Dengan demikian, target Rusia di Ukraina kini bertambah, bukan sekadar menguasai wilayah Donbas.
Dalam pidatonya di depan para utusan negara anggota Liga Arab, Lavrov menyebut Moskwa menargetkan rezim Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Kata dia, rezim Zelenskiy saat ini "benar-benar tidak bisa ditoleransi".
"Kami merasa kasihan kepada warga Ukraina, mereka pantas mendapatkan yang jauh lebih baik," kata Lavrov, (24/7/2022), dikutip dari USA Today.
"Kami merasa sedih dengan sejarah Ukraina, yang hancur di depan mata kami."
Di sisi lain, Zelenskiy tidak menolak menyerah. Dia berjanji akan memenangkan perang di negaranya demi kemerdekaan Ukraina.
Dia juga bersikeras ingin memasukkan Ukraina ke dalam Uni Eropa.
Baca: Ukraina & Rusia Sepakati Perjanjian Ekspor Gandum dari Pelabuhan Laut Hitam
Rusia memfokuskan serangannya ke wilayah Donbas setelah gagal merebut ibu kota Ukraina Kiev.
Hingga kini Rusia masih menyebut invasinya sebagai "operasi militer khusus". Dalam operasi ini, Rusia ingin mendemiliterisasi dan "menazifikasi" Ukraina.
Namun, Ukraina dan negara-negara Barat menolak dalih Rusia dan mengatakan invasi di Ukraina tidak bisa dibenarkan
Dilaporkan sudah ada ribuan warga sipil yang tewas. Jutaan lainnya terpaksa melarikan diri.
Baca: AS Diminta Kirim Lebih Banyak Bantuan agar Hunger Games di Ukraina Selesai
Rusia masih mendapat bantuan dari Barat. Namun, pasukan Vladimir Putin tetap membuat kemajuan di Donbas meski lambat.
Pada hari Senin, (25/7/2022), pasukan Ukraina sudah menggunakan roket HIMARS yang dikirimkan oleh Amerika Serikat (AS).
Sejak diterima bulan lalu, roket itu dilaporkan sukses menghancurkan 50 gudang amunisi Rusia.
Rusia belum secara resmi buka suara tentang hal ini. Namun, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya telah menghancurkan gudang amunis untuk roket HIMARS.
Baca: Mantan Presiden Rusia: Serangan ke Krimea Akan Jadi Kiamat bagi Ukraina
Baca berita lainnya tentang Ukraina di sini