Pria kelahiran Jakarta, 6 Agustus 1974, itu adalah anak bungsu dari pasangan Kolonel Czi (Purn) FX Soenarto dengan Udiati. Dia memiliki tujuh saudara. Salah satunya adalah Jenderal TNI Andika Perkasa yang saat ini merupakan Panglima TNI.
Dorongan orang tua menjadi alasan dia merintis karier pada institusi Bhayangkara. Menurut penuturan Bhirawa, seluruh kakaknya pernah menjajal masuk militer dengan melakukan tes AKABRI. Namun, yang berhasil kebetulan hanya Andika dan dirinya.
"Tentunya dari kedua orang tua ya, dari bapak ibu ya yang men-support. Sebenarnya bukan cuma kita berdua, semuanya (didorong). Cuma rata-rata semua gagal, yang lain tes AKABRI itu gagal gitu. Sempat mencoba semua, tapi yang berhasil kira-kira begitulah (Pak Andika dan saya). Puji Tuhan lah saya berhasil," ujar Bhirawa, saat diwawancarai khusus Tribunnetwork, Jumat (19/11/2021).
Dia tak pernah membayangkan menjadi aparatur negara dalam seragam kepolisian. Selain dorongan orang tua, diakuinya masalah ekonomi juga membuat keinginan masuk Akpol menguat.
Baca: Lepas Jabatan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto Sampaikan Pesan Khusus untuk Andika Perkasa
Berasal dari keluarga sederhana, kata Bhirawa, mereka hanya mengandalkan gaji dari sang ayah yang berpangkat kolonel untuk menghidupi delapan orang anak. Mobil pribadi bahkan rumah pribadi pun tak dimiliki oleh kedua orang tuanya hingga ajal menjemput.
"Bapak ibu saya itu nggak punya rumah pribadi, nggak punya mobil pribadi, sampai meninggal dunia dua-duanya. Dengan gaji saja, membiayai delapan orang anak, saya paling bungsu," ucapnya.
Keterbatasan ekonomi membuat hanya satu dari delapan bersaudara itu yang mampu mengenyam pendidikan hingga Strata 1 (S-1). Berbekal kondisi itu, Bhirawa menceritakan Andika tak ingin menyusahkan orang tua sehingga memutuskan masuk AKABRI. Begitu pula yang tercetus di pemikirannya.
Sempat berpikir akan masuk militer, Bhirawa terganjal karena jurusan yang dia masuki adalah sosial, padahal untuk masuk militer, harus dari jurusan eksakta.
"Kenapa saya masuk polisi itu karena saya jurusannya sosial. Dulu kan kalau mau masuk militer harus paspal, dulu kita menyebutnya ada A1, A2, Fisika dan Biologi, eksak gitu. Nah, yang A3 itu sosial, saya kuliahnya sosial. Ya sudah nggak ada pilihan lain kan, tapi kalau cita-cita awal saya mau jadi aparatur itu nggak ada," katanya.
Baca: Dilantik Jokowi, Dudung Abdurachman Resmi Jadi KSAD Gantikan Andika Perkasa
Selama meniti karier, Bhirawa pernah menjadi Kapolres Tulungagung. Kemudian dia juga pernah bertugas di ibu kota DKI Jakarta, yakni sebagai Wakapolres Jakarta Utara.
Tak hanya itu, Bhirawa sempat menjadi dosen di Akademi kepolisian (Akpol). Setelahnya dia diketahui pernah menjabat di beberapa posisi strategis di dalam institusi Polri.
Di antaranya, Bhirawa pernah menjabat sebagai Dirlantas Polda Riau. Kemudian menimba ilmu kembali dan setelah lulus Sespimti, Bhirawa ditunjuk sebagai seorang Analis Madya Bidang Kamsel di Korlantas Mabes Polri.
Lantas, dia ditugaskan sebagai Kabid Propam Polda Metro Jaya sejak November 2020. Pelantikannya sebagai Kabid Propam sendiri baru dilaksanakan Januari 2021 kemarin.
Bhirawa juga pernah mengenyam pendidikan di luar negeri yang setara dengan kursus. Salah satunya ke The International Law Enforcement Academy of Bangkok (ILEA) di Bangkok, Thailand pada 2009 untuk mempelajari terorisme. Selain itu, dia juga belajar restorative justice system di United Nations Asia and Far East Institute for the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders (UNAFEI), Jepang, hingga mengikuti seminar di Cina.
Baca: Komisi I DPR RI Setujui Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI
"Jadi kan sebenarnya restorative justice system itu penting, penyelesaian di luar hukum kan, seperti masalah ringan masa mau dihukum. Misalnya pencurian ringan, atau kecelakaan lalu lintas ringan, atau permasalahan hutang piutang keluarga. Kenapa harus melibatkan hukum, selesaikan saja di luar hukum," ucapnya.
Pagi ini kembali dilewati oleh Komisaris Besar Polisi Bhirawa Braja Paksa dengan olahraga kardio. Di ruangan kerjanya sebagai Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Metro Jaya, terletak sebuah treadmill, tepatnya di sudut kanan, samping meja kerjanya.
Mengenakan seragam olahraga perpaduan warna kuning dan hitam dengan logo Polda Metro Jaya tersemat pada dada kiri, Bhirawa berjalan di atas treadmill dengan kecepatan sedang. Napasnya tampak teratur dan tak tersengal-sengal meski kegiatan berolahraganya dibarengi koordinasi dengan jajarannya via telepon.
Satu jam menjadi waktu yang selalu dihabiskan oleh adik dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa itu di atas treadmill setiap harinya. Olahraga basket juga ditekuni oleh pria kelahiran Jakarta, 6 Agustus 1974 tersebut. Sementara sang kakak, yakni Andika, lebih banyak menggeluti cabang olahraga, antara lain basket, softball, dan karate.
Baca: Pertimbangan Jokowi Pilih Andika Perkasa, Salah Satunya Soal Senioritas
"Saya biasanya treadmil sejam. Saya juga biasanya basket sama anak-anak saya dan saudara-saudara kandung. Kan dulu kita di Kampung Berlan, Matraman, rumah dinas bapak saya itu ada lapangan basket. Olahraga itu untuk supaya tinggi, supaya membentuk fisik," ujar Bhirawa.
"Mas Andika itu basket, softball, dan karate. Mas Andika banyak berolahraga, waktu sekolah menengah pertama (SMP) itu softball, basket dan karate semua ditekuni, makanya badannya kuat. Kalau kita basket saja," imbuhnya.
Ketika tak berdinas, Bhirawa mengaku lebih senang menghabiskan waktunya bersama istri dan tiga putranya. Saat ini, putra pertamanya tengah menimba ilmu dengan berkuliah di Australia, sementara putra kedua (SMA) dan ketiga (SD) menimba ilmu di tanah air.
Bhirawa memaparkan arti dari namanya yang terbilang unik. Nama dirinya Bhirawa Braja Paksa dan nama sang kakak, Andika Perkasa, ternyata berasal dari bahasa Sanskerta atau Jawa Kuno. Sang ayah yang merupakan pensiun ABRI bernama Kolonel Czi (Purn) FX Soenarto adalah orang yang menyematkan nama tersebut.
Andika disebutnya memiliki arti 'kamu', Perkasa tetap berarti 'perkasa' Sehingga nama sang kakak memiliki arti secara keseluruhan 'Kamu Perkasa'. Sementara Bhirawa berarti 'pasukan', Braja berarti 'besi baja', dan Paksa berarti 'dorongan'.
"Dulu saya juga nanya ke ayah saya, namanya kok berat banget gitu. Waktu kecil bertanya-tanya apa nih Bhirawa. Menurut ayah saya secara keseluruhan ya pasukan yang mendorong sekuat tenaga dengan usaha dan mental baja. Arti secara harafiahnya itu," ucapnya.
Memiliki fisik yang kuat, tak berarti lepas dari ancaman Covid-19. Bhirawa tak menyangka pula dirinya bakal terpapar virus corona. Dengan wajah yang sedikit mengernyit, Bhirawa menceritakan pengalamannya terpapar Covid-19 pada awal Januari 2020 lalu. Saking membutuhkan pertolongan, dia harus dirawat di RSPAD Gatot Subroto dua minggu lamanya.
"Dua minggu di RSPAD. Dirawat disana dua minggu, parah. Saya bukan sesak nafas, paru-paru saya nggak kenapa-kenapa, tapi saya ternyata ada sinus. Sinus dan virus ini kan menyerang area yang sama, jadi dia menggumpal disitu. Dahak itu jadi menyumbat pernapasan," ceritanya.
Puji dan syukur lantas beberapa kali terucap melalui mulut Bhirawa yang pernah menjabat sebagai Dirlantas Polda Riau tersebut. Dirinya mengaku berterima kasih kepada Tuhan lantaran masih diberikan kesempatan untuk hidup.
"Gawat itu saya, Puji Tuhan lah sembuh. Awal-awal kena itu langsung nyumbat pernapasan, kebingungan saya nggak bisa napas, Puji Tuhan bahwa Tuhan masih memberikan saya kesempatan hidup. Saya minum air panas dicampur minyak kayu putih, wah itu langsung kebuka, puji Tuhan, kalau nggak ya nggak tahu itu saya gimana," kata Bhirawa.
Baca berita lainnya seputar Andika Perkasa di sini