kasus kekerasan seksual.
Hal ini karena kasus kekerasan seksual, kesaksian itu bisa dijadikan alat bukti.
Baca: Hotman Paris Ternyata Menolak Saat Diminta Jadi Pengacara dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Baca: Aksi Keji Ferdy Sambo, Perintahkan Eksekusi hingga Tembak Kepala Brigadir J yang Telah Terkapar
Jadi, apabila para tersangka dan saksi tiba-tiba menarik kesaksian mereka, maka kasus yang menewaskan nyawa Brigadir J ini bisa kacau.
"Kesaksian bisa jadi alat bukti di UU TPKS," kata Taufan dikutip dari Kompas.
Bahkan tersangka lain seperti Candrawathi, Bripka RR, hingga Kuat Ma'ruf bisa bebas.
Namun beda nasib dengan Bharada E yang bersedia menjadi justice collaborator.
Belum lagi para saksi seperti Susi, Ricky, Yogi, hingga Romer.
Taufan juga menyebut orang-orang itu masih di bawah kendali Ferdy Sambo.
"Mereka kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya,"ujar dia.
Ketua Komnas tersebut hanya berharap, polisi dapat menemukan bukti penting lain.
Ini supaya keterangan dari para tersangka dan saksi tidak bisa diubah lagi.
Bahkan Taufan juga memberikan contoh tentang kasus pembunuhan Marsinah, seorang buruh perempuan.
Kasus pembunuhan Marsinah menyeret 7 terdakwa .
Namun ketika sidang hanya bergantung pada saksi mahkota mereka semua justru divonis bebas .
"Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D."