Di Tengah Konflik Ukraina, Menlu Rusia: Ancaman Perang Nuklir Itu Nyata, Tak Bisa Diremehkan

Editor: Febri Ady Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rekaman video yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia memperlihatkan uji coba rudal balistik antarabenua berjenis Sarmat di Plesetsk, (20/4/2022).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Konflik Ukraina-Rusia yang tengah terjadi saat ini dikhawatirkan memicu terjadinya perang nuklir.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan ancaman perang nuklir itu nyata dan tak bisa diremehkan.

Kendati demikian, Lavrov menyebut Rusia berusaha menurunkan risiko meletusnya perang nuklir.

"Itu [perang nuklir] nyata dan tidak bisa diremehkan," kata Lavrov dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di televisi, (25/4/2022), dikutip dari CNN Internasional.

Dia kemudian mengingatkan adanya deklarasi bersama antara Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev.

Kedua pemimpin itu sepakat bahwa perang nuklir tidak boleh terjadi dan tidak boleh diupayakan terjadi.

Menurut Lavrov, penolakan akan adanya perang nuklir tetap menjadi salah satu prinsip yang dipegang Rusia.

Dia menyebut negara-negara Barat bisa disalahkan atas adanya krisis politik dan kekhawatiran yang terjadi saat ini.

Selain itu, kata dia, Barat tidak bersedia percaya kepada Rusia.

Baca: Jika Swedia & Finlandia Gabung dengan NATO, Rusia Bisa Kerahkan Senjata Nuklir

Rekaman video yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia memperlihatkan uji coba rudal balistik antarabenua berjenis Sarmat di Plesetsk, (20/4/2022) (HANDOUT / RUSSIAN DEFENCE MINISTRY / AFP)

Lavrov menyoroti kegagalan terbentuknya perjanjian baru yang akan melanjutkan perjanjian tahun 1980-an antara AS dan Uni Soviet.

Dalam perjanjian tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk melarang adanya senjata nuklir dengan daya jangkau menengah.

Sayangnya, perjanjian itu sudah berakhir tahun 2019. Menurut Lavrov, AS juga tidak menerima tawaran dari Rusia untuk terus melarang pengerahan senjata nuklir.

"Tawaran kami tentang moratorium bersama telah ditolak, meski kami memasukkanya ke dalam metode verifikasi proposal kami."

Menurut media pemerintah Rusia, RIA Novosti, Lavrov berkata bahwa negara Barat terus mendesak Ukraina untuk melawan Rusia.

Baca: Rusia Hancurkan Laboratorium PLTN Chernobyl yang Tangani Limbah Nuklir

Kata dia, hal itu ditunjukkan dengan adanya perubahan permintaan dari Ukraina.

Rusia bisa kerahkan nuklir

Beberapa waktu lalu, salah satu sekutu terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Rusia bisa saja mengerahkan senjata nuklir dan rudal hipersonik di Eropa jika Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO.

Belakang ini kedua negara Eropa itu mempertimbangkan menjadi negara anggota NATO.

Finlandia yang merupakan tetangga Rusia dilaporkan bakal memberikan keputusan dalam beberapa pekan mendatang.

Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengatakan Rusia harus memperkuat angkatan darat, laut, dan udaranya di Laut Baltik jika kedua negara itu diterima menjadi anggota NATO.

Medvedev juga menyebutkan kemungkinan pengerahan senjata nuklir Rusia di Baltik.

Menurutnya, tidak akan ada lagi pembicaraan zona bebas nuklir di Baltik.

Baca: Desak Pemimpin Dunia Hentikan Rusia, Presiden Ukraina: Sebelum Jadi Bencana Nuklir

Baca: Invasi Rusia ke Ukraina, Putin Perintahkan Pasukan Strategisnya, Termasuk Senjata Nuklir Siaga Penuh

"Tidak akan ada lagi pembicaraan mengenai nuklir, status bebas [nuklir] bagi wilayah Balkan, keseimbangan harus dikembalikan," kata Medvedev yang pernah menjadi Presiden Rusia dari tahun 2008 hingga 2012, dikutip dari Reuters, (15/4/2022).

Oleh karena itu, dia berharap Finlandia dan Swedia mempertimbangkan kembali keinginannya bergabung dengan NATO.

Kata Medvedev, jika kedua negara itu tetap nekat menjadi anggota NATO, rakyat di kedua negara itu harus hidup berdekatan dengan senjata nuklir dan rudal hipersonik.

(Tribunnewswiki)

Baca berita lainnya tentang konflik Ukraina-Rusia di sini



Editor: Febri Ady Prasetyo
BERITA TERKAIT

Berita Populer