Kebijakan itu dikeluarkan untuk mempromosikan rasa saling pengertian di antara kedua negara itu.
Rakyat di kedua negara itu terpisah sejak tahun 1948. Korut maupun Korsel melarang warga negara masing-masing untuk saling berkunjung ke negara tetangga.
Bahkan, mereka juga dilarang bertukar surel, surat, dan penggilan telepon.
Pemerintah Korsel dan Korut juga saling memblok akses laman dan kanal TV.
Namun, era pelarangan ini akan berakhir karena Kementerian Gabungan Korea mengatakan akan membuka akses terhadap media Korut.
Dikutip dari CNN International, pembukaan akses itu dikatakan bakal meningkatkan rasa saling pengertian, mengembalikan identitas nasional Korea, dan menyiapkan penyatuan kembali pada masa mendatang.
Baca: Tanggapi Aksi Provokasi Korut, AS dan Korsel Pamerkan Jet Tempur di Perairan Korea
Kata kementerian itu, pembukaan akses juga akan mendorong Korut melakukan hal yang sama.
Namun, Kementerian Gabungan Korea menolak memberikan detail lebih lanjut tentang rencana pembukaan itu.
Profesor Jeon Young-sun dari Universitas Konkuk di Seoul memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, Korut kemungkinan tidak akan mengikuti langkah ini.
Ini karena aliran informasi dan kebudayaan Korsel akan memberikan ancaman sangat besar terhadap pemerintahan otoriter di sana.
Baca: Di Tengah Gelombang Covid-19, Korut Hadapi Wabah Penyakit Usus Misterius
Korut telah diperintah oleh keluarga Kim sejak tahun 1948 dan membatasi akses warga negaranya terhadap media luar.
Namun, beberapa pembelot dari Korut mengatakan mereka juga menonton kanal TV Korsel secara sembunyi-sembunyi.
Pada tahun 2014 pasukan Korut dilaporkan melepaskan tembakan ketika aktivis Korsel menerbangkan balon udara yang membawa flashdrive berisi informasi tentang dunia luar dan liflet yang mengkritik keluarga Kim.
Hingga kini hubungan kedua negara itu masih memanas karena Korut terus melakukan uji coba rudal tahun ini.
Baca: Diprovokasi Korut, Korsel Tak Bisa Diam Terus, Kim Jong Un Diminta Awali Pembicaraan
Presiden Korea Yoon Suk Yeol mengatakan akan mengambil langkah tegas terhadap provokasi yang dilakukan Korut.
Kendati demikian, Jeon mengatakan Korsel tetap harus mencabut larangan membaca media Korut.
Kata dia, larangan itu membuat adanya ketergantungan pada warga asing dan pemerintah lain dalam mendapatkan informasi tentang Korut.
Menurutnya, itu juga meningkatkan bahaya memperoleh informasi yang salah tentang Korut.
Namun, belum diketahui bagaimana reaksi aktinis anti-Korut di Korsel jika kebijakan pencabutan benar-benar diberlakukan.
Jeon mengatakan hanya ada kemungkinan kecil bahwa pencabutan itu akan mendorong sentimen pro-Korut.
Baca: Kasus Covid-19 di Korea Utara Meroket, Ahli Sebut Sistem Perawatan Kesehatan Korut Terburuk di Dunia
Baca berita lainnya tentang Korea Selatan di sini