Salah satunya tokoh agama Buddha, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, dari Vihara Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sri Pannyavaro mengatakan, umat Buddha dari kalangan rakyat kecil tidak akan mungkin mampu menjangkau harga tiket naik Candi Borobudur yang dibanderol Rp 750.000 per orang.
Padahal mereka melakukan beribadah di situs Buddha terbesar di dunia itu.
"Rakyat kecil, (umat Buddha pedesaan yang berada cukup banyak di Jawa Tengah) sampai meninggal dunia pun tentu tidak akan mampu naik ke atas candi untuk melakukan puja atau pradaksina karena harus membayar biaya yang sangat mahal bagi mereka," tutur Pannyavaro, melalui keterangan pers, Senin (6/6/2022) sore, dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan, pembatasan kuota 1.200 orang per hari yang naik ke atas candi memang perlu untukĀ penyelamatan candi.
Namun, selayaknya tanpa harus membayar tiket yang dirasa mahal.
Pannyavaro berpendapat, pembatasan dapat lakukan dengan metode antrean.
Pendaftaran pun dapat dilakukan secara online agar lebih mempermudah proses pengaturannya.
"Jadi jangan hanya yang punya uang saja yg boleh naik, atau dengan jalan lain harus menjadi bhiksu dulu, atau kembali menjadi murid sekolah. Tentu hal ini sangat tidak mungkin," tandas Pannyavaro.
Baca: DPR Imbau Luhut Evaluasi Harga Tiket Candi Borobudur : Pendapatan dan Pengunjung Bakal Turun
Baca: Tiket Masuk Candi Borobudur Naik, Wisatawan Lokal Bayar Rp 750 Ribu, Begini Penjelasan Luhut
Lebih lanjut, ia mengaku tidak masalah jika umat Buddha harus mengantre untuk bisa naik ke Candi Borobudur.
Seperti halnya dengan muslim saat hendak beribadah haji ke Mekkah.
"Biarlah umat Buddha sabar menanti antrean bisa naik ke atas candi kita sendiri. Seperti halnya saudara-saudara Muslim yang juga sabar menanti antrian naik haji sampai beberapa tahun," ungkapnya.
Pihaknya berharap, keinginan umat Buddha ini diperhatikan oleh para pihak membuat keputusan perihal regulasi Candi Borobudur.