Presiden Komisaris PT Trada Alam Sejahtera itu diyakini terbukti melakukan korupsi dana PT Asabri yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun.
Heru Hidayat pun merasa dizalimi atas tuntutan tim jaksa itu.
Melalui nota pembelaannya atau pleidoi yang dibacakan oleh kuasa hukumnya, yakni Kresna Hutauruk, Heru merasa bahwa tuntutan tim jaksa tidak sesuai dengan koridor hukum.
"Jelas tuntutan mati yang dibacakan jaksa minggu lalu adalah suatu bentuk abuse of power yang sangat zalim. Kewenangan menuntut yang dimiliki oleh jaksa malah digunakan dengan menyimpang dari koridor hukum," kata Kresna saat membacakan pleidoi untuk kliennya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/12/2021), seperti dikutip dari Kompas.tv.
Kresna mengatakan, apapun alasan tersembunyi yang dimiliki, jaksa telah dibutakan hati nuraninya sehingga menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, bahkan sampai rela mengorbankan nyawa manusia.
"Saya sungguh tidak mengerti, apa yang menjadi alasan dari jaksa sampai tega melakukan kezaliman seperti itu. Apakah karena adanya ambisi pribadi. Apakah hanya sekadar mencari ketenara," kata Kresna masih membacakan pleidoi atas kliennya.
"Apakah ada dendam kepada saya atau pihak tertentu. Apakah ingin memamerkan kekuasaannya. Atau apakah ingin memberikan tekanan kepada pihak-pihak tertentu." lanjut dia.
Baca: Setelah Bakar SMP Serambakon di Pegunungan Bintang, KKB Sempat Berusaha Serang Pos Aparat Keamanan
Baca: Ambil Dana TWP AD Rp127,7 Miliar untuk Kepentingan Pribadi, Brigjen TNI YAK Jadi Tersangka Korupsi
Diberitakan sebelumnya, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12/2021), jaksa mengungkapkan sejumlah pertimbangannya saat membacakan tuntutan hukuman mati Heru Hidayat.
Yang pertama adalah jumlah kerugian negara akibat tindakan korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Heru Hidayat sangat besar.
Jaksa menilai bahwa Heru Hidayat terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara sebesar Rp22,7 triliun.
Presiden Komisaris PT Trada Alama Minera ini disebut menikmati uang Rp12,6 triliun dari jumlah Rp22,7 triliun tersebut.
"Ini sangat jauh di luar nalar manusia dan mencederai rasa keadilan masyarakat," kata jaksa, seperti dikutip dari Kompas.com.
Heru Hidayat juga dinilai melakukan tindak pidana korupsi berulang.
Sebab, pada 2020 Heru telah dinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya.
Baca: Model Ayu Aulia Dirawat di Rumah Sakit, Sempat Alami Kejang hingga Tak Sadarkan Diri
Korupsi berulang dinilai jaksa juga terjadi lantaran Heru melakukan tindakan pidana korupsi di PT Asabri sejak 2012 hingga 2019.
"Berdasarkan karakteristik (korupsi) dilakukan berulang dari pembelian dan penjualan saham yang menyebabkan kerugian PT Asabri," ujar jaksa.
Selain itu, jaksa juga menilai jika tindakan korupsi Heru Hidayat menimbulkan banyak korban.
"Korban adalah para personel TNI, Polri dan ASN Kementerian Pertahanan yang menjadi nasabah dari PT Asabri," kata jaksa.
Pada perkara ini Heru dinilai jaksa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke - 1 KUHP.
Heru juga dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kami menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi terhadap terdakwa Sony Wijaya untuk memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heru Hidayat dengan hukuman mati," tuntut jaksa.
(tribunnewswiki.com/Rakli Almughni)
Baca lebih lengkap seputar berita terkait lainnya di sini