Kehidupan Pribadi
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ia lahir di Jombang, 4 Agustus 1940.
Gus Dur merupakan putra pertama dari KH. Wahid Hasyim, Menteri Negara Urusan Agama RI ke-1 tahun 1945.
Wahid Hasyim juga merupakan salah satu pahlawan nasional.
Sementara itu, kakek Gus Dur adalah Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari, pendiri NU, pendiri Pesantren Tebuireng, dan pelopor resolusi jihad.
Ibu Gus Dur bernama Hj. Sholehah.
Baca: Said Aqil Siradj
Hj. Sholehah adalah putri KH. Bisri Syansuri, pendiri Pesantren Denanyar Jombang, Jawa Timur.
KH. Bisri Syansuri merupakan Rais ‘Aam di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai pengganti posisi KH. Wahab Chasbullah. (1)
Pendidikan
Ketika KH. Wahid Hasyim menjadi Menteri, ia sekeluarga pindah ke Jakarta.
Gus Dur menempuh pendidikan SMP di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan dan nyantri di Krapyak, Yogyakarta.
SMEP merupakan sekolah formal yang dikelola oleh Gereja Katolik Roma.
Sekolah tersebut banyak menggunakan kurikulum yang sekuler, dan dari sekolah tersebut Gus Dur pertama kali belajar bahasa Inggris.
Karena Gus Dur merasa kurang leluasa aktivitasnya selama berada dalam dunia pesantren, akhirnya Gus Dur meminta pindah ke kota dan menetap di Rumah H. Junaedi yang merupakan salah seorang pimpinan lokal Muhammadiyah sekaligus orang yang sangat berpengaruh di SMEP.
Sepindahnya dari Krapyak, Gus Dur tetap mengaji ke KH. Maksum Krapyak setiap pagi.
Malamnya, ia berdiskusi dengan H. Junaedi dan aktivis Muhammadiyah lainnya.
Saat itu, Gus Dur mulai mengenal wacana Barat. Ia membaca Das Kapital karya Karl Marx, filsafat Plato, filsafat Thales, dan lain-lain.
Setelah selesai dari SMEP, ia melanjutkan pendidikan di Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah.
Pesantren tersebut dipimpin oleh KH. Chaudhary. Selesai dari Magelang, ia kembali pulang ke Jombang.
Di Jombang, ia nyantri di Pesantren Tambak Beras.
Pada saat berada di Tambak Beras, Gus Dur yang berusia 20 tahun mulai dieknal sebagai ustad.
Pada saat berusia 22 tahun, ia berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji sekaligus ke Mesir untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Saat itulah Gus Dur berkeliling ke banyak tempat.
Ketika mulai belajar di Al-Azhar, ia merasa kecewa karena telah menguasai banyak materi yang diajarkan.
Ia juga menolak metode belajar di Al-Azhar. Ia kemudian pindah ke Irak dan belajar di Universitas Baghdad.
Setelah selesai, Gus Dur pergi ke Belanda dan belajar di Leiden.
Namun, ia kembali kecewa karena pendidikannya di Baghdad tidak diakui.
Dari Belanda, ia melanjutkan perjalanan ke Jerman dan Prancis,
Pada tahun 1971, ia pulang ke Indonesia.
Baca: KH. Yahya Cholil Staquf
Pada tahun 1977, ia menjadi Dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam di Universitas Hasyim Asy'ari, Jombang. (1)
Karir Politik
Pada Februari 1999, PKB memutuskan bahwa Gus Dur akan mengikuti pemilihan presiden.
Pada Juli 1999, Amien Rais membentuk poros tengah, koalisi partai-partai muslim.
Poros tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketifa pada pemilihan presiden.
Gus Dur pun terpilih pada 20 Oktober 1999. (2)
Akhir Hayat
Gus Dur telah menderita banyak penyakit bahkan sejak mulai menjabat sebagai presiden.
Ia menderita gangguan penglihatan.
Beberapa kali ia juga mengalami gangguan stroke, diabetes, dan ginjal.
Ia meninggal dunia pada Rabu, 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Ia dimakamkan di Jombang, di kompleks Pesantren Tebuireng. (2)
Penghargaan
Pada tahun 1993, ia menerima penghargaan Ramon Magsaysay Award.
Ia juga disebut sebagai "Bapak Tionghoa".
Selain itu, Gus Dur mendapatkan penghargaan dari Simon Wiesenthal Center.
Gus Dur mendapatkan gelar doktor honoris causa dari 10 kampus di Indonesia dan di luar negeri. (2)