Video simulasi ini disiarkan oleh stasiun televisi milik Pemerintah Rusia dalam program News of the Week yang disiarkan Rossiya-1.
Video simulasi dalam berita yang ditayangkan tersebut memperlihatkan peta di mana Irlandia dan Inggris lenyap tiada berbekas.
Pembawa acara dalam tayangan tersebut adalah Dmitry Kiselyov.
Kiselyov memaparkan dua simulasi serangan sekaligus.
Baca: AS Mengaku Lega karena Tiongkok Tak Jadi Kirim Bantuan Militer untuk Rusia
Baca: Putin akan Akhiri Perang dengan Ukraina pada 9 Mei, Paus Fransiskus Duga NATO Provokasi Invasi Rusia
Yakni, serangan rudal Sarmat dan serangan nuklir dengan kendaraan nirawak bawah laut.
Pembawa acara ini mengatakan, jika serangan nuklir tersebut benar-benar diluncurkan, Irlandia dan Inggris akan hancur dan tenggelam.
Kiselyov, dalam The Stars and Stripes, Selasa (3/5/2022), menuding Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah mengancam Rusia dengan serangan nuklir selama perang di Ukraina.
Hanya dengan serangan rudal Sarmat satu saja, sudah cukup untuk menenggelamkan dan meratakan satu kepulauan di Inggris dan Irlandia.
“Hanya dengan sekali peluncuran, Boris, Inggris tidak akan ada lagi,” kata Kiselyov, dikutip dari The Telegraph.
“Opsi lain adalah menenggelamkan Inggris ke dalam laut menggunakan kendaraan nirawak bawah laut Rusia, Poseidon,” lanjut dia.
Di lain sisi, Boris Johnson justru melanjutkan dukungannya untuk Ukraina pada hari-hari sejak video simulasi serangan nuklir itu ditayangkan di negara yang dipimpin oleh Putin tersebut.
Dalam sebuah tautan video, Johnson menyampaikan dengan nada optimis pada upaya perang kepada parlemen Ukraina, pada Selasa lalu.
Video viral yang memperlihatkan serangan nuklir yang ditujukan ke Inggris dan Irlandia tersebut mendapatkan sambutan kecut di Irlandia.
Satu di antaranya adalah Perdana Menteri Irlandia Michael Martin.
Martin menggambarkan kepada penyiar nasional Irlandia RTE, simulasi serangan nuklir Rusia sebagai taktik tipe intimidasi yang sangat jahat.
Perdana Menteri Irlandia ini juga menyerukan agar Rusia meminta maaf.
“Ini mencerminkan pola pikir yang mengkhawatirkan dan tidak berhubungan dengan kenyataan,” ungkap Martin.
Seorang editor senior TV pemerintah Rusia, Russian Today (RT), mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin lebih suka melakukan perang nuklir daripada menerima kekalahan di Ukraina.