Profil 4 Tokoh yang Dianugerahi Jokowi Gelar Pahlawan Nasional, Tombolotutu hingga Usmar Ismail

Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) anugerahi Gelar Pahlawan pada Empat Tokoh.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh bertepatan dengan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November 2021.

Pemberian gelar tersebut diberikan dalam upacara yang dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (10/11/2021).

Empat tokoh tersebut yaitu Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur, Sutradara film Aji Usmar Ismail dari DKI Jakarta dan Raden Aria Wangsakara dari Banten.

Adapun keputusan mengenai pemberian gelar pahlawan untuk empat tokoh tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 109 dan 110 TK 2021 tentang Penganugerahan Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.

Keputusan Presiden tersebut ditetapkan Jokowi pada 25 Oktober 2021.

Berikut profil keempat tokoh tersebut, dilansir TribunnewsWiki dari laman setkab.go.id.

Baca: Ir H Joko Widodo (Jokowi)

Tombolotutu

Tombolotutu lahir di Moutong, Sulawesi Tengah, pada tahun 1857.

Dia adalah tokoh yang sedari awal menentang penindasan Belanda di Moutong.

Tombolotutu memimpin dan memperjuangkan hak-hak rakyat Moutong yang dirampas sehingga terjadi pertempuran yang tidak hanya banyak memakan korban namun juga kerugian materiil.

Tombolotutu konsisten menentang penjajahan Belanda.

Sketsa foto yang menggambarkan Tombolotutu (Dok. FKIP Untad via parigimoutongkab.go.id)

Tombolotutu menolak menandatangani 'Lang Contract' sebuah perjanjian yang diajukan Belanda karena dinilai merugikan masyarakat.

Tombolotutu meninggal dunia pada 17 Februari 1901.

Dia dimakamkan di Desa Padang Kecamatan Toribulu, Moutong, Sulawesi Tengah.

Baca: Tombolotutu

Raden Aria Wangsakara

Raden Aria Wangsakara lahir di Sumedang tahun 1615.

Dia adalah tokoh keagamaan dalam Kesultanan Banten pada masanya.

Tak hanya itu, Wangsakara juga merupakan tokoh politik dan pemimpin militer yang terus berjuang dalam semangat untuk mengusir penjajah.

Perjuangannya semasa Kesultanan Banten semasa Sultan Abul Mufakhir dan Sultan Ageng Tirtayasa, Wangsakara menegaskan perannya sebagai sosok yang turut memainkan peranan penting dalam melawan penjajah (VOC).

Wangsakara diutus Sultan naik haji pada 1636.

Di Mekah, Wangsakara berhasil memperoleh surat pengakuan Banten oleh Syarif Mekah sebagai kepanjangan tangan dari otoritas politik Turki Utsmani (Ottoman).

Raden Aria Wangsakara (Buku Aria Wangsakara Tangerang (Via WIKIMEDIA COMMONS))

Saat kembali ke Banten, Wangsakara diberi gelar Kiai Mas Haji Wasangraja.

Pada 1654 sewaktu terjadi peperangan di Batavia antara Kesultanan Banten dengan VOC, Wangsakara mewakili Kesultanan Banten sebagai juru runding yang membuahkan kesepakatan penghentian perang.

Daerah yang dikuasai masing-masing tetap dipertahankan.

Tahun 1658-1659 ketika terjadi peperangan, Raden Aria Wangsakara mendapat mandat dari Sultan Ageng Tirtayasa untuk memimpin perang melawan VOC yang berujung pada perjanjian damai pada 5 Juli 1659.

Pascaperang, Wangsakara mengubah strategi pertahanan dengan membuat permukiman dan kanal sehingga menjangkau daerah Tangerang pedalaman.

Wangsakara wafat pada tanggal 15 Agustus 1681 dan dimakamkan di Lengkong, Pagedangan, Tangerang atau Taman Makam Pahlawan Kabupaten Tangerang.

Baca: Raden Aria Wangsakara

Sultan Aji Muhammad Idris

Sultan Aji Muhammad Idris lahir di Jembayan, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 1667.

Dia merupakan tokoh pemersatu yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia.

Melalui perubahan sistem pemerintahan menjadi kesultanan, dia berusaha menjalin hubungan dan menyatukan kekuatan dengan berbagai kesultanan dalam menentang kolonialisme.

Saat VOC mulai menguasai kerajaan Kutai Kartanegara dan Kerajaan Pasir, Sultan Aji Muhammad Idris sebagai pangeran Kutai terus melakukan perlawanan.

Sultan Aji Muhammad Idris (Dok. Kominfo Kaltim)

Sultan Aji Muhammad Idris konsisten mewujudkan visi mengusir kekuatan VOC dari Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Indonesia secara keseluruhan.

Dia berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan terutama kerajaan-kerajaan Bugis seperti Wajo, Bone, dan Soppeng.

Sultan Aji meninggal dunia pada 1739.

Dia dimakamkan di pemakaman keluarga Raja Wajo, Sulawesi Selatan.

Baca: Sultan Aji Muhammad Idris

Usmar Ismail

Usmar Ismail adalah salah satu pelopor di kancah perfilman nasional dan internasional yang lahir di Bukittinggi tanggal 20 Maret 1921.

Usmar sukses menunjukkan sumbangan terbesarnya tentang kepiawaian membuat industri perfilman di Indonesia menjadi maju.

Kepeloporannya dalam membangun perfilman nasional yang diakui oleh dunia internasional merupakan kepeloporan dan prestasi yang patut dicatat dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Usmar Ismail, bapak perfilman Indonesia sekaligus Pahlawan Nasional (nasional.kompas.com)

Pada 1944, Usmar mendirikan kelompok sandiwara Maya yang juga turut menyebarluaskan berita proklamasi di masa kemerdekaan, Kemudian di 1950, mendirikan perusahaan film pribumi bernama N.V. Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang kemudian membuat film Darah dan Doa (the long march of Siliwangi).

Film ini dianggap sebagai film Indonesia pertama dan kemudian hari pertama pengambilan gambarnya ditetapkan sebagai Hari Film Indonesia.

Baca: Usmar Ismail

Pada 1962, Usmar Ismail aktif mendirikan organisasi Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) di bawah Nahdlatul Ulama (NU) sebagai wadah kegiatan kebudayaan, pendidikan, dan penanaman nilai-nilai nasionalisme kepada masyarakat.

Usmar Ismail meninggal dunia pada 2 Januari 1971.

Dia dimakamkan di Pekuburan Karet, Jakarta.

(tribunnewswiki.com/Rakli Almughni)

Baca lebih lengkap seputar berita terakit lainnya di sini



Penulis: Rakli Almughni
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer