Rudal itu, menurut laporan Korsel, diluncurkan dari sebuah bandara yang berada di Pyongyang.
Dikutip dari Reuters, (17/1/2022), ini adalah uji coba yang keempat kalinya dalam sebulan terakhir.
Tak hanya Korsel, Jepang juga mengaku mendeteksi peluncuran itu.
Jepang dilaporkan mengutuk uji coba itu dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan.
Uji coba itu dikonfirmasi oleh Kepala Staf Gabungan Korea Utara dalam sebuah pernyataan.
Rudal itu disebut terbang meluncur hingga jarak 380 km dan ketinggiannya mencapai 42 km.
Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi mengatakan rudal itu kemungkinan mendarat di laut yang berada di pantai timur Korut.
"Terlihat jelas bahwa tujuan Korea Utara sering melakukan uji coba rudal adalah untuk meningkatkan teknologi rudal mereka," kata Kishi kepada wartawan, dikutip dari Reuters.
"Peluncuran rudal balistik yang berulang kali dilakukan Korea utara adalah masalah besar bagi masyarakat dunia, terutama Jepang," kata Kishi menambahkan.
Baca: Terlibat 2 Peluncuran Rudal dalam Sepekan, 6 Warga Korut Dijatuhi Sanksi oleh AS
Kishi mengatakan peluncuran itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB telah melarang Korut mengembangkan semua jenis rudal balistik.
Namun, Komando Militer Amerika Serikat (AS) di Indo Pasifik mengatakan peluncuran itu belum mengancam AS ataupun sekutunya,
Kendati demikian, AS menyebut peluncuran itu menegaskan bahwa program pengembangan senjata milik Korut punya bisa mengancam perdamaian.
Baca: Korea Utara Diduga Kembali Luncurkan Rudal, Kedua Kalinya dalam Sepekan
Beberapa hari sebelumnya, AS menjatuhkan sanksi kepada enam warga Korut yang dianggap terlibat dalam dua kali uji coba rudal.
Sebelum peluncuran pada hari Senin ini, Korut juga dilaporkan telah meluncurkan dua rudal dalam sepekan, yakni pada hari Rabu, (5/1/2022), dan Selasa, (11/1/2022).
Sanksi turut dijatuhkan kepada satu warga Rusia dan satu perusahaan Rusia yang dianggap terlibat dalam produksi barang untuk pengembangan senjata milik Rusia dan Cina.
AS mengatakan sanksi itu bertujuan menghalangi program pengembangan senjata milik Korut.
Baca: Rudal yang Ditembakkan Korut Berjenis Hipersonik, Dilaporkan Sukses Mencapai Target
Selain itu, sanksi tersebut juga bertujuan mencegah menyebarnya teknologi persenjataan.
AS terus mendesak Korut agar menghentikan program nuklir dan pengembangan rudal.
Namun, pemerintahan Presiden Joe Biden pada Januari lalu gagal membuka dialog dengan Korut.
Meski ajakan untuk melakukan pembicaraan tidak ditanggapi, Departemen Luar Negeri AS mengatakan AS terus berusaha mencari jalan diplomasi dengan Korut.
"Apa yang kita lihat beberapa hari belakangan ... hanya menguatkan keyakinan kami bahwa jika kami ingin membuat kemajuan, kami perlu terlibat dalam dialog itu, " kata Juru Bicara Deplu AS Ned Price dikutip dari Reuters, (13/1/2022).
Kementerian Keuangan AS mengatakan enam peluncuran rudal balistik yang dilakukan Korut sejak September tahun lalu telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Dikutip dari CNBC, enam warga Korut yang dijatuhi sanksi adalah
1. Choe Myong Hyon, warga Korut yang tinggal di Rusia;
2. Sim Kwang Sok, kepala perwakilan yang terlibat dalam produksi aloi baja dan kini tinggal di Cina;
3. Kim Song Hun, kepala perwakilan yang terlibat dalam pengembangan perangkat lunak dan bahan kimia, kini tinggal di Cina;
4. Kim Song Hun, kepala perwakilan yang mendapatkan barang dari perusahaan Cina;
5. Pyon Kwang Chol, yang bekerja pada perusahaan di bawah Second Academy of Natural Sciences;
6. O Yong Ho, warga Korut yang tinggal di Rusia.
Sementara itu, warga Rusia yang kena sanksi adalah Roma Anatolyevich; perusahaan Rusia yang dijatuhi sanksi adalah Parsek LLC.
Baca berita lainnya tentang Korea Utara di sini